ARAFAH dan Adha, menjadi jiwa muthma’innah atau seonggok bangkai.
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ
لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَك
Wahai Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu (dan siap menerima titah-Mu). Tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat, dan kerajaan, semata adalah milik-Mu. Tiada sekutu dalam kekuasaan-Mu.
Seruan ke Baitullah oleh zat pemilik Ka’bah, Allah ‘Azza wa Jalla, adalah perjalanan iman, perjalanan sejarah dan perjalanan spiritual sekaligus.
Kita, para jama’ah haji, diundang Allah untuk merapat ke lingkar ring satu kekuasaan dan rahmat-Nya.
Agar kita, para tamu-Nya, dapat merasakan getaran kekuasaan dan kehangatan rahmat-Nya yang amat dahsyat di bumi harom.
Sungguh sebuah kemuliaan, tatkala para tamu Allah dijamu oleh Sohibul Hajat dengan aneka hidangan langit yang lezat, untuk penguatan jiwa kita.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Bagi siapa saja yang siap menerima hidangan langit, pastikan sejak keberangkatannya dari tanah air, jiwanya harus bersih dari semua polutan jiwa.
Steril dari seluruh motivasi apapun kecuali untuk totalitas menyembah-Nya.
Niati dengan ikhlas dari rumahnya masing-masing, bahwa ia tak akan membawa niat yang haram, harta yang haram, pakaian yang haram, dan apa saja perbekalan yang berasal dari yang haram.
Satu-satunya bekal terbaik yang Dia kehendaki adalah ketulusan dan kepasrahan total untuk mengikuti seluruh titah dan laranganNya.
Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa. (QS 2:197).
Maka sifat-sifat dan akhlak Islami itu, wajib terkondisikan dengan baik sejak kita miqod di tanah air bahkan.
Sebab perjalanan haji ke tanah suci, bukan perjalanan seremonial yang berujung pada selebrasi undang tetangga kiri kanan, kerabat, sejawat, dan lain-lain dengan mendikler: Status saya sekarang sudah haji.
Bukan, bukan itu.
Haji bukan mengejar status. Tapi perjuangan keras mengejar ridha-Nya.
Baca juga: Amalan di Bulan Dzulhijjah, Puasa Hari Arafah
Arafah dan Adha: Menjadi Jiwa Muthma’innah atau Seonggok Bangkai
Yang untuk itu semua, kita ikhlas mengorbankan jiwa raga kita. Kita siap menjaga kehormatan, kesucian serta kemuliaan tanah harom.
Maka menjaga lisan dari kata-kata keji, kotor dan dusta, menjaga tangan, kaki, mata dari yang haram, termasuk perbuatan korup tentu saja, dan debat kusir serta berbantah-bantahan yang tidak semestinya, adalah spirit yang menafasi proses haji kita secara substansial.
Jadi bukan semata-mata haji prosedural.
Sumber: Madrasatuna
[Sdz]