ChanelMuslim.com—Sekira seribu orang yang bergabung dalam Gerakan Kemanusiaan (GEMA) 212 merangsek ke kedutaan besar (Kedubes) Rusia dan Iran di Jakarta, Senin (19/12/2016).
Mereka menggeruduk kedua kantor kedubes tersebut lantaran kedua negara yang berbeda ideologinya itu ditengarai turut mengintervensi dan mendukung rezim Basyar Asad dalam perang saudara di Suriah yang kian memprihatinkan.
Kabar terakhir, krisis kemanusiaan terjadi di Aleppo dimana puluhan ribu warga sipil yang lemah terjebak dalam serangan udara dan darat yang dilancarkan pasukan Asad yang dibantu pasukan mitra koalisi Rusia dan Iran.
Krisis yang mendera warga sipil yang kebanyakan wanita dan anak-anak itu membuat dunia bersimpati, termasuk di Indonesia. Para demonstran yang membanjiri halaman depan kantor Kedubes Rusia berteriak agar perang dihentikan.
Saat perwakilan massa minta bertemu dengan Dubes Rusia untuk Indonesia, mereka tak diijinkan masuk oleh kepala bagian keamanan. Penolakan Dubes Rusia untuk menemui perwakilan massa menjadi tegang. Mereka menuding penolakan itu sebagai hinaan.
“Usir Dubes Rusia dari Indonesia!” teriak seorang orator dari mobil komando yang disambut teriakan yang sama dari peserta aksi. Akibat penolakannya itu, kemarahan massa pun memuncak. Beberapa orang meluapkan kemarahannya itu dengan menginjak-injak spanduk yang berisi foto-foto pemimpin Rusia Vladimir Putin, Presiden Iran Hasan Rouhani, serta Presiden Suriah Basyar Asad.
Tak puas dengan penolakan pertemuan tersebut, massa pun bergerak ke kantor Kedubes Iran dengan melakukan long march dari Jl. HR. Rasuna Said di Kuningan ke Jl. HOS Cokroaminoto di Menteng, Jakarta Pusat. Namun, karena waktu shalat Zhuhur telah tiba, para peserta aksi melaksanakan shalat berjamaah terlebih dahulu di sepanjang jalur lambat, di depan Kedubes Rusia.
Di depan kantor Kedubes Iran, massa meneriakkan seruan agar Rusia dan Iran tidak mencampuri perang di Suriah. Sesaat sebelum massa tiba di depan kantor tersebut, tampak empat mobil beriringan, yang diduga membawa Dubes Iran, meninggalkan kantor.
Mobil komando yang membawa tokoh-tokoh ormas Islam seperti Ketua Umum Wahdah Islamiyah KH Muhammad Zaitun Rasmin, Ustadz Ahmad Syuhada (Majelis Az-Zikra), Ustadz Ferry Nur (KISPA), Dr KH M Sarbini (HASMI), Abu Harits (FIPS) dan lainnya, mengultimatum jika Dubes Iran menolak menerima perwakilan demonstran, maka gerbang Kedubes akan didobrak.
Kewalahan menahan massa yang marah, akhirnya pihak Kedubes menerima perwakilan demonstran di dalam gedung kedutaan. Hanya saja Dubes Iran tak berada di tempat. Perwakilan massa meminta dan mendesak baik Rusia maupun Iran untuk tak membantu rezim Basyar Asad membantai rakyat Suriah.
Pihak Kedubes Iran berjanji menyampaikan hal ini kepada Dubesnya. “Usir Iran,” teriak massa yang mengetahui perwakilannya tak ditemui Dubes Iran. Meski marah, aksi massa ini berjalan tertib dan terkendali
Kunjungan Presiden Jokowi ke Iran Menyakiti Umat
Sementara itu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Azis Kahar Muzakkar menilai Presiden Joko Widodo telah menyakiti perasaan umat Islam terkait konflik di di Aleppo, Suriah. Putra tokoh Kahar Muzakkar itu menilai, Presiden yang berkunjung berkunjung ke Iran pada Selasa, 12 Desember lalu, menimbulkan kesan buruk terkait krisis di Aleppo.
“Indonesia jangan sampai kemudian terkesan netral saja atau jadi penonton saja terkait konflik di Aleppo. Kemarin Presiden Jokowi malah ke Iran dalam kondisi ketika Iran jelas-jelas secara nyata terlibat dalam pembantaian di Aleppo. Ini menyakiti hati umat Islam sebenarnya,” kata Azis usai mengikuti aksi solidaritas dan penggalangan dana untuk warga Aleppo, di Monumen Mandala Makassar, pada Senin, (19/12/2016)
Azis berpendapat, kunjungan Jokowi ke Iran juga bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kepala Negara tidak memperhatikan konstitusi tentang perikemanusiaan.
“Kunjungannya ke Iran tentu keliru. Sementara itu, jelas-jelas Iran itu ada dalam poros; poros tiga negara: Rusia, Iran, dan Cina dalam keadaan pembantaian. Malah Presiden ke sana. Itu, kan, melukai; melukai perasaan umat Islam,” ujarnya.
Ia berharap, pemerintah Indonesia dapat mengambil sikap tegas pada konflik di Aleppo. Indonesia juga harus menyampaikan aspirasi masyarakat kepada Dewan Keamanan PBB.
“Kemudian melakukan bantuan kemanusiaan secara langsung. Memang kita terikat dengan hukum internasional terkait keterlibatan pemerintah secara langsung. Tapi kalau bantuan kemanusiaan, setiap saat bisa dilakukan. Semestinya itu bisa dilakukan pemerintah Indonesia,” katanya. (mr/salam-online/viva)