ChanelMuslim.com- Peristiwa Isra’ Mi’raj memberikan pelajaran tentang shalat. Inilah peristiwa di mana Rasulullah saw. langsung menerima perintah itu dari Allah subhanahu wata’ala. Tanpa melalui malaikat Jibril.
Isra’ Mi’raj memiliki dua makna. Isra’ tentang perjalanan malam Rasulullah bersama Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Sementara mi’raj adalah perjalanan Rasulullah bersama Jibril menuju langit ketujuh hingga Sidratul Muntaha.
Isra’ adalah perjalanan dua tempat yang berkaitan dengan arah kiblat. Yaitu, Masjidil Haram di Mekah dan Masjidil Aqsha di Palestina. Dua tempat yang terpisah sekitar 1000 kilometer.
Pertama kali perintah shalat, arah kiblat tidak di Masjidil Haram seperti sekarang ini. Melainkan, di Masjidil Aqsha. Posisinya di sebelah utara Masjidil Haram. Perintah ini terus berlaku hingga bulan ke-16 setelah hijrah ke Madinah. Tepatnya pada bulan Rajab saat Nabi dan sahabat sedang shalat Zuhur di Masjid Qiblatain yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Masjid Nabawi.
Perubahan ini disambut suka cita oleh Rasulullah. Karena Rasulullah sebenarnya lebih senang menghadap ke arah Masjidil Haram daripada ke Masjidil Aqsha.
Ketika masih di Mekah, Nabi biasa menyiasati kiblatnya ke dua kiblat sekaligus. Caranya, ia shalat di sebelah selatan Masjidil Haram. Jadi, meski kiblat utamanya Masjidil Aqsha, Masjidil Haram pun bisa “kena”.
Namun, setelah di Madinah, hal itu tidak bisa dilakukan lagi. Karena posisi Madinah berada di antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Hal ini diabadikan Allah dalam firmanNya dalam Surah Albaqarah ayat 144.
Peristiwa Mi’raj adalah perjalanan hingga langit ketujuh, di mana Nabi menerima perintah shalat langsung dari Allah. Tanpa perantara Malaikat Jibril. Inilah satu-satunya perintah yang tidak terjadi pada perintah syariah yang lain.
Awalnya, perintah shalat diwajibkan 50 waktu. Atas saran Nabi Musa alaihissalam kemudian Nabi bolak-balik bertemu Allah untuk meminta keringanan. Hingga hanya tersisa 5 waktu seperti yang kita lakukan saat ini.
Itupun masih dianggap berat oleh Nabi Musa dan meyakinkan Nabi saw. untuk meminta keringanan lagi karena umatnya tidak akan sanggup dengan 5 waktu itu. Tapi, Nabi saw. malu menghadap Allah untuk meminta keringanan lagi.
Dilihat dari luar biasanya peristiwa ini, bisa diambil pelajaran betapa istimewanya perintah shalat. Sebuah kewajiban terkesan ringan, tapi memiliki bobot luar biasa. Karena di sinilah, seorang mukmin bisa “mi’raj” bertemu Allah subhanahu wata’ala 5 kali setiap hari.
Dalam “mi’raj” itu seorang mukmin bisa berpeluang lebih dekat lagi dengan Allah. Bisa memuji, bertasbih, mengagungkan AsmaNya dengan lebih fokus. Dan tentu saja, bisa mencurahkan problematika hidupnya untuk disampaikan kepada Yang Maha Rahman dan Rahim. Langsung. Tanpa melalui siapa pun. (Mh)