SURIAH mengalami perubahan radikal. Rezim otoriter Basyar Al-Assad terguling dan melarikan diri ke Rusia. Kepemimpinan kini dipegang kelompok perubahan.
Tak ada yang menyangka kalau Suriah berubah mendadak. Rezim dinasti Al-Assad yang berkuasa sejak 1971 akhirnya tumbang pada 8 Desember lalu.
Presiden Basyar Al-Assad sebelumnya berkuasa sejak tahun 2000. Ia memperoleh kursi presiden setelah menggantikan ayahnya Hafiz Al-Assad yang meninggal dunia.
Syiah dan Sunni di Suriah
Sebenarnya 80 persen penduduk Suriah merupakan Sunni. Negeri yang berpenduduk 23 juta jiwa ini merupakan gudang para mujahid dan ulama. Salah satunya adalah Shalahuddin Al-Ayyubi yang dimakamkan di Damaskus, ibukota Suriah. Begitu pun dengan ulama Ibnul Qayyim Al-Jauziah.
Namun, terjadi kudeta pada tahun 1970 yang dilakukan militer yang dipimpin Hafiz Al-Assad. Hafiz beraliran Syiah dan bernaung dalam Partai Baath. Warna aliran inilah yang akhirnya dominan dalam pemerintahan Suriah selama kurun 50 tahun ini.
Padahal, jumlah Syiah dan Baath di Suriah tidak sampai 10 persen dari total penduduk.
Pemberontakan di Suriah
Pemberontakan di Suriah terjadi sejak tahun 2011. Sejumlah kelompok pergerakan mengangkat senjata melawan dinasti Al-Assad.
Salah satu kelompok itu bernama Jabhah An-Nusra, yang artinya pasukan pembebasan. Jabhah An-Nusra terkait dengan kelompok Al-Qaidah dan ISIS.
Namun pada tahun 2015 atau 4 tahun setelah perjuangan itu, Jabhah An-Nusra yang dipimpin Abu Muhammad Al-Julani melepas keterkaitan mereka dengan Al-Qaidah. Nama gerakannya pun berganti menjadi Hayat Tahrir As-Sham atau HTS, yang artinya gerakan pembebasan negeri Syam.
HTS dan Turki
Hayat Tahrir As-Sham (HTS) mengawali perlawanan dari wilayah utara Suriah. Wilayah utara Suriah berbatasan langsung dengan Turki.
Sebelumnya, Turki memang sudah lama membangun basis militer di wilayah itu. Hal itu dengan alasan untuk membendung suku Kurdi yang dianggap menjadi ancaman Turki.
Di wilayah utara itu ada kota terbesar kedua di Suriah setelah Damaskus, yaitu Idlib. Pergerakan HTS dari utara terus menguasai Idlib, Hama di selatan, dan akhirnya Damaskus.
Pengambilalihan itu tergolong sangat cepat. Hanya butuh 12 hari. Selain karena militansi yang luar biasa, HTS juga didukung oleh sarana militer yang sangat mumpuni.
Siapa Mensponsori HTS
Sebenarnya di Suriah ada “cinta segitiga” antara Rusia, Iran, dan Turki. Tiga negara inilah yang mewarnai rezim Al-Assad selama ini. Meskipun, peran Turki jauh lebih kecil dari dua koleganya itu.
Pertanyaannya, kenapa rezim Al-Assad begitu mudah tumbang? Kenapa Rusia dan Iran seolah seperti diam saja.
Jawaban ini perlu dianalisis lebih mendalam. Hal ini karena kepentingan tiga negara itu terhadap bertahan atau bubarnya dinasti Al-Assad.
Ada kemungkinan ‘barter’ antara Rusia dan Amerika di konflik Suriah ini. Hal ini terjadi pasca terpilihnya Trump menjadi bos Amerika dan sekaligus Israel.
Seolah-olah fakta ini menunjukkan bahwa Rusia akan dapat wilayah Ukraina dan Amerika dapat wilayah Suriah. Entah Iran dapat apa.
Tapi, penguasaan Amerika di Suriah tidak sekuat Rusia terhadap Ukraina. Bisa dibilang, kepentingan Amerika tidak seberapa dibanding kepentingan Israel terhadap Suriah.
Hal ini karena Suriah menjadi ‘jembatan’ paling strategis yang menghubungkan Lebanon dengan Iran. Selama ini, Lebanon melalui Hizbullah nyaris meluluhlantakkan kota-kota di Israel melalui serangan rudalnya.
Tidak heran setelah tumbangnya Basyar Al-Assad di Suriah, Israel langsung mengambil peran di fasilitas senjata berat Suriah yang ditinggalkan Basyar. Seluruh persenjataan itu dimusnahkan Israel, langsung di lokasi.
HTS dan Ketakutan Israel
Bisa dibilang, untuk sementara ini negara yang paling diuntungkan langsung dari tumbangnya Al-Assad adalah Israel. Hal itu karena Suriah tidak lagi dianggap sebagai pendukung Iran dan Lebanon dalam perang melawan Israel.
Namun, Israel tetap tidak percaya seratus persen terhadap rezim baru di Suriah yang dipimpin HTS. Peralihan itu hanya seperti nafas sesaat Israel dari serangan mematikan Iran dan Lebanon selama ini.
Israel sepertinya memahami betul bahwa gerakan jihad Islam tetap membahayakan dirinya. Boleh jadi, potensi jihad oleh HTS terhadap Israel kelak akan lebih besar daripada Hizbullah selama ini.
Dunia sepertinya masih meraba seperti apa arah kekuasaan baru Suriah yang baru berusia satu hari ini. Yang jelas, dunia terpana dengan kecepatan dan suasana damainya.
Tidak ada acara bakar membakar. Tidak ada aksi balas dendam. Bahkan, HTS memperingatkan pasukannya untuk menghindari sarana-sarana publik agar pelayanan tetap berjalan normal.
Kemanakah arah HTS berikutnya? Sepertinya dunia akan tergiring pada ‘panggung’ akhir zaman yang berpusat di Palestina dan sekitarnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda bahwa umat Islam akan berada di tiga basis militer yang kuat. Pasukan di Sham, di Yaman, dan di Irak.
Rasulullah juga menjelaskan kepada para sahabat bahwa front di Sham yang meliputi Suriah, Palestina, Lebanon, dan Yordania merupakan yang paling kuat dan hebat. Karena Allah mengumpulkan orang-orang terbaik di wilayah itu.
Apakah HTS sebagai pertanda terbentuknya front terbaik di Sham saat ini? Wallahu a’lam. Waktu juga yang akan membuktikannya.
Tapi yang jelas, ‘panggung’ konflik akhir zaman sudah semakin dekat dan terlihat. [Mh]