ChanelMuslim.com – Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bekasi menemukan tindak asusila yang melibatkan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Cikarang Selatan. Hal ini diungkapkan KPAD Kabupaten Bekasi Muhammad Rozak.
"Temuan itu sebetulnya berasal dari laporan guru di salah satu SMP di Cikarang Selatan. Tindakan asusila ini dilakukan melalui grup aplikasi chating Whatsapp bernama “All Stars”,"katanya saat dihubungi ChanelMuslim.com, Selasa (9/10/2018).
Ini ketahuannya, kata Rozak, saat salah satu anggota grup kena razia oleh guru lalu diambil telepon selulernya. Saat diambil, sang murid tidak mau membuka isi ponsel itu, tapi setelah dipaksa, akhirnya dibuka dan terbongkar itu grup.
"Di dalam grup, para siswa saling bertukar video porno, provokasi tawuran hingga ajakan berhubungan badan. Setelah ditelusuri, dari grup itu terdiri dari 24 siswa dan siswi yang masih duduk di kelas IX. 10 orang siswi dan 14 lelaki. Setelah ketahuan, anggota grup membubarkan diri," tambahnya.
Setelah mendengar pengakuan guru dari salah satu SMP di Cikarang Selatan, KPAD Bekasi langsung mendatangi sekolah tersebut.
"Saat kami tindak lanjut dengan sekolah, tiga orang lelaki dari grup tersebut dipindahkan dari sekolah. Mengingat mereka adalah provokator membuat onar dan sering ngomong jorok. Satu orang berhenti, sisanya masih bertahan di sekolah itu dengan syarat harus dibina oleh guru bimbingan konseling," katanya.
Dalam hal pembinaan tersebut, kata Rozak, sekolah memberikan sanksi dan peraturan ke siswa yang bertahan.
"Mereka diharuskan melapor setiap datang dan pulang ke sekolah ke guru bimbingan konseling. Ditambah lagi, mereka diharuskan sholat Dhuha dan sholat berjamaah di masjid. Jadi ini terus rutin dilakukan sampai mereka lulus ujian nasional," katanya.
Rozak menambahkan, SMP di Cikarang Selatan tidak separah di Tambun Selatan.
"Kalau di Tambun Selatan kami menemukan sampai ada siswi yang kecanduan seks bebas. Ini sedang kami tangani agar tidak terlalu jauh,"katanya.
Pesan KPAD Kabupaten Bekasi
Kasus seperti ini sebetulnya sudah hal sering dilihat oleh Rozak dan masih ada yang lebih parah lagi. Untuk itu, ia selalu berpesan kepada pihak orangtua khususnya, agar selalu berkomunikasi dengan anak.
Salah satunya adalah dengan mengontrol ponsel anak. Rozak mencontohkan, saat melakukan inspeksi ke sekolah di Cikarang Selatan ia mendapati ponsel anak-anak itu dikunci.
"Kami tanya, selama ini orangtua tahu membuka kunci ponsel? Apakah orangtua tidak pernah mengecek dan bertanya?"
"Mereka semua menjawab tidak pernah mengecek dan bertanya. Inilah yang membuat perilaku mereka di luar batas. Saya sih sudah terbiasa melihat itu. Sekarang, pihak keluarga orangtua dan sekolah harus punya tanggung jawab bersama. Anak-anak ini, kalau di rumah baik, tapi kalau di luar dan ketemu tawuran bandelnya luar biasa," katanya.
Menurut Rozak, dari data laporan yang masuk ke KPAD Kabupaten Bekasi, baik dari masyarakat, media massa, dari institusi bahwa sumber anak menjadi nakal, seks bebas, dan asusila adalah berasal dari ponsel.
"Sebetulnya kalau ingin dibatasi tidak bisa karena ponsel itu hak pribadi setiap orang. Kecuali kalau Dinas Pendidikan dengan Permendikbud no. 82 tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan membuat aturan terkait hal itu," tambahnya.
Tinggal bagaimana dinas, sekolah, dan daerahnya mau menerima aturan tersebut karena, kata Rozak, payung hukum sudah ada.
"Kalau dibuat perda mengenai pengawasan anak itu bisa," ujarnya.
Jika tidak ditindaklanjuti oleh orangtua, hal ini akan semakin luas.
"Karena perkembangan akses teknologi semakin luas dan perlu diawasi karena arus informasi begitu cepat. Contohnya dalam hal tawuran, kalau dulu hanya antar sekolah. Berbeda sekarang, gabungan sekolah menyerang sebuah sekolah. Begitu juga seks bebas ,orangtua harus sering bangun komunikasi dengan anak," pesannya.
Bangun Komunikasi dengan Anak
Menurutnya ketika orangtua memberikan ponsel itu bertujuan agar orangtua dan anak komunikasinya terbangun. Namun, faktanya tidak demikian.
"Orangtua hanya berkomunikasi lewat telepon saja. Bahkan jarang menanyakan keadaan anak. Ini namanya komunikasi tidak terlihat. Kecuali, kalau video call bisa kelihatan tapi isi ponsel anak-anaknya orangtua kan nggak tahu," katanya.
Maka dari itu, orangtua harus sering berkomunikasi dan menasihati anak agar menggunakan ponsel secara sehat dan bijak.
"Sehingga anak bisa menempatkan diri untuk menggunakan sebaiknya-baiknya," katanya.
Bangun Komunikasi dengan Sekolah
Ia juga menambahkan agar orangtua membangun komunikasi dengan sekolah agar bisa memonitor anak-anaknya.
"Jadi ada kasus, selama ini orangtua tahu anaknya pergi ke sekolah tetapi faktanya ia tidak masuk sekolah. Kasus ini sering terjadi jika orangtua tidak bangun komunikasi dengan sekolah. Bila terjadi komunikasi antara orangtua, guru, aparatur pastinya tidak terjadi hal demikian," tambahnya.
Misal, kata Rozak, dengan membuat grup whatsapp, orangtua bisa bertanya apakah anak sudah berada di sekolah atau belum, anak sudah pulang, atau orangtua bisa menanyakan kegiatan selama setahun di sekolah.
Bangun Komunikasi dengan Lingkungan di Sekitar Rumah
Lingkungan sekitar rumah adalah bagian yang juga penting untuk dikomunikasikan. Lingkungan sekitar rumah yang baik pastinya akan membuat anak-anak akan menjadi karakter yang soleh-solehah.
"Selain membangun komunikasi juga melakukan pengawasan. Kita menemukan temuan anak yang melakukan sodomi karena melihat video yang diberikan oleh kawannya. Mereka lalu terdorong dan melakukannya di pos ronda dan di lingkungan rumah. Yang terdekat saja mereka tidak tahu, apalagi di luar?"sindir Rozak.
Selain membangun komunikasi dan pengawasan, orangtua juga membatasi jam bermain anak.
"Jangan mengizinkan keluar lebih dari jam delapan malam. Kami ada kejadian anak keluar jam 9 malam untuk menghadiri ulang tahun kawannya. Karena keasyikan mengobrol, tak terasa sudah jam satu malam. Ketika anak itu pulang dari rumah kawannya, ia berpapasan dengan begal dan dibacok," cerita Rozak.
Sebetulnya, anak itu pasti menuruti apa yang dikatakan oleh orangtua. Asal sering berkomunikasi dan adanya pengontrolan. Bila di luar rumah bagaimana? Nasihati anak untuk curhat dengan guru bimbingan konseling jika di sekolah.
"Jangan ke kawan-kawannya. Kita kan tidak tahu apakah kawannya itu menjerumuskan dia ke kebaikan atau ke kejahatan," katanya.
Rozak juga menganjurkan agar orangtua mendorong anaknya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Agar anak bisa berkegiatan yang baik dan mengembangkan kemampuannya.
"Kan banyak kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, seperti Paskibra, OSIS, Pramuka, dan sebagainya," kata Rozak.
Rozak juga menyampaikan agar orangtua membuat forum anak bersama orangtua yang berada di sekitar rumah. Dengan begitu, kata Rozak, anak-anak bisa berkembang dalam hal positif.
"Jadi mereka bisa belajar mengembangkan dirinya di luar sekolah. Seperti di lingkungan rumah, sepulang sekolah mereka bisa belajar kelompok dengan anak-anak di sekitar rumah. Ditambah lagi mengadakan hiburan untuk anak-anak sekitar rumah," tambahnya.
Terakhir, Rozak mengimbau agar orangtua juga mengetahui aktivitas anak di luar rumah. Seperti apakah anak mendukung kesebelasan bola tertentu.
"Orangtua harus tahu pendukung suporter bola anak, apakah Persib atau Persija. Kasus yang baru ini, pemukulnya kan anak-anak," katanya.
Jadi, dengan mengetahui anak-anak pendukung supporter kesebelasan bola apa, orangtua bisa menasihati agar anak tidak fanatisme berlebihan.
"Seperti mengarah kekerasan. Bila sampai anak itu memukul dan terjadi pembunuhan pastinya orangtua baru sadar rasanya kehilangan dan menyesal karena tidak mencegah anak," pungkasnya. (Ilham)