Jihad tidak selalu di medan perang. Secara bahasa makna jihad sendiri adalah berjuang atau bersungguh-sungguh. Di bulan Ramadan ini adalah waktu yang tepat bagi kita untuk berjihad meraih kemuliaan Ramadan. Ada dua jihad bagi orang yang berpuasa di bulan ini yaitu puasa itu sendiri dan shalat malam.
Ustadz Faisal Kunhi M.A memberikan penjelasan singkat mengenai perkataan dari Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah,
اعلَمْ أنَّ المؤمنَ يجتَمعُ له في شَهر رمضَان جهادَان لنَفْسِه
“Ketahuilah, sesungguhnya terkumpul dua jihad pada seorang mukmin dalam bulan Ramadan.
Baca Juga: Jihad bagi Mereka yang Lelah Hati
Dua Jihad Orang yang Berpuasa
جهادٌ بالنَّهار على الصِّيام
Jihad di siang hari dengan berpuasa.
وجهادٌ باللَّيل على القِيام
Jihad di malam hari dengan shalat malam.
فمَن جمعَ بينَ هذَيْن الجهادَيْن ، ووَفَّى بحُقُوقهما ، وصَبَر عليهما ، وفَّى أجرَه بغَير حسَابٍ
Siapa yang mengumpulkan dua jihad tersebut dan menunaikan hak keduanya serta bersabar atas keduanya, maka dia akan dibalas pahalanya dengan tiada batas.”
(Lathaif al-Maarif, halaman: 171)
Penjelasan:
Bulan Ramadan adalah bulan kita berperang melawan hawa nafsu yang ada di dalam diri kita, karena musuh terbesar adalah diri kita sendiri. Jika tidak mampu mengontrol nafsu yang ada dalam diri, kita tidak akan bisa mengalahkan musuh di luar sana.
Puasa adalah latihan mengontrol terhadap yang halal, jika kita bisa lulus untuk bisa membatasi diri dari hal yang halal, maka terhadap yang haram kita lebih mampu lagi.
Puasa adalah latihan untuk tidak selalu memperturuti keinginan kita, karena apa yang kita inginkan belum tentu baik menurut Allah dan apa yang kita tidak inginkan bisa jadi baik menurut Allah, karenanya Allah berfirman,
“Dan berpuasa itu baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah: 184).
Setelah kita berpuasa dari fajar sampai maghrib, kemudian Rasulullah mengajak kita untuk shalat tarawih sebagai bentuk jihad kita di malam hari, agar apa yang kita sudah konsumsi ketika berbuka puasa tidak menjadi energi yang sia-sia, tetapi kita jadikan makanan itu sebagai bahan bakar untuk kita beribadah kepada Allah.
Tidak ada batasan raka’at dalam shalat tarawih, maka shalat tarawih yang baik adalah bukan 11 atau 23 raka’at tetapi siapa yang paling khusyu ketika melakukannya.
Agar pahala shalat tarawih menjadi sempurna maka kita diperintahkan untuk mengikuti imam sampai shalat witr, karena dengan demikian kita akan mendapatkan pahala shalat malam satu malam penuh.
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (H.R. An Nasai no. 1605).
Karenanya barang siapa yang terbiasa shalat tarawih 11 raka’at hendaknya dia mencari imam yang melaksanakan shalat yang sama jumlah raka’atnya agar ia tidak kehilangan pahala satu malam penuh.
Dan bagi yang ingin melanjutkan shalat tahajud hendaknya ia tetap mengikuti imam sampai shalat witr, dan ketika selesai tahajud ia tidak perlu shalat witr kembali karena tidak ada dua witr dalam satu malam, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ
“Tidak ada dua witir dalam satu malam.” (H.R. Ahmad: 15704, Abu Daud: 1227, Nasa’i: 1661, dan Tirmidzi: 432; dinilai shahih oeh Ibnu Hibban) [Ln]