BJORKA tampaknya sukses menyedot perhatian publik. Sejumlah pejabat dipermalukan karena data mereka dibuka.
Sekitar sepekan ini, publik tanah air beralih perhatiannya ke hacker misterius bernama Bjorka. Hacker yang mengaku ‘berdomisili’ di Warsawa, Polandia ini menggunakan simbol orang bule dengan wajah buruk.
Pemerintah pun dikabarkan telah membuat satuan tugas untuk mengusut sosok di balik Bjorka. Hal ini menunjukkan bahwa ancaman Bjorka begitu serius.
Menariknya, yang disasar Bjorka bukan data vital seperti rahasia intelejen, keuangan, pertahanan dan keamanan negara.
Serangannya yang saat ini diketahui publik adalah tentang data-data pribadi pejabat tinggi. Antara lain berupa data vaksin, foto-foto pejabat, dan lainnya.
Secara umum, serangan ini dinilai pengamat masih ‘biasa saja’. Tapi, untuk kalangan tertentu yang tidak lain para pejabat itu sendiri, seranga ini bisa mengancam nilai pencitraan mereka.
Seperti sudah dimaklumi, saat ini merupakan tahun-tahun pemilu. Sejumlah bakal calon sudah mulai ‘gerilya’, baik untuk membangun dukungan maupun menyebarkan pencitraan.
Jadi, inilah masanya di mana para sosok bakal calon itu akan menampilkan ‘wajah-wajah’ bagus mereka. Seperti pro rakyat, pro umat, warga yang baik, dermawan, dan bukan koruptor.
Strategi pencitraan ini bisa dibilang sebagai kunci sukses untuk bisa menang di saat pemilu nanti. Karena itu, tidak heran jika bakal calon akan bersedia membayar mahal atau menghabiskan biaya besar untuk ‘menang’ di fase ini.
Nah, bayangkan bagaimana kegundahan mereka jika ada sosok hacker yang dengan leluasa mengumbar ‘aib’ mereka ke publik. Dampaknya akan seperti panas setahun yang dihapus dengan hujan sehari.
Yang jelas, leluasanya Bjorka yang hingga saat ini belum terdeteksi sosoknya, sudah menjatuhkan kredibilitas pemerintah. Bahwa, negara seolah belum becus memasuki era digital.
Kalau dalam hal yang standar saja, yaitu soal kerahasiaan data pejabat sendiri masih belum bisa dijaga, bagaimana dengan hal besar.
Satuan tugas yang merupakan lintas lembaga negara ini akan menjadi bukti nantinya apakah mereka memang pantas mengelola negara atau justru hanya ‘pajangan’ yang memboroskan uang negara.
Parahnya, di tengah kegalauan dan ketidakpercayaan diri pemerintah itu, seorang pemuda tukang es di Madiun yang hanya lulusan SMA menjadi tersangka terkait Bjorka. Aneh bin ajaib.
Dengan kata lain, yang sedang dibongkar oleh Bjorka sebenarnya bukan tentang data rahasia negara. Tapi tentang kompetensi para pejabatnya. Dan hal itu sangat tidak bagus untuk masa pencitraan. [Mh]