ChanelMuslim.com – Belajar Tahapan Mendidik Anak dari Doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
Dalam QS. Ibrahim ayat 35 – 37 menyebutkan bagaimana tahapan mendidik anak yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ. رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ ۖ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي ۖ وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ. رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim : 35-37).
Baca Juga: Nabi Ibrahim Ibarat Satu Umat, Tafsir An-Nahl 120
Belajar Tahapan Mendidik Anak dari Doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
1. Kita butuh tempat yang aman untuk dapat maksimal mendidik anak
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman”
2. Menanamkan iman dan aqidah kepada anak, dan menjauhkan mereka dari kemusyrikan.
“dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Penjelasan yang cukup panjang dari Nabi Ibrahim ‘alahissalam tentang aqidah ini menunjukkan bahwa pendidikan aqidah perlu waktu yang panjang. Baik menanamnya, maupun merawatnya agar iman itu dapat menyentuh dan meresap ke dalam hati anak-anak kita. Rasulullah saw pun mendidik aqidah umat selama 13 tahun dalam periode Makkah, sebagai penanaman (ta’sis). Dalam periode Madinah yang merupakan pembangunan syari’at, nilai-nilai aqidah pun tetap disampaikan sebagai pengingat (tadzkir).
3. Memilih tempat tinggal yang dekat dengan rumah Allah.
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati”
Tujuannya agar terjaga iman, ibadah dan akhlaq agar berinteraksi dengan orang-orang beriman dan berukhuwah di atas keimanan sehingga membentuk komunitas orang-orang beriman, yang ruh-ruh mereka terpaut dan terpusat dengan rumah Allah.
4. Mendidik ibadah, dan yang paling utama adalah menegakkan shalat.
“ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat”
5. Mendidik akhlaq mulia.
“maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka”
Agar disukai oleh masyarakat. Secara fitrah, manusia itu menyukai orang yang berakhlaq mulia, memiliki sifat-sifat terpuji saat berinteraksi dengan mereka. Maka ayat ini adalah isyarat tentang pendidikan akhlaq mulia. Seperti halnya Rasulullah saw yang sejak kecil dicintai masyarakatnya karena kejujuran dan akhlaq mulianya.
6. Mengajari cara mencari rezeki
“beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Mengajari cara mencari rezeki dengan keterampilan hidup adalah tahap terakhir setelah iman, ibadah dan akhlaq ditanamkan secara sungguh-sungguh kepada anak. Ini sebagai bentuk mendahulukan pendidikan akhirat daripada dunia.
Dalam mengajarkan cara mencari rezeki, tidak saja diajari ilmu-ilmu dan keterampilan semata, tetapi mesti ditanamkan berharap dan berdoa kepada Allah, agar mereka tidak mengandalkan usaha dan kemampuan diri mereka, yang pada akhirnya akan mendorong mereka kepada sikap bangga terhadap diri sendiri bahkan sombong. Juga diajarkan cara bersyukur atas setiap keberhasilan dan rezeki yang merupakan pemberian Allah.[ind]
ditulis oleh: Muhammad Atim