ChanelMuslim.com – Berbaik Sangka dengan Takdir Allah
Perjalanan hidup manusia itu tidak rata, mulus, dan nyaman. Selalu saja ada kerikil tajam melukai telapak kaki, duri kecil yang menusuk, bahkan lubang besar yang mengubur kita di ruang gelap. Saat itulah, sikap kita menjadi dua pilihan: kecewa dengan takdir Allah, atau ridha apa adanya.
Adalah sifat dasar manusia yang Allah ciptakan serba tidak puas. Selalu berkeluh kesah dengan apa yang ia alami. Manusia menggerutu ketika mengalami hal yang menyusahkan. Dan, pelit ketika mengalami kemudahan dalam harta.
Baca Juga: Tak Ada yang Aman dari Takdir Allah
Berbaik Sangka dengan Takdir Allah
Sifat dasar manusia itu Allah gambarkan dalam Surah Al-Ma’arij ayat 19-21.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا 19
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا 20
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا 21
dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
Di sisi lain, ada takdir yang sudah Allah tetapkan. Ada takdir yang bersifat global untuk semesta alam. Misalnya, usia alam semesta dan kapan kiamat tiba. Ada pula takdir yang bersifat individu untuk tiap manusia.
Mengenai takdir untuk tiap individu ini, Rasulullah saw. menjelaskan.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ، فَوَاللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غُيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abu ‘Abdir-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang yang benar lagi dibenarkan perkataannya), beliau bersabda, ”Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, maka dengan itu ia memasukinya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika kesenjangan antara sifat asli manusia yang berkeluh kesah, kikir, dan lainnya tidak dibimbing dalam bingkai iman, maka semua takdir Allah, terutama yang buruk, akan selalu disikapi dengan buruk sangka kepada ketetapan Allah.
Orang-orang munafik dan musyrik akan selamanya hidup dalam buruk sangka kepada Allah, karena tidak adanya bimbingan ini. Allah swt. berfirman.
Surat Al-Fath Ayat 6
وَيُعَذِّبَ ٱلْمُنَٰفِقِينَ وَٱلْمُنَٰفِقَٰتِ وَٱلْمُشْرِكِينَ وَٱلْمُشْرِكَٰتِ ٱلظَّآنِّينَ بِٱللَّهِ ظَنَّ ٱلسَّوْءِ ۚ عَلَيْهِمْ دَآئِرَةُ ٱلسَّوْءِ ۖ وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلَعَنَهُمْ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahannam. Dan (neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali.
Bingkai Iman Membimbing Kita Menyikapi Takdir
Ketika kita memahami bahwa semua yang Allah takdirkan adalah kekuasaan Allah dan Dia berkuasa mentakdirkan apa pun termasuk apa yang akan kita alami dalam hidup ini, maka akan muncul keridhaan terhadap ketetapan Allah itu.
Nabi saw. mengajarkan kita bagaimana menyikapi takdir. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إحرص على ما ينفعك, واستعن بالله ولا تعجز, فإن أصا بك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا, ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل, فإن (لو) تفتح عمل الشيطان
“Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ‘seandainya’ itu akan mengawali perbuatan syaithan.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664)
Output dari bingkai iman, akan menjadikan seorang mukmin tidak salah menyikapi takdir apa pun yang ia alami. Ia memahami bahwa Allah berkehendak mentakdirkan apa pun untuk semua hambaNya, termasuk dirinya. Ia tidak mengabaikan, apalagi buruk sangka dengan hal itu.
Dan sikap ini, akan menjadikan seorang mukmin berbaik sangka dan ridha dengan apa yang ia terima dari ketentuan takdir ini. Ia tidak gelisah jika hal itu menyusahkannya. Dan tidak takabur atau berubah menjadi kikir ketika kemudahan atau takdir baik yang ia terima.
Output yang ia ungkapkan dari penyikapan dalam bingkai iman ini, ada dua: syukur dan sabar. Rasa syukur manakala yang ia dapati adalah takdir baik. Dan, sabar manakala takdir buruk yang ia alami. Baik sikap syukur maupun sabar, dua-duanya akan memberikan nilai plus untuk dirinya di sisi Allah swt.
Rasulullah saw. bersabda,
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَه إِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin. Jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya.
Buat seorang mukmin, baik takdir baik maupun takdir buruk menjadi lahan amal yang pahalanya luar biasa. Di situlah Allah swt. melipatgandakan balasan.
Karena, kalau kita hanya bergantung pada amal reguler saja, seperti shalat, puasa, sedekah, dan lainnya; tidak akan pernah sebanding dengan balasan surga yang memiliki kenikmatan luar biasa.
Jadi, ujian berupa musibah baik maupun buruk merupakan ungkapan cinta Allah kepada hambaNya.
Rasulullah saw. bersabda:
إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ
“Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji.” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 285).
(Mh)