ChanelMuslim.com- Ijtima’ Ulama yang berlangsung Jumat hingga Ahad lalu telah menghasilkan rekomendasi kepemimpinan nasional, Ustaz Abdul Somad dan Dr. Habib Salim Segaf Al-Jufri. Bisakah hasil musyawarah ulama ini menjadi kekuatan baru perjuangan oposisi atau hanya akan menguatkan sinyalemen kalau perjuangan oposisi hanya koalisi bakul nasi?
Di tengah kekhawatiran publik tentang sosok calon kepemimpinan nasional yang dibangun koalisi oposisi, ratusan ulama mengambil inisiatif mencari solusi. Hal ini boleh jadi dilakukan para ulama agar perjuangan oposisi tidak sekadar mencari alternatif kepemimpinan nasional. Melainkan juga memberikan nilai plus dari sosok kepemimpinan tersebut.
Dari sini pula, nilai perjuangan yang akan kelak dibangun pihak oposisi pun bisa lebih mengkristal dan mempunya daya dorong yang lebih dahsyat. Yaitu, perjuangan amar ma’ruf dan nahi mungkar, sekaligus meletakkan cita-cita perjuangan untuk Indonesia yang lebih religius.
Kekuatan daya dorong ini terbukti begitu ampuh di Pilkada Jakarta beberapa waktu lalu. Pasangan Anies Sandi yang selalu diposisikan nomor bawah oleh pengamat dan lembaga survei mana pun, ternyata bisa memenangkan “pertarungan”. Kesuksesan ini tak bisa disangkal pihak mana pun selain sebagai kekuatan dakwah umat, spirit religus, yang bisa membalikkan logika matematika politik.
Sekularisasi Politik Indonesia
Sejak masa Orde Baru hingga lahirnya Reformasi, Indonesia terkungkung dalam logika politik materialisme. Logika ini menjebak para pemain di dalamnya bahwa kemenangan bergantung pada kekuatan logistik uang. Siapa yang banyak uang, merekalah yang menang.
Tidak heran jika koalisi yang terbangun dari beberapa kekuatan politik selalu berujung pada bagi-bagi jatah kekuasaan. Dan lagi-lagi, berakhir pada apa yang akan mereka kantongi dari kekuasaan itu.
Hingga, Pilkada DKI Jakarta telah membongkar paradigma politik materialis seperti itu. Orang lupa bahwa Indonesia mayoritas muslim. Dan setiap muslim sudah memiliki cita-cita mulia dalam sosok yang akan memimpinnya. Yaitu, kepemimpinan amar ma’ruf nahi mungkar, atau dakwah.
Semangat ini kerap dihadang dengan stigma SARA dan sejenisnya. Publik pun kerap dininabobokkan dengan sosok muslim Indonesia yang inklusif, toleran, dan mengutamakan kemajemukan.
Semua jebakan itu disadari atau tidak telah menihilkan cita-cita mulia kemerdekaan Indonesia sebagai berkah rahmat Allah swt. yang religius, amanah, dan berkeadilan. Semua ini bersatu dalam satu kata kunci: religius.
Gembar-gembor tentang kekuatan program ril masyarakat ternyata tak terbukti di semua rezim yang ada. Pilihan rakyat selalu terbukti salah setelah berlalu pemilihan rezim. Dengan kata lain, gembar-gembor program ril untuk rakyat sebagai pilihan atau jualan politik tak memberikan hasil yang memuaskan.
Ujian Koalisi Oposisi
Hasil survei lembaga mana pun selalu menunjukkan bahwa dukungan untuk petahana selalu di bawah 50 persen. Hal ini memberikan sinyal bahwa sebagian besar rakya ingin ada pergantian presiden lewat cara yang konstitusional.
Sayangnya, sistem pemilu yang sudah disahkan DPR mensyaratkan dukungan 20 persen dari perolehan suara di pemilu legislatif periode lalu. Alhasil, hanya dua atau paling banyak tiga calon yang bisa ditampilkan dalam pemilu 2019 mendatang.
Yang sudah jelas memenuhi syarat di pemilu serentak 2019 sebagai calon presiden hanya dua: petahana dan oposisi yang dimotori Gerindra dan PKS. Keduanya murni sebagai oposisi karena tak ikut duduk dalam pemerintahan petahana saat ini.
Kekuatan koalisi oposisi ini kian semarak ketika sejumlah ormas Islam ikut andil membesarkan koalisi ini. Perjuangan oposisi pun tidak lagi menjadi sekadar merebut kekuasaan secara konstitusional. Tapi sebagai nilai religius dakwah yang muncul sebagai harapan terakhir mayoritas umat Islam Indonesia.
Di tengah perjalanan, koalisi oposisi bergerak dinamis. Masukan dari lembagai survei boleh jadi ikut menyetir kemana arah oposisi bergerak. Boleh jadi, di titik ini, nilai-nilai religius tak lagi penting untuk diperhitungkan.
Di titik ini pula para ulama berperan. Mereka berkumpul dengan mengerahkan segala potensi yang mereka miliki untuk mengembalikan arah perjuangan oposisi kepada rel yang semestinya.
Tentu, perjuangan para ulama ini tidak akan berhenti pada sebuah rekomendasi. Lebih dari itu, jika ini menjadi pilihan arah koalisi oposisi, mereka akan mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki sebagai “jihad” untuk kemaslahatan bangsa.
Namun jika rekomendasi para ulama ini diabaikan, tidak mustahil perjuangan oposisi akan menjadi “kering”, yang hanya akan menjurus kepada arah koalisi bakul nasi. (mh)