DUKUNGAN Barat termasuk Amerika terhadap LGBT kian gencar. Hampir seluruh aspek kegiatan masyarakat dunia mereka jadikan alat propaganda.
Keanehan Kesebelasan Jerman di Qatar
Apa yang pernah terjadi pada kesebalasan Jerman di piala dunia Qatar memang cukup menarik. Mereka begitu gencar mempropagandakan LGBT. Padahal, tidak ada hubungannya dengan sepak bola.
Kesebalasan ini pun siap berhadapan langsung dengan kebijakan tuan rumah yang sudah didukung FIFA. Mulai dari aksesoris pesawat yang membawa mereka, ban kapten kesebalasan, hingga hadirnya menteri wanita Jerman yang mengenakan simbol LGBT.
Entah apa yang dimaksudkan dari misi aneh kesebalasan Jerman ini. Ada kemungkinan karena ingin ‘fight’ terhadap kebijakan dalam negeri Qatar yang memang melarang keras LGBT.
Tapi, apa keperluannya? Bukankah kedatangan mereka ke Qatar untuk bertanding sepak bola, bukan sebagai misi LSM atau kebijakan politik dalam negerinya.
Karena terlalu fokus ngurus LGBT, akhirnya tim Jerman seperti kehilangan energi di sepak bola. Bayangkan, mantan juara dunia ini kalah dengan dua negara prestasi sepak bola biasa saja: Arab Saudi dan Jepang.
Begitu pun dengan menteri wanita Jerman yang pamer logo LGBT di lengan kanannya. Ketika kesebelasannya ‘keok’ dua kali, sang mentri pun buru-buru mengenakan jaket untuk menutupi pamerannya.
Fenomena aneh ini mengundang tanda tanya banyak pihak. Apa urusannya Jerman mati-matian membawa misi LGBT di ranah sepak bola?
Tanda tanya ini sekaligus sebagai kesimpulan awal bahwa Jerman tampak begitu bodoh tentang misi LGBTnya.
Utusan Khusus LGBT Amerika
Publik tanah air sempat dibuat gempar dengan rencana kedatangan utusan khusus bidang HAM Amerika ke Indonesia pada 7 hingga 9 Desember ini. Hal itu karena fokus misinya mengenalkan dunia tentang toleransi terhadap LGBT.
Sang utusan itu bernama Jessica Stern, delegasi khusus Amerika tentang HAM. Ia bukan hanya berkunjung ke Indonesia. Melainkan juga ke sejumlah negara lainnya di sekitar Asia Tenggara.
Kontan saja, rencana aneh ini mengundang reaksi keras dari ormas Islam tanah air. Dua ormas besar Islam, NU dan Muhammadiyah, secara tegas menolak kunjungan itu. Begitu pun dengan Majelis Ulama Indonesia.
Alasannya juga jelas. Karena LGBT merupakan sebuah penyimpangan, bukan tentang hak asasi manusia.
Karena dinilai begitu banyak penolakan, akhirnya pemerintah Amerika membatalkan kunjungan tersebut.
Lagi-lagi, ada keanehan di misi khusus Amerika ini, persis seperti propaganda kesebalasan Jerman di Qatar. Apa keperluannya sehingga Amerika begitu peduli tentang LGBT.
Kalau dianggap sebagai misi HAM, rasanya masih banyak urusan HAM yang lebih besar yang mestinya didahulukan Amerika. Seperti, penjajahan Israel terhadap Palestina, dan lainnya.
Logika yang Aneh
Memasukkan isu LGBT sebagai misi HAM merupakan hal yang sangat aneh kalau tidak mau disebut gagal nalar. Pasalnya, ini merupakan penyimpangan atau kelainan. Mestinya harus diluruskan, buat justru dilindungi dan diajak dunia untuk toleransi.
Kalau LGBT dinilai sebagai HAM, maka penyimpangan-penyimpangan lainnya pun boleh jadi akan menuntut hal yang sama. Antara lain, para pecandu narkoba, pelaku seks bebas, dan lainnya.
“Udang” di Balik “Batu”
Keseriusan Barat dan Amerika melakukan propaganda LGBT, kalau tidak mau disebut bodoh, tentu ada misi lain yang sangat strategis.
Jika dilihat perkembanganya, propaganda LGBT didukung oleh perusahaan-perusahaan yang juga mendukung persenjataan Israel untuk membantai rakyat Palestina.
Ada hasil yang sebangun antara munculnya toleransi rakyat di Amerika dan Eropa terhadap LGBT sejak tahun 2010 dengan toleransi terhadap penjajahan Israel di Palestina.
Itu artinya, ada titik simpul antara propaganda LGBT dengan operasi terselubung Israrel untuk masyarakat dunia. Apa itu?
LGBT jelas menghentikan terjadinya reproduksi umat manusia di dunia. Suatu hal yang justru sebaliknya terjadi di Israel itu sendiri yang berlomba-lomba dengan banyak anak.
Dengan kata lain, propaganda LGBT tak lain adalah strategi Israel dan Yahudi dunia untuk menyetop kelahiran umat manusia, selain ras mereka sendiri.
Dan sepertinya program ini dianggap berhasil. Sejak tahun 2012, masyarakat Kristen Amerika yang awalnya anti LGBT, kini mulai toleran.
Inilah mungkin yang mereka sebut sebagai konsep tatanan dunia baru atau new world order yang terus diperjuangkan jaringan Yahudi di seluruh dunia. [Mh]