ChanelMuslim.com- Fenomena kekerasan anak muda kembali mencuat. Ada yang tarung berbayar. Ada pula yang tarung bebas di lahan terbuka.
Fenomena kekerasan anak-anak muda kembali menyita perhatian para pendidik di negeri ini. Satu peristiwa terjadi di wilayah Sulawesi Selatan. Polisi sudah menangkap terduga pelaku.
Peristiwa ini cukup menarik disimak. Selain dilakukan oleh anak muda usia kuliahan, kasus ini nyerempet ke bisnis kekerasan. Hal ini karena ada semacam tiket untuk penonton dan petarung.
Setiap penonton yang hampir semuanya pria, dikenakan tarif sepuluh ribu rupiah. Sementara untuk petarung harus membayar lima belas ribu rupiah. Pemenang akan diberikan hadiah berupa uang sekitar satu juta.
Pertarungan dilakukan satu lawan satu. Tak ada sarung tangan pengaman, ring, batas garis, atau aturan-aturan lain seperti umumnya olah raga bela diri.
Di video yang tersebar tampak dua petarung berkelahi bebas. Sementara, para penonton bersorak-sorak seperti menyemangati. Belum ada kejelasan bagaimana ketentuan siapa yang menang dan kalah.
Kasus serupa juga terjadi di kawasan Bojong, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Kalau sebelumnya pertarungan dilakukan oleh pria, yang ini dilakukan wanita. Semuanya anak usia belasan tahun.
Memang tidak ada indikasi soal tiket dan bayar membayar. Dalam video yang tersebar, tampak dua remaja puteri sedang berkelahi. Sementara, puluhan lainnya hanya asyik menonton.
Ada kemungkinan, kasus ini terjadi di kalangan pelajar. Entah perkelahian yang dilakukan dalam satu lembaga sekolah, atau antar sekolah. Dua kasus ini masih dalam penyelidikan pihak kepolisian.
Miris memang. Mereka adalah generasi muda yang mestinya tengah sibuk belajar atau mulai meniti karir dalam bisnis. Tapi nyatanya, ini seperti fenomena bar-bar yang sangat jauh dari norma dunia pendidikan.
Fenomena ini boleh jadi sebagai penampakan dari gunung es. Terlihat kecil di permukaan, tapi angka riilnya bisa mencengangkan. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Semoga perkiraan ini tidak sebenarnya yang terjadi.
Ada apa dengan sebagian generasi pelajar kita? Kenapa ini seolah marak di tengah model pendidikan sekolah dan kuliah yang tidak tatap muka, alias PJJ. Apakah ada kejenuhan di situ, atau ada sebab lain.
Yang jelas, mereka saat ini sebagai penampakan dari realitas sosial masyarakat kita. Masyarakat yang terombang-ambing dalam krisis ekonomi dan kesehatan. Masyarakat yang sebagiannya tak lagi mampu menatap masa depan.
Ada sisi lain yang juga harus menjadi penilaian. Yaitu, adanya kegersangan nilai dalam banyak keluarga saat ini. Nilai tentang agama. Nilai tentang persaudaraan dan kemanusiaan. Dan nilai tentang keteguhan untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Kegersangan nilai itu boleh jadi wajar terjadi. Karena hampir satu tahun ini, mereka tak lagi tersentuh secara langsung oleh tangan-tangan pendidik. Mereka terpaksa harus tetap di rumah. Sementara di rumah, lingkungan keluarga tengah menghadapi krisis ekonomi yang tak kalah beratnya.
Entah hal ini harus menjadi tanggung jawab siapa. Yang jelas, fenomena ini seperti siluet dari potret buram generasi muda kita. [Mh]