KITA terkadang melupakan mereka. Mereka adalah partner kita. Mbak pembantu di rumah adalah partner kita. Kalau dia tidak ada. Akhirnya, kita juga yang repot harus memasak, menyapu dan mengepel sendiri.
Lalu kita harus segera berangkat kerja pula.
“Mbak, kaos kaki saya mana? Mbak cariin ya!”
Kasihan si Mbak. Padahal dia tidak pernah pinjam kaos kaki anak majikannya tapi harus mencari kaos kaki yang hilang. Kalau menjawab tidak tahu bisa dikira bohong atau dikira mencuri.
“Mbak, jangan masak terlalu asin dong nanti saya darah tinggi,” gusar majikan sambil menghentakkan mangkuk ke tempat cucian piring.
“Pak Supir! Jangan salah-salah jalan ya! Saya sudah telat nih! Belajar dong lihat Waze, jadi enggak nyasar-nyasar melulu. Saya kan enggak enak sama orang telat melulu,” hardik sang majikan pada si supir yang tentu saja semakin menjadi panik dan lebih kesasar.
“Miss, Miss tolong ya! Sandal anak saya tadi dibawa ke sekolah. Lalu hilang satu, tolong carikan ya, Miss”.
Ada lagi, “Miss, saya bayar sekolah di sini mahal loh! Harusnya kan … bla bla bla dan bla bla bla”.
Sang guru yang dipanggil Miss hanya manggut dan berusaha menenangkan saja, “Ya Bunda. Ya Bunda. Inshaa Allah”.
Baca Juga: Hunting Buah-Buahan untuk Parents JISc (Part 1)
Kita Terkadang Melupakan Mereka
Mereka adalah partner kita. Mbak pembantu di rumah adalah partner kita. Kalau dia tidak ada.
Akhirnya, kita juga yang repot harus memasak, menyapu dan mengepel sendiri. Lalu kita harus segera berangkat kerja pula.
Jika Pak Supir juga mengundurkan diri, kita juga akan repot harus menyetir, melihat Waze, terjebak macet, menerima telepon, mengantuk, ingin pergi ke toilet sementara jalanan macet dan pintu tol masih jauh.
Semuanya dilakukan sendiri.
Apalagi jika guru mengundurkan diri. Apakah terbayang bagaimana bila sang guru menolak mengajar anak kita?
Atau tersebar isu bahwa kita ini orang tua murid yang cerewet dan agak galak. Akhirnya, ada guru yang menolak mendidik anak kita pada tahun berikutnya.
Maka saran saya adalah ayo menjadi partner yang baik agar mereka yang membantu pekerjaan dan mendidik anak kita tidak gusar lalu menjauh dan meninggalkan kita.
Karena di ujungnya, yang akan repot adalah anak-anak kita sendiri.
*Foto bersama petinggi JISc/JIBBS (Doakan supaya benar adanya, makin tinggi iman, kerja keras, loyalitas, dedikasi, kecerdasan dan tinggi pula salary-nya. Aamiin yaa mujibassailinn)
Saya tidak terbayang. Apabila suatu saat ada wali kelas yang tidak menerima anak kita dengan alasan ingin mengajar lebih tenang. Karena kita dianggap kerap “mengganggu“ sang guru tanpa sadar.
Saya juga bingung. Apalagi bila mereka pergi, saya akan semakin bingung.
Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa Salam bersabda, yang artinya: “Bukanlah termasuk golongan kami siapa saja yang tidak menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda dan mengenal hak orang ‘alim kita.” (HR Ahmad dan Hakim, dihasankan oleh Al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no. 4319)
(Catatan Mam Fifi, Desember 2017)
By: Fifi. P. Jubilea, S.E., S.Pd., M.Sc., Ph.D.
(Founder JISc, JIBBS, JIGSc)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter:
https://twitter.com/JIScnJIBBs
Tiktok: