SRI LANKA akhirnya tercatat sebagai negara yang bangkrut pasca pandemi Covid-19. Tanpa pandemi pun negeri ini sudah mengalami krisis ekonomi yang parah.
Sepertinya tak ada lagi yang bisa ‘dimainkan’ pemerintah Sri Llanka. Devisa atau kas negara sudah kosong. Tak ada lagi uang yang bisa dikeluarkan negara untuk menyediakan kebutuhan rakyatnya.
Negeri yang luasnya separuh Pulau Jawa ini awalnya terjebak dalam permainan program utang dari Cina. Tanpa disadari, keuangan negara sudah tersedot untuk hal lain yang bukan kepentingan rakyat.
Penduduk yang berjumlah 22 juta ini akhirnya tak tahan. Bayangkan, untuk kebutuhan dasar seperti makanan, listrik, gas, dan bensin saja negara tak lagi mampu menyediakan. Padahal rakyat membeli, bukan dapat dengan gratis.
Inflasi pada bulan Juni lalu sudah mencapai 57 persen. Diperkirakan, pada beberapa bulan mendatang sudah menyentuh angka 70 persen.
Rakyat pun ada yang ngungsi ke negara tetangga seperti India yang berada di sebelah barat, ada pula yang masih bertahan. Tapi, bertahan dengan kemarahan besar kepada pemerintahnya.
Sepanjang awal Juli ini, rakyat melakukan aksi besar-besaran. Mereka bukan hanya melakukan protes. Tapi juga menduduki rumah presiden mereka, Gotabaya Rajapaksa.
Apa saja yang ada di sana menjadi pelampiasan kemarahan rakyat. Ada yang mengacak-acak perabot, kamar, hingga nyebur-nyebur ke kolam renang sang presiden.
Untungnya, sang presiden sudah kabur sebelum peristiwa memalukan ini terjadi. Sejak Jumat lalu, Rajapaksa tidak lagi diketahui keberadaannya.
Begitu pun dengan sang perdana menteri. Baik presiden dan perdana menteri, dikabarkan akan menyatakan mundur secara resmi pada Rabu ini (13/7).
Lalu, siapa yang akan mengendalikan negara yang berada di sebelah utara Samudera Hindia ini? Sepertinya, lembaga keuangan internasional seperti IMF akan mengambil alih.
Tapi jangan lupa, IMF bukan lembaga donatur atau lembaga amal. Melainkan, kumpulan bandar uang global yang tujuannya tak lain mencari keuntungan.
Entah seperti apa nasib Sri Lanka kedepannya. Dan entah seperti apa pula keadaan nyata masyarakatnya saat ini.
Inilah potret sebuah negara yang salah urus. Kemudian diperparah dengan krisis ekonomi semasa pandemi, dan ditimpa pula dengan dampak dari perang Rusia Ukraina yang didukung Barat dan Amerika.
Analis memperkirakan, Sri Lanka bukan negara terakhir yang mengalami kebangkrutan seperti ini. Semoga saja hal itu bukan kita. [Mh]