ChanelMuslim.com- Ada dilema lain yang juga menjadi patokan ya atau nggak dalam nikah. Yaitu, soal sekufu atau biasa disebut sepadan.
Syarat tentang sekufu atau sepadan biasanya datang dari pihak wanita. Bukan laki-laki. Ketika ada yang datang melamar, pihak wanita boleh menilai si pria. Jadi jawabannya bisa diterima atau ditolak. Namanya juga melamar.
Boleh nggak sih nolak pria yang sudah baik-baik datang ngelamar? Ulama mengatakan boleh. Ukuran diterima atau ditolaknya itulah yang disebut dengan sekufu atau sepadan itu.
Apa saja patokan sekufunya? Yang pertama dan utama agamanya. Apakah pria yang ngelamar itu sholeh, taat ibadah, akhlaknya baik, dan amanah.
Tentu saja ini menjadi pertimbangan kalau wanita yang dilamar memang sholehah, taat ibadah, menutup aurat, dan lainnya. Nggak mungkinkan pihak wanita mensyaratkan pria yang sholeh kalau dirinya tidak masuk kriteria itu.
Tentang sekufu dalam agama ini bahkan disepakati oleh ulama empat mazhab. Yaitu, Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Ada lagi sekufu tentang yang lain. Kalau tentang sekufu yang lain ini, para ulama berbeda pendapat. Kalau Maliki hanya sekufu dalam hal agama. Sementara Hanafi, Syafi’i, dan Hambali juga memasukkan sekufu dalam nasab, strata sosial, atau profesi.
Tentang sekufu dalam nasab, orang Arab biasanya menikahkan anak mereka dengan tingkat suku yang sama. Misalnya Quraisy dengan Quraisy atau lainnya.
Atau dalam bentuk yang lain, misalnya keturunan Nabi Muhammad dengan garis keturunan yang sama. Keturunan ulama juga dengan keturunan ulama. Dan lainnya. Setidaknya, tidak terlalu jomplang atau tidak sepadan.
Tentang sekufu dalam strata sosial atau profesi biasanya antara yang tingkat pendidikan tinggi dengan yang sama. Antara yang status ekonomi atas juga dengan yang atas. Dan sejenisnya.
Jadi, pertimbangan sekufu ini dibolehkan sebagai syarat kelaziman. Bukan syarat sah atau tidaknya pernikahan. Kalau pihak wanita menyatakan keberatan lantaran alasan ini, mereka boleh menolak lamaran. Bahkan, bisa mengajukan ke hakim agar akad nikah dibatalkan.
Namun, jika pihak wanita fine fine aja, proses pernikahan bisa berjalan mulus. Kecuali soal agama tadi. Karena jangan sampai wanita sholehah menjadi “terpenjara” oleh suami yang fasik atau yang bermasalah dalam agama.
Kenapa pria tidak begitu masalah dengan sekufu atau sepadan? Pertama, ia sudah mengukur wanita yang menjadi “incarannya” itu. Ia yakin akan cocok dengan keinginannya dan akan mampu mengendalikannya.
Kedua, pria bisa lebih fleksibel dengan calon istri yang berbeda latar belakang dengan dirinya. Contoh, pria yang alim mungkin saja tidak menganggap masalah menikah dengan wanita yang belum menutup aurat. Tapi, tidak begitu jika sebaliknya.
Tentang sekufu yang selain agama, mungkin saja akan menjadi dilema. Khususnya dari pihak wanita. Mau nerima, kayaknya nggak sekufu. Mau nolak, nggak ada kepastian akan ada yang datang lagi atau tidak. [Mh]