SETIAP ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim terdapat ganjaran pahalnya. Namun, ada ibadah yang dilakukan pada saat-saat tertentu atau tempat-tempat tertentu yang pahalanya menjadi jauh lebih besar.
Contoh ibadah dengan pahala yang sangat besar yaitu, ketika kita beribadah di Masjidil Haram dan ketika kita pergi berjihad di jalan Allah SWT.
Antara ibadah di Masjidil Haram dengan amalan jihad, keduanya memiliki ganjaran pahala yang sangat besar. Namun, apakah kita bisa mendapatkan pahala berjihad dengan beribadah di Masjidil Haram?
Baca juga : Empat Tingkatan Jihad Menurut Ibnu Qayyim
Antara Ibadah di Masjidil Haram dengan Amalan Jihad
Sebuah kisah menarik terukir di tahun 170-an Hijriyah. Seorang ulama besar, Abdullah bin Mubarak menulis sebuah surat pribadi.
Surat itu ditujukan kepada sahabat karibnya yang juga seorang ulama, Fudhail bin Iyadh, seorang ulama yang menghabiskan tahunan hidupnya untuk melayani kesibukan di Masjidil Haram.
Ketika surat itu berada di hadapan Fudhail, ia pun membacanya:
Wahai ahli ibadah di dua tanah haram
Seandainya Anda melihat kami, niscaya Anda akan tahu bahwa ibadah Anda hanyalah main-main saja.
Kalian membasahi pipi dengan linangan air mata, sementara kami membasahi leher kami dengan kucuran darah.
Kalian membuat lelah kuda-kuda dengan kesia-siaan, sementara kuda-kuda kami bersusah payah di medan pertempuran.
Aroma untuk kalian adalah semerbak wewangian, sementara kami terkepung dalam aroma kepulan debu dan pasir
Bukankah telah datang kepada kita sebuah nasihat dari teladan mulia: tidaklah sama debu-debu kuda di jalan Allah yang menempel di hidung seseorang dan kobaran asap dan api yang menyala-nyala
Simaklah Kitabullah yang berbicara di antara kita: orang mati syahid itu tidaklah mati. Dan ini bukanlah kedustaan….
Sesaat setelah itu, wajah Fudhail bin Iyadh berlinangkan air mata. Dia berujar, “Engkau benar wahai Abu Abdurrahman (Abdullah bin Mubarak). Aku memahami nasihatmu.”
Fudhail pun membalas surat sahabat sekampungnya di tanah Khurasan itu dengan kutipan sebuah hadits Rasulullah saw.
“Perumpamaan (pahala) mujahid di jalan Allah bagaikan seorang yang berpuasa, shalat malam, berdzikir, membaca Alquran, dan ia tidak pernah berhenti melakukan itu hingga sang mujahid kembali dari medan jihad.” (Fiqhussunnah, Sayid Sabiq, hal. 631)
***
Tak seorang pun dari kita yang mampu menyaingi ibadahnya seorang Fudhail bin Iyadh. Hari dan malamnya terisi untuk ibadah dan pelayanan untuk kesibukan umat Islam di Masjidil Haram.
Sedikit pun ia tidak mau menerima hadiah dari para raja dan bangsawan yang simpati dengan beliau karena hidup dalam kesederhanaan.
Dan ia pun terkejut dengan ‘sentilan’ sahabatnya, Abdullah bin Mubarak. Semua yang ia lakukan itu tidaklah berarti apa-apa dengan kesibukan jihad.
Sebuah kesibukan yang saat ini nyaris tak terbersit dalam hati umat Islam. [mrr]