JANGAN hanya cerdas di atas kertas. Yang kurang cuma komunikasi, masalahnya dari Pak Nadim and crew dulu sudah bagus. Tapi kurang penjelasan mengapa begini mengapa begitu.
Jadi orang tak faham.
Aku sendiri lebih suka kurmer daripada kurtilas, juga enggak usah ada NEM atau UN. Kasihan anak-anak karena yang diujikan selalu lain dengan yang dipelajari dan bikin stres anak, guru dan orangtua.
Juga Bimbel kayak segalanya, anak-anak selain sekolah juga kayak wajib ikut Bimbel. Penuh dengan latihan yang banyak, banyak, dan banyak.
Padahal untuk mengatasi masalah kehidupan itu harus berfikir, 3-4 langkah ke depan.
Padahal hidup itu adalah kumpulan masalah yang harus diselesaikan satu persatu bukan dibuang atau ditiadakan atau dicuekin bahkan juga bukan sebagai teman, seperti lagunya Lenka, trouble is a friend.
Nah. Kurmer itu sudah cocok dengan anak Indonesia yang banyak tertawa dan ceria dan creative. Bikin banyak project, outdoor , creativity, seruu, pakai daun pisang, bikin drama, main sandiwara boneka, dll ..
Seru dan membuat anak menjadi berani dan percaya diri juga bahagia.
Sistem zonasi itu udah bener. Maksudnya anak tinggal di situ, sekolah di daerah situ, rumah sakit di situ, jadi mainnya yaa di situ-situ saja tidak usah nyebrang sana sini.
Hal lain dengan kurmer maka akan ditanyakan, sebab akibat, topiknya apa, kesimpulannya gimanaa, kalau begini konsekuensinya apa, kalau begitu konsekuensinya apa.
Jadi semua ada alasan dan harus dapat dipertanggungjawabkan ..
Aku tak faham kalau anak harus banyak menghafal lagi. Sebaiknya banyak baca literasi dan diskusi juga menganalis, jadi dia pinter, bisa mikir 3-4 langkah ke depan dan berfikir out of the box
Please deh, jangan banyak ngafal lagi.
Karena hidup itu bukan kumpulan hafalan tapi kumpulan amalan.
baca juga: SD JISc Adakan Kunjungan ke Museum PPIPTEK dan Museum Listrik TMII