ChanelMuslim.com – Seorang pejabat tinggi pemungutan suara selama pemilu regional Prancis pekan lalu diturunkan dari jabatannya karena mengenakan jilbab, menurut pernyataan resmi dan media lokal Prancis.
Baca juga: Pemilu Prancis: Kandidat Berhijab Tantang Sentimen Anti Muslim
Rachida Kabbouri, seorang anggota dewan kota Muslim dari partai Ekologi Eropa – The Greens (EELV) di Vitry-sur-Seine di wilayah Paris Ile-de-France ditunjuk sebagai kepala tempat pemungutan suara di departemen Val-de- Marne selama pemilihan putaran pertama berlangsung.
Tapi setelah departemen Val-de-Marne mendapat keluhan tentang Kabbouri yang mengenakan jilbab, posisi wanita muda itu diturunkan menjadi penilai TPS.
Menurut undang-undang pemilihan Prancis, kepala Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tunduk pada “prinsip netralitas” karena mereka mewakili negara, itulah sebabnya Kabbouri dipindahkan ke posisi yang lebih rendah, kata sebuah pernyataan oleh kantor Val-de-Marne.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Le Parisien, Kabbouri mengatakan bahwa dia merasa diperlakukan tidak adil dan dikucilkan hingga membuatnya menangis.
Dia mengatakan langkah tak terduga itu sangat memengaruhinya, menambahkan bahwa saat dia bertugas di kotak suara, seorang wanita menghinanya dan menyebutnya seorang “Islamis.”
Di sisi lain, di Saint-Denis, juga di pinggiran kota Paris, Jordan Bardella, kandidat sayap kanan National Rally (RN) – partai anti-imigran, xenofobia – disambut di tempat pemungutan suara dengan mengenakan jilbab. Staf TPS, membuat gebrakan media.
Mathieu Hanotin, walikota Saint-Denis, mengatakan di Twitter bahwa staf pemungutan suara dapat mengenakan jilbab atau pakaian atau simbol apa pun yang mereka inginkan yang menunjukkan afiliasi agama.
Dia menggarisbawahi bahwa prinsip netralitas di kantor pemilihan membutuhkan netralitas politik, bukan netralitas agama.
Menolak kritik terhadap petugas pemungutan suara yang mengenakan jilbab, Hanotin mengatakan: “Apa yang tidak memiliki tempat nyata dalam demokrasi kita bukanlah wanita berjilbab yang berkontribusi pada pelaksanaan pemilu yang tepat, melainkan retorika yang mengibarkan ‘bendera sekularisme’ untuk menstigmatisasi Islam atau agama lain.”
Sistem pemilu di Prancis adalah demokrasi perwakilan . Pejabat publik di cabang legislatif dan eksekutif dipilih oleh warga negara (langsung atau tidak langsung) atau ditunjuk oleh pejabat terpilih.
Referendum juga dapat diadakan untuk berkonsultasi langsung dengan warga negara Prancis mengenai suatu pertanyaan tertentu, terutama yang menyangkut amandemen Konstitusi.[ah/anadolu]