“ANAKNYA berhasil dapat beasiswa,” ujar salah satu ibu.
“Dengan kekerasan tapinya, aku tahu sendiri anaknya pernah diusir dari rumah dipukul dan dibentak-bentak dengan menggelegar,” batinku.
“Anaknya berhasil jadi ustaz, ke mana-mana bawa mushafnya. Aku tahu ibunya mengantar anaknya ke masjid dengan motor di pagi buta hanya untuk mengejar shalat subuh yang tidak terlambat.”
“Anaknya berhasil sekarang masuk PTN.” Ya aku tahu bapak dan ibunya juga orang pintar. Diterima di perguruan tinggi negeri, bersaing mengalahkan jutaan orang.
Itulah cuplikan-cuplikan di atas dialog suami istri yang kutangkap subuh tadi di Masjid Baitusalam. Aku berjalan kaki pulang di tengah sayup-sayup takbiran dan merenung.
Baca juga: Berpikir Kehebatan Bapak dan Mama dari Waktu Masih Kecil
“Apakah anakku berhasil?” Aku tak tahu, kalau dibanding-bandingkan mungkin tak terbandingkan. Kalau diukur-ukur mungkin tak terukur. Ukuran siapa?
Aku melihat yang berhasil itu adalah yang berhasil melalui kehidupan di dunia dan menjadi pemenang di akhirat sana.
Anaknya Berhasil atau Tidak
“Anakku berhasil atau tidak?” jawabnya ada di alam sana.
Ketika dia dinobatkan menjadi manusia sukses dengan all the battles in this dunya. Ketika meraih gelar Husnul Khatimah bukan gelar Pasca Sarjana. Klise? Nggak juga.
Ada orang hebat yang berakhir di penjara pada sisa usianya. Ada orang yang terlihat alim yang akhirnya ketahuan narkoba. Maka ukuran sukses dari kacamata siapa? Aku memilih kacamata Allah yang tidak pernah dusta.
Aku mengkhayal, suatu saat ada yang datang dan mengatakan:
“Anak ibu berhasil!” menyampaikan dengan wajah cerah bersinar-sinar.
“Oh ya? Sekarang di mana?” sambil celangak-celinguk mencari.
“Di surga Firdaus, menunggu ibu di sana,” seraya menggandeng tanganku dengan hati gegap gempita menjenguk anakku di surga.
Oh aku membayangkan dengan hati seru, untuk itulah aku berpuasa, untuk keberhasilan yang hakiki. Perjalanan itu masih panjang. Demikianlah haji dan umrah itu adalah mengingat pengorbanan Siti Hajar atas kelangsungan hidup anaknya. Ada cinta, ada pengorbanan.
Pengorbanan itu bukanlah seberapa besar dan mahalnya hewan qurban yang kau beli tapi seberapa dalam cinta-Mu pada-Nya. Inilah sejumput keyakinan.
EID MUBARAK everyone. EID MUBARAK love. However, nothing worth comes easy.
Jakarta, 12 September. Morning Eid at Janur di tangga.
“Selamat Hari Raya Idul Adha. Semoga kita semua bisa berhaji sebelum maut menjemput kita. Aamiin yaa Rabb.”
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al kholq], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Website: