• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Rabu, 14 Mei, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Berita

Diskusi Komisi Kumdang MUI Soroti Kedudukan SKB 3 Menteri Soal Seragam

Februari 21, 2021
in Berita
Diskusi Komisi Kumdang MUI Soroti Kedudukan SKB 3 Menteri Soal Seragam
73
SHARES
564
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
ADVERTISEMENT

ChanelMuslim.com – Keberadaan SKB 3 Menteri Soal Atribut Keagamaan Seragam Sekolah masih menjadi polemik. Apakah SKB masuk dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia atau tidak. Hal inilah yang menjadi topik diskusi Komisi Hukum dan HAM MUI Pusat, Kamis (19/2) secara virtual.

Diskusi yang diikuti 200 lebih peserta ini dibuka Wakil Ketua Umum MUI KH. Marsudi Syuhud. Sementara pembicara terdiri dari tiga orang yaitu Mantan Ketua Komisi Yudisial Prof Aidul Fitriciada Azhari,  guru besar hukum Universitas Parahyangan Prof Asep Warian Yusuf, dan mantan Dirjen PP Kemenkumham Dr Wicipto Setiadi . Wakil Sekjen Komisi Hukum dan HAM MUI Aulia Khasanova menjadi moderator dalam diskusi ini.

Saat membuka diskusi, Kiai Marsudi Syuhud menyoroti bagaimana agar hukum selain berisi kemaslahatan materi, juga kemaslahatan ruhani. Beliau juga mengomentari apakah SKB memang diperlukan dan bila dibutuhkan, bagaimana bentuk yang paling maslahat.

“Ini yang harus didiskusikan di dalam diskusi kali ini, agar bertemu rumusan yang tepat, sehingga SKB tiga menteri ini nantinya tidak seperti aturan karet yang bisa ditarik ke kanan ke kiri semaunya sendiri,” ujarnya, Kamis (18/02) secara virtual.

Prof Aidul Fitriciada Azhar menyoroti posisi SKB secara mendalam. Dia melihat bahwa sejak lama, SKB ini memang dipersoalkan kedudukannya. Dari sisi nomenklatur (penamaan), SKB ini semestinya menyangkut hal administratif yang sifatnya penetapan. Namun yang terjadi, SKB malah menjadi semacam peraturan. Padahal, umumnya, seperti yang ada di daerah, nomenklatur peraturan adalah peraturan. Sementara nomenklatur keputusan adalah hasil dari penetapan, bukan peraturan.

“Ada tiga jenis peraturan, peraturan perundang-undangan, peraturan kebijakan, dan penetapan keputusan. Peraturan UU masuk dalam legislasi/peraturan, sementara peraturan kebijakan, masuk dalam administrasi berupa keputusan atau penetapan. Apakah SKB ini masuk peraturan perundang-undangan atau peraturan kebijakan?” ujarnya.

Dikatakannya, peraturan perundang-undangan mengikat secara umum. Sementara peraturan kebijakan hanya mengikat kepada badan penyelenggara pemerintah, tidak mengikat secara umum. Peraturan kebijakan ini bisa berbentuk pedoman pelaksanaan sesuatu dan hanya mengikat lembaga/badan di bawahnya.

Menurut guru besar Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ini, polemik kedudukan SKB ini sebenarnya sudah lama ada. Pada 2011, ada uji materiil yang diajukan ke Mahkamah Agung terkait SKB Komisi Yudisial dan MA tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dari sepuluh kode etik yang ada di situ, dua di antaranya dianggap bermasalah karena menyangkut kewenangan kemandirian peradilan.

“Membaca status SKB-nya, kelihatan bahwa Kementerian Agama semestinya tidak masuk di dalam kewenangan di sekolah untuk seragam ini, karena yang bermasalah ini sekolah non-agama, sekolah di bawah dinas, bukan di bawah Kementerian Agama,” ungkapnya.

Selain polemik di tingkat pusat, lanjut dia, SKB sendiri menghadapi masalah dengan kedudukan peraturan daerah. Sebab, untuk masalah pendidikan, kata dia, sudah selayaknya diserahkan kepada peraturan daerah. Bagaimana batas antara kewenangan daerah dan pusat ini harus diperjelas.

“Pendidikan adalah urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh daerah dan merupakan enam dari urusan yang menjadi urusan pelayanan dasar. Itu wajib dilaksanakan dan merupakan pelayanan dasar. Maka pendidikan itu adalah kewenangan daerah yang dikelola dinas pendidikan, apakah pusat bisa mencampuri, nah ini persoalan yang sering muncul, biasanya ada standar pelayanan minimum yang ditetapkan pusat. Persoalannya, apakah seragam masuk ke dalam itu?, kata dia mempertanyakan. [ah/rilis]

Tags: diskusimentertimuipakaianskb
Previous Post

Aas Terus Keliling Jajakan Sayur, Supaya Dapur Tetap Mengebul

Next Post

Pakistan Sebut RUU Anti Muslim Prancis Diskriminatif

Next Post
Pakistan Sebut RUU Anti Muslim Prancis Diskriminatif

Pakistan Sebut RUU Anti Muslim Prancis Diskriminatif

AS Tekan China Terkait Hak Muslim Uyghur dengan RUU Perdagangan Baru

AS Tekan China Terkait Hak Muslim Uyghur dengan RUU Perdagangan Baru

Kewajiban Muslimah terhadap Dirinya

Kewajiban Muslimah terhadap Dirinya

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga