ChanelMuslim.com- Lonjakan kasus Covid di tanah air berakibat pada krisis kemanusiaan. Rumah sakit penuh, obat mahal dan susah dicari, tabung oksigen langka, dan isolasi mandiri seperti buah simalakama.
Inilah yang terjadi di dua pekan terakhir ini. Lonjakan kasus Covid membuat rakyat sulit mengambil pilihan. Bahkan bisa dibilang, tidak punya pilihan.
Pilihan yang terakhir adalah melakukan isolasi mandiri. Yaitu, mengisolasi diri untuk tetap di rumah. Hal ini dimaksudkan agar penyebaran wabah ke orang lain tidak terjadi.
Aturannya, isolasi mandiri dilakukan oleh pasien yang mengalami positif covid tanpa gejala. Atau, dengan gejalan ringan saja. Cukup dengan istirahat dan asupan vitamin, kondisi tubuh akan pulih lagi.
Namun kini, isolasi mandiri seperti menjadi pilihan terbaik dari yang paling buruk. Warga terpaksa memilih isolasi mandiri karena rumah sakit “luber”.
Isolasi mandiri pun menjadi beda istilah dari aturan umumnya. Isolasi mandiri kini berarti merawat dan mengobati sakit sendiri. Cari obat sendiri, cari tabung oksigen sendiri, dan lainnya.
Sementara tenaga kesehatan terdekat seperti Puskesmas sangat kewalahan menangani para pasien isolasi mandiri ini. Akibatnya pun fatal.
Banyak pasien yang tidak tertangani karena tenaga kesehatan setempat memang jauh dari memadai. Hal ini karena jumlah mereka tidak seimbang dengan pasien yang harus ditangani.
Seperti di Kota Bogor, media mencatat bahwa jumlah pasien isolasi mandiri sebanyak 6 ribu orang. Mereka tersebar di enam kecamatan. Tentu pemantauan jangkauan titik-titik lokasi pasien tidak mudah, karena para nakes pun harus merawat pasien yang ada di puskesmas.
Belum lagi dengan nakes yang juga terinfeksi covid dan menjalani perawatan, ketersediaan nakes menjadi berkurang. Tidak heran jika ada sekitar 40 warga Kota Bogor yang meninggal dunia selama menjalani isolasi mandiri. (Republika.co.id, 14 Juli 2021)
Catatan lainnya, untuk keseluruhan di beberapa tempat, kurang lebih sekitar 400 orang meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri. Banyak sebab yang terjadi. Mulai dari ketiadaan obat, oksigen, minimnya pengawasan nakes, dan lainnya.
Dan lebih parah lagi saat dilakukan pemulasaran bagi pasien atau keluarga pasien yang tiba-tiba meninggal dunia. Tugas para nakes di Puskesmas menjadi bertambah. Hal ini karena warga biasa tidak berani melakukan pemulasaran seperti biasanya.
Soal ketersediaan obat lebih rumit lagi. Dari laporan yang dirangkum media, pasien isolasi mandiri tidak bisa mendapatkan obat karena kategori mereka dianggap sebagai gejala ringan.
Kalau ingin mendapatkan obat dari rumah sakit misalnya, mereka harus dirawat dulu. Sementara untuk bisa masuk rumah sakit, setidaknya menunggu hingga dua pekan.
Inilah mungkin potret buram tentang isolasi mandiri saat ini. Seperti ungkapan, isolasi mandiri seperti buah simalakama: mau ke rumah sakit sudah penuh, mau rawat di rumah sendiri bisa fatal. [Mh]