ADA fenomena baru dalam dunia politik di Indonesia. Yaitu, semaraknya politik partisipasi seiring dengan lawatan Anies Baswedan ke sejumlah daerah.
Pasca dua dasawarsa reformasi, politik Indonesia memperlihatkan hal baru di masyarakat. Yaitu, semaraknya politik partisipasi seiring kunjungan Anies Rasyid Baswedan ke sejumlah daerah.
Bisa dibilang, baru sekitar sepuluh persen daerah yang dikunjungi Anies, tapi tak ada yang miskin respon. Sambutan begitu meriah.
Terlihat di sepanjang jalan dan tempat yang dikunjungi Anies, masyarakat berbondong-bondong menyambut. Semua kalangan: tua, muda, laki, perempuan.
Selama ini, sosok tokoh politik yang ‘disambut’ rakyat biasanya membawa sesuatu. Mungkin uang, sembako, atau setidaknya kaos gratis. Itulah yang disebut sebagai politik mobilisasi.
Namun, apa yang terjadi belakangan ini seiring kunjungan Anies tidak ditemukan sama sekali. Lautan massa mengerubungi Anies lebih karena mereka ingin mengungkapkan partisipasinya menggolkan sang calon menjadi presiden.
Mereka datang dengan biaya sendiri. Tidak ada iming-iming dari panitia penyelenggara. Ekspresi mereka begitu spontan apa adanya.
Bahkan sejumlah relawan Anies rela menyumbang aset berupa bangunan untuk dijadikan kantor relawan. Sebuah fenomena yang nyaris bertolak belakang dengan relawan calon lainnya.
Fenomena ini menunjukkan beberapa hal. Pertama, rakyat umumnya sangat menginginkan terjadinya perubahan kepemimpinan nasional. Bahkan jauh sebelum jadwal pemilu dilangsungkan.
Kedua, kemunculan fenomena politik partisipasi menunjukkan bahwa rakyat tidak lagi mengharapkan organisasi partai. Sepertinya ada trauma terhadap partai dalam kiprahnya selama ini.
Fenomena politik partisipasi ini tidak mungkin lagi bisa dibendung. Semakin dibendung, justru yang akan terjadi sebaliknya, partisipasi akan semakin massif dan meluas.
Di sisi lain, inilah ujian besar dalam proses demokrasi kita. Apakah negara ini akan menyambut fenomena ini sebagai pemandangan demokrasi yang baik, atau justru sebaliknya.
Semoga tidak ada lagi reformasi jilid kesekian yang bisa merusak dan mungkin mencederai aset bangsa. [Mh]