KEKERASAN tidak selalu berbentuk fisik. Ada kekerasan lain dalam rumah tangga yang kadang dilupakan banyak orang: kekerasan verbal.
KDRT tidak melulu terjadi karena kekerasan fisik. Kekerasan lain juga bisa sama sakitnya dengan kekerasan fisik. Yaitu, kekerasan verbal.
Bedanya, kekerasan dengan fisik bisa berbekas secara nyata atau terlihat. Tapi kekerasan verbal berbekasnya tidak terlihat.
Namun tetap saja, sebab utama dari kekerasan ini adalah karena adanya rasa dominasi dari satu pihak ke pihak yang lain. Bisa suami terhadap istri, bisa juga sebaliknya.
Kekerasan Verbal Suami
Ketika ada rasa dominasi dari pihak suami yang tidak diiringi dengan pemahaman yang benar, maka suami seolah bisa melakukan apa saja terhadap istri. Terlebih hal-hal yang menyakitkan.
Sakitnya memang tidak kelihatan. Tapi dampaknya bisa jauh lebih lama daripada kekerasan fisik.
Kekerasan verbal suami biasanya berbentuk celaan atau ucapan yang merendahkan. Bisa dalam sisi ekonomi, kecakapan fisik, tingkat pendidikan, jabatan, dan lainnya.
Kekerasan verbal dilakukan biasanya untuk ‘memastikan’ bahwa dominasi itu tetap di bawah kendali suami. Dominasi di sini adalah yang berlebihan. Seperti menstigma istri tidak tahu apa-apa, tidak bisa apa-apa, dan lainnya.
Kekerasan fisik mungkin terjadi di waktu yang berjauhan. Tapi kekerasan verbal bisa terjadi sangat sering, rutin, dan akan menjadi biasa.
Kekerasan Verbal Istri
Jangan salah tentang dominasi. Dominasi bukan hanya dilakukan pihak suami terhadap istri. Pihak istri pun bisa melakukan dominasi terhadap suami.
Dalam dominasi ini, kekerasan verbal sepertinya sangat cocok. Hal ini karena secara fisik, istri lebih lemah dari suami, tapi dalam soal verbal mungkin bisa lain.
Tentu sebabnya bukan semata karena soal fisik dan verbal itu. Tapi kembali lagi soal dominasi.
Boleh jadi, pihak istri merasa bahwa dirinya atau keluarganya lebih di ‘atas’ daripada pihak suami. Bisa karena sisi ekonomi atau penghasilan, jabatan, pendidikan, dan bahkan status sosial.
Ada pasangan tertentu yang tiba-tiba berada dalam dominasi keluarga istri. Misalnya, ayah atau ibu istri adalah atasan dari suami. Atau bahkan sang istri sendiri yang menjadi atasan suami dalam dunia kerja, organisasi, dan lainnya.
Inilah mungkin yang dimaksud dengan sekufu atau latar belakang suami istri yang setara, baik ekonomi, pendidikan, dan status sosial.
Mungkin di awal-awal pernikahan, hal ini belum terlihat. Tapi ketika waktu lama bergulir dan akhirnya kian memperlihatkan posisi lemah suami, maka kekerasan verbal bisa saja terjadi.
Baik kekerasan verbal suami maupun istri, dua-duanya tidak dibenarkan agama. Sejatinya, suami dan istri saling sabar dan berlapang dada terhadap masalah yang mereka alami. [Mh]