ChanelMuslim.com—Citra bangsa ini kembali tercoreng, terutama di bidang kesehatan. Bayangkan, vaksin untuk batita dan balita yang semestinya steril dan diawasi oleh pihak yang berwenang, ternyata bisa melenggang bebas beredar.
Rentang peredarannya pun bukan sebulan dua bulan, melainkan selama lebih dari sepuluh tahun!
Adalah sepasang suami-isteri berinisial RA dan HT yang diduga sebagai otak pembuat vaksin palsu dibekuk aparat polisi di rumah mewahnya di Kemang Pratama Regency, Bekasi. Selain itu juga ada pasutri distributor vaksin palsu berinisial T dan M yang ditangkap di Semarang.
RA yang lulusan akademi keperawatan itu, menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigjen Agung Setya Imam Effendi yang menangani kasus ini mengatakan, vaksin palsu untuk balita sudah dibuat dari sejak tahun 2003.
Vaksin palsu tersebut, kata Agung, dibuat dengan cara menyuntikkan cairan infus dicampur dengan vaksin tetanus. Dari kombinasi tersebut menghasilkan vaksin untuk untuk hepatitis, BCG, dan campak. Karena tak asli itu, harga yang dikenakan kepada konsumen antara Rp 200 ribu-400 ribu, yang lebih murah dibanding vaksin aslinya.
Menurut Agung, sepak terjang pembuat vaksin palsu tidak tercium otoritas yang berwenang selama 13 tahun karena impak dari vaksin yang tidak nampak. Polisi akan menjerat para tersangka dengan UU Kesehatan yang ancamannya 10 tahun penjara. Tak hanya itu saja, keduanya juga dijerat UU Pencucian uang.
Bareskrim Polri yang membongkar jaringan pembuat dan pengedar vaksin palsu itu telah menimbulkan keresahan bagi orang tua yang memiliki bayi dan balita yang membutuhkan vaksin untuk kesehatan buah hatinya.
Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Reza Indragiri Amriel menyatakan, kerugian besar yang diakibatkan dari vaksin palsu itu terjadi pada anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa, produsen vaksin asli, dan negara. “Para anggota sindikat pemalsuan vaksin layak dijatuhi hukuman seberat-beratnya, termasuk jika memungkinkan hukuman mati,” kata Reza.
Selain hukum seberat-beratnya, Reza menyatakan LPA Indonesia juga menuntut pemerintah melakukan pemeriksaan komprehensif terhadap persediaan vaksin anak, khususnya yang termasuk dalam daftar imunisasi wajib, di seluruh sentra kesehatan yang menyelenggarakan layanan imunisasi anak.
“Sebagai bentuk sikap konsekuen pemerintah atas pengadaan imunisasi wajib, sekaligus mengatasi ancaman besar terhadap kesehatan anak-anak akibat vaksin palsu, sudah seharusnya pemerintah mengagendakan pemberian imunisasi ulang secara cuma-cuma,” kata Reza.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ikut prihatin dengan munculnya kasus vaksin palsu. Meski demikian, menurut Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, peredaran vaksin palsu tersebut tidak perlu terlalu dirisaukan. Meski memang tetap harus diwaspadai, namun Kemenkes memberi petunjuk agar para orang tua tidak perlu terlalu waswas dengan hal tersebut.
Melalui akun Twitter resmi @KemenkesRI, Kemenkes menyampaikan 7 alasan agar masyarakat tidak perlu khawatir dengan peredaran vaksin palsu. Berikut alasan yang disampaikan tersebut:
1. Jika anak Anda mendapatkan imunisasi di Posyandu, Puskesmas, dan Rumah Sakit Pemerintah, vaksin disediakan oleh pemerintah yang didapatkan langsung dari produsen dan distributor resmi. Jadi vaksin dijamin asli, manfaat dan keamanannya
2. Jika anak Anda mengikuti program pemerintah yaitu imunisasi dasar lengkap di antaranya Hepatitis B, DPT, Polio, Campak, BCG, pengadaannya oleh pemerintah didistribusikan ke Dinas Kesehatan hingga fasyankes. Jadi dijamin asli, manfaat dan keamanannya.
3. Jika peserta JKN dan melakukan imunisasi dasar misalnya vaksin BCG, Hepatitis B, DPT, Polio dan Campak, pengadaan vaksin didasarkan pada Fornas dan e-catalog dari produsen dan distributor resmi, jadi asli dan aman
4. Ikuti program imunisasi ulang seperti DPT, Polio, Campak. Tanpa adanya vaksin palsu, imunisasi ini disarankan (harus) diulang. Jadi bagi yang khawatir, ikut saja imunisasi ini di posyandu dan puskesmas.
5. Diduga peredaran vaksin palsu tidak lebih dari 1% wilayah Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Ini relatif kecil secara jumlah vaksin yang beredar dan wilayah sebarannya.
6. Dikabarkan isi palsu itu campuran antara cairan infus dan gentacimin (obat antibiotik) dan setiap imunisasi dosisnya 0,5 CC. Dilihat dari isi dan jumlah dosisnya, vaksin palsu ini dampaknya relatif tidak membahayakan.
7. Karena vaksin palsu dibuat dengan cara yang tidak baik, maka kemungkinan timbulkan infeksi. Gejala infeksi ini bisa dilihat tidak lama setelah diimunisasikan. Jadi kalau sudah sekian lama tidak mengalami gejala infeksi setelah imunisasi bisa dipastikan aman. Bisa jadi anak Anda bukan diimunisasi dengan vaksin palsu, tetapi memang dengan vaksin asli.
Menkes mengaku tengah mendata rumah sakit atau fasilitas kesehatan mana saja yang memakai vaksin palsu itu. Dia mengaku belum tahu pasti di mana saja peredaran vaksin palsu tersebut karena pihaknya tengah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait hal itu.
“Vaksin itu sebenarnya sejak 2003 sudah ada yang ditangkap, sekarang sedang didata rumah sakit yang pakai,” kata Menkes di tengah acara Hari Anti Narkoba Internasional di Jl Cengkeh, Tamansari, Jakarta Barat, Minggu (26/6/2016). (mr/detik/cnn)