ChanelMuslim.com – Dai Ambassador Dompet Dhuafa Ustaz Yendri Junaidi, Lc, M.A. mengatakan bahwa imbauan pemerintah untuk #dirumahaja sebagai salah satu upaya yang baik dan sudah sewajibnya diikuti. Hal itu disampaikannya dalam Cordofa Talk (Antara Kita, Islam, dan Corona), Senin (30/3/2020) lewat aplikasi Zoom.
Yendri menilai berdiam di rumah bisa menjadi sarana atau media umat Muslim untuk bermuhasabah dan memperbaiki diri.
“Saya membaca tulisan dari salah satu Kiai. Bahwa dengan adanya musibah pandemi ini, kita diajak untuk berkhalwat, mendekatkan diri kepada Allah swt, menyendiri, dan menarik diri dari hiruk pikuk kebiasaan duniawi,” ujar Ustaz Yendri dalam acara Cordofa Talk, Senin (30/3).
Ia menyebut dengan melakukan introspeksi diri, seorang hamba bisa lebih mengenal dirinya sendiri.
Ketika musibah ini selesai, akan muncul pribadi dengan target dan kondisi yang baru.
Selain menghabiskan waktu dengan memperbanyak ibadah, membaca Alquran, dan berdoa, berdiam di rumah dapat diisi dengan mengenal diri sendiri. Mungkin selama ini, kegiatan itu sering diabaikan karena aktivitas lainnya yang kerap dilakukan.
“Setelah wabah ini berlalu, kita menjadi pribadi yang berbeda. Pribadi yang lebih tenang, dewasa, dan tidak mudah terpancing dengan isu atau omongan. Kita jadikan momentum ini untuk bermuhasabah dan mengenal diri sendiri,” katanya.
Ustaz Yendri mengatakan, kejadian apapun yang terjadi di dunia, tidak ada yang murni baik, maupun murni buruk. Dalam sebuah kebaikan terselip keburukan, begitu pula sebaliknya.
Dalam Hadis Riwayat Imam Muslim, dari Shuhaib bin Sinan, Rasulullah saw pernah bersabda, “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya”.
Adapun dalam menghadapi musibah kali ini, ia mengajak umat Muslim untuk berikhtiar dan bertawakal.
Ikhtiar dan tawakal harus berjalan seimbang dan tidak bisa menitikberarkan satu sisi saja.
Ikhtiar dilakukan dengan mengikuti anjuran pemerintah, seperti sering mencuci tangan, menjaga kebersihan, berdiam di rumah, serta menghindari kegiatan yang melibatkan banyak orang.
Sementara tawakal dilakukan dengan memeperbanyak berdoa, ibadah, dan menyerahkan diri kepada Allah SWT.
Dalam HR Bukhari 3474, Aisyah istri Nabi saw berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah tentang wabah penyakit tha’un. Maka Nabi saw mengabarkan kepadaku, Sesungguhnya wabah penyakit tha’un itu adalah siksa yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Tetapi Allah juga menjadikannya sebagai rahmat bagi kaum mukminin (yang bersabar menghadapinya). Maka tidak ada seorang hamba ketika terjadi wabah penyakit tha’un tetap tinggal di negerinya (dalam riwayat Ahmad tertulis: “di rumahnya”) dengan sabar, mengharap pahala dari Allah (atas kesabarannya) dan mengetahui bahwa tidak ada yang menimpanya kecuali apa yang telah Allah tetapkan, melainkan ia akan memperoleh pahala seperti orang yang syahid.”
Perihal pernyataan sebagian masyarakat yang menyebut jika mendapat pahala syahid karena wabah, lantas mengapa harus bersembunyi di rumah, Ustaz Yendri mengingatkan bahwa Islam memberikan pandangan yang berimbang. Ikhtiar dan tawakal harus berjalan berdampingan.
Hal ini juga dituliskan dalam HR Bukhari, “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya.”
“Rasulullah saw memerintahkan ada usaha. Usaha untuk tidak terkena penyakit itu. Harus ada keseimbangan antara tawakal dengan usaha maksimal. Jangan lebih mengedepankan tawakal, tapi mengesampingkan kemampuan manusiawinya,” ujar Ustaz Yendri.[ind/Syifa]