ChanelMuslim.com– Sosok ibu menjadi begitu terkenang oleh siapa pun di bulan Desember. Ya, hari Ibu, bisa dibilang sebagai hadiah kecil untuk seorang yang berjasa sangat besar. Terima kasih, Ibu!
Sebagai ibu biasa saja sudah sangat merepotkan, mengorbankan tenaga, perhatian, emosi dan pikiran. Terlebih lagi jika Allah menempatkan sosok ibu mulia ini pada titik yang begitu tinggi dengan ujian yang sangat berat.
Salah satu ujian beratnya adalah ketika ibu menghadapi putera-puterinya yang tidak biasa. Tidak mengalami proses perkembangan yang normal: bayi, balita, kecil, remaja, muda; dengan jalur perkembangan seperti umumnya.
Tidak sedikit, di antara ibu-ibu mulia tersebut, memiliki buah hati yang (maaf) cacat. Fisik atau mental. Atau kedua-duanya. Jadilah proses dan beban asuhnya menjadi berlipat dari biasanya.
Baca Juga: Terimakasih Para Pejuang
Terima Kasih, Ibu!
Belum lagi beban emosi ibu ketika lingkungan sekitar memberikan reaksi negatif terhadap kehadiran buah hatinya. Dari dalam diri sudah terpampang beban yang begitu berat. Dan, dari luar pun ikut menambah beban itu kian sangat berat.
Kalau umumnya ibu-ibu mengobati beratnya beban terhadap anak-anak mereka dengan harapan masa depan anak-anak, tidak begitu dengan ibu-ibu beranak cacat ini. Harapan anak-anak bisa sembuh dan mandiri saja sudah menjadi hadiah yang sangat mahal.
Itu pun kalau hanya satu anaknya yang menjadi ujian berat ibu. Tentu akan lebih berat lagi jika lebih dari satu anak yang mengalami hal yang sama. “Allahu Akbar! Allahu Akbar!”
Jika anak-anak normal yang diasuh ibu kelak akan besar, mandiri, dan menjadi penopang masa depan ibu, bagaimana dengan yang ini. Masihkah ibu yang akan menemui usia tua dengan tenaga yang tidak lagi prima di saat muda, akan tetap “lurus” memberikan asuhan yang optimal untuk anak-anak mereka.
Seperti itulah di antara campur aduk rasa dan pikiran ibu. Tak ada hal lain yang para ibu sandarkan untuk bisa menopang stamina asuhnya ini, kecuali doa. Walaupun hasilnya akan menjadi barang ajaib yang langka terjadi.
Ibu, kalau bisa memilih, tentu mereka akan hanya menerima bayi-bayi sehat yang akan ia asuh dengan penuh suka cita. Namun, alur dunia ini bukan rel kereta yang selalu lurus yang tak akan pernah ada belokan dan tanjakan.
Inilah hidup, dan inilah lahan penuh ujian. Kalau saja anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus itu bisa mengungkapkan rasa kepada ibu. Tentu, mereka akan senantiasa berujar, “Terima kasih, Ibu. Terima kasih, Ibu. Terima kasih, ibu. Hanya Allah yang mampu memberikan hadiah sepadan untukmu!” (mh)