ChanelMuslim.com– Menyongsong peringatan hari antikorupsi, panggung politik dan kepemimpinan nasional disuguhi pertunjukan yang tidak membanggakan. Ketua DPR, lembaga legislatif, lembaga pembuat hukum mempertontonkan sikap yang jauh dari menghormati hukum. Disamping kasus-kasus terdahulu yang penuh kontroversi dan tanda tanya besar, kasus e-KTP adalah puncak dari perilaku melanggar hukum, korup, manipulatif, dan pelecehan terhadap penegakan hukum.
Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said mengungkapkan hal itu dalam diskusi memperingati hari antikorupsi dunia, Sabtu (9/12) di Jakarta. Selain Sudirman Said tampil juga sebagai pembicara peneliti LIPI Siti Zuhro, pakar hukum tata negara Refly Harun, pengamat kebijakan publik Said Didu, dan Najwa Shihab. Dalam kesempatan itu ditampilkan juga wayang politik dengan dalang Ki Rohmad Hadiwijoyo.
"Info yang saya dapat, hari ini SN sudah menyampaikan pengunduran diri dari Kedudukan sebagai ketua DPR. Semoga ini benar. Sehingga DPR sebagai lembaga terhormat tidak terbebani proses hukum yang harus dijalani SN," kata Sudirman, yang juga salah satu pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI).
Lebih lanjut Sudirman mengungkapkan, satu per satu, perangkat yang mendukung siasat-siasat pelecehan hukum SN sudah rontok. Para pendukungnya di Partai Golkar pun mulai balik badan. Bahkan dua pangacara kondang, termasuk pengacaranya pun telah mengundurkan diri.
"Ini memberi pesan dan menjadi bukti bahwa kejahatan tak bisa disembunyikan terlalu lama. Juga memberi pelajaran bahwa uang bukan segalanya," tandas dia.
"Malam ini kita berkumpul bukan hendak merayakan tertangkapnya Setnov, karena tidak baik berbahagia di atas penderitaan orang. Kita berhimpun di sini ingin menggarisbawahi bahwa korupsi merupakan persoalan besar negara kita, dan di banyak negara lain. Dan karena itu upaya pemberantasan korupsi harus terus dipacu. Paraaktivis dan pegiat gerakan antikorupsi harus terus memperkuat diri," katanya lagi.
Lebih lanjut Sudirman mengungkapkan, sejak KPK mulai menjalankan tugasnya, kasus-kasus korupsi dan pelaku yang berhasil ditindak luar biasa masif. Hari ini jika dilihat deretan elit nasional, hampir seluruh pimpinan lembaga tinggi negara terlibat dalam kasus korupsi. Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, BPK, DPD, DPR.. yang tersisa tinggal MPR dan Presiden.
"Ini suatu landskap politik yang sama sekali tidak membanggakan sebagai bangsa," lanjut Sudirman
Sudirman mengungkapkan, hingga kini sudah 643 pelaku korupsi (semuanya orang terdidik) yang ditangani KPK. Sejumlah 237 di antaranya adalah politisi: gubernur, bupati/walikota, anggota DPR dan DPRD. Selebihnya: pejabat eselon I, II, III, hakim, jaksa, duta besar, sampai komisioner. Hasil kajian Laboratorium Ekonomi Universitas Gajah Mada nilai kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp. 203,9 triliun.
"Melihat perilaku korup para pemimpin politik, yang terus saja terjadi, kita harus mengkaji apa yang salah dengan proses rekrutmen kepemimpinan kita,"
Menurut Sudirman, ada missmatch yang sangat kentara: orang-orang berintegritas dan punya kemampuan enggan masuk ke dunia politik. Sebaliknya politik diisi oleh banyak aktor yang super pragmatis dan mudah terjebak dalam pusaran korupsi.
Pelajaran dari kasus SN: sepandai-pandai tupai akrobat akhirnya jatuh juga. Seharusnya memberi efek jera, bagi para pemimpin politik untuk tidak masuk ke urusan-urusan korupsi.
Dari sisi pembenahan sistem bernegara: perlu ada koreksi total dalam proses rekrutmen pemimpin politik kita. Aspek integritas, motivasi untuk mengabdi, melayani harus menjadi kriteria utama dalam mencari pemimpin.
"Kasus E-KTP harus menjadi momentum bagi perbaikan tata kelola negara, perilaku pejabat publik, perilaku pemimpin politik," pungkas Sudirman, yang juga bakal calon gubernur Jawa Tengah ini. (Mh/Ind)