ChanelMuslim.com – Manajemen konflik dalam kolaborasi pengasuhan ini ditulis oleh @frd.lia. Mengasuh anak dengan baik tentu menjadi dambaan setiap pasangan suami istri.
Hal ini karena anak yang Allah hadirkan dalam pernikahan mereka pasti diharapkan menjadi generasi penerus dan kebanggaan keluarga.
Namun ada kesimpulan menarik yang disampaikan oleh salah seorang pakar parenting, Ustaz Bendri Jaisyurrahman.
Ia mengatakan bahwa mayoritas anak-anak yang bermasalah adalah anak-anak yang tidak memiliki persepsi yang baik tentang orangtuanya.
Mereka diasuh oleh Ibu yang memiliki emosi negatif akibat dari tidak terselesaikannya masalah antara dia dan suaminya. Artinya, emosi negatif Ibu sebagai orang tua dilampiaskan ke anak.
“Kamu ganteng sih kayak Bapak kamu, tapi jangan pelit kayak Bapak kamu, ya. Pelitnya Bapak kamu dari dulu tuh ngeselin.”
Itu adalah salah satu contoh emosi negatif Ibu yang dituangkan ke anak. Mereka yang dibesarkan dengan curhatan-curhatan Ibu seperti ini, atau pelampiasan lain berupa omelan sehari-hari yang tidak jelas akan tumbuh menjadi anak yang tidak baik.
Di samping itu, akan menjadikan anak tersebut tidak menaruh hormat kepada ayahnya.
Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَا لْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَا تُهٗ بِاِ ذْنِ رَبِّهٖ ۚ وَا لَّذِيْ خَبُثَ لَا يَخْرُجُ اِلَّا نَكِدًا ۗ …
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya tumbuh merana..” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 58)
Siapakah yang dimaksudkan dengan tanah? Tanah dalam ayat ini bisa dimaksudkan sebagai Ibu. Karena tanah dalam ayat lain di Al Qur’an juga merujuk kepada perempuan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
نِسَآ ؤُكُمْ حَرْثٌ لَّـكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ ….
“Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai…” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 223)
Dalam Al Baqarah ayat 223, tanah disebut sebagai “harts” sedangkan dalam Al A’raf ayat 58 disebut sebagai “balad“. Kedua-duanya memiliki makna yang sama yaitu tanah, harts dalam arti sempit, sedangkan balad dalam arti luas.
Istri atau ibu sebagai perumpamaan tanah yang memengaruhi kualitas tanaman ini tak lain adalah agar umat Islam sadar bahwa menjaga kualitas emosi Ibu adalah kunci kebahagiaan pengasuhan anak.
Selain itu, karena tugas utama pengasuhan berada di bawah seorang ibu.
Merendahkan pasangan di hadapan anak adalah pemicu petaka.
Untuk mencegah hal tersebut dilakukan oleh seorang Ibu tanpa ia sadari, skill mengelola konflik dengan pasangan sangatlah diperlukan dalam menciptakan kolaborasi pengasuhan.
Kunci dalam mengelola konflik adalah saling memahami lalu ridho.
Baca Juga: Pengasuhan itu Diwariskan
Manajemen Konflik dalam Kolaborasi Pengasuhan
Sebagaimana dulu ketika Siti Hajar harus ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim pergi menunaikan tugas dakwah ke Syams, di tempat yang sangat sepi dan asing kala itu yaitu Mekkah.
Sebagaimana firman Allah:
رَبَّنَاۤ اِنِّيْۤ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَا دٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ ۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوْا الصَّلٰوةَ فَا جْعَلْ اَ فْـئِدَةً مِّنَ النَّا سِ تَهْوِيْۤ اِلَيْهِمْ وَا رْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati.
“Ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
(QS. Ibrahim 14: Ayat 37)
Hajar seketika sempat merasa kesal dan panik, “Benarkah kau akan meninggalkan kami di tempat ini?”
Ibrahim tidak bisa menjawab karena beliau pun berat untuk meninggalkan istri dan anaknya.
Allah kemudian menurunkan insight/hidayah kepadanya sehingga ia kembali bertanya, “Apakah Allah yang memerintahkan engkau atas hal ini?”
Nabi Ibrahim mengangguk sambil menjawab, “Ya.”
Maka keluarlah kalimat dari Hajar, “Berangkatlah suamiku, jika Allah yang menyuruh engkau, niscaya Allah tidak akan menyia-nyiakan kami. Aku ridho.”
Maka ridho terhadap pasangan adalah kunci dalam kolaborasi pengasuhan anak sehingga tidak akan ada lagi anak-anak yang diasuh di bawah emosi negatif ibunya.
Dalam sebuah riwayat, Ismail pernah bertanya kepada ibunya, “Siapakah ayahku, wahai Ibu?”
Maka jawaban seorang istri yang ridho walaupun ditinggalkan suaminya dalam kekurangan adalah,
“Sesungguhnya Bapakmu seorang Nabi yang jujur dan dia adalah pemimpin orang-orang yang bertauhid.”
Kepada pasangan yang sudah bercerai sekalipun, salah satu adab yang sering dilanggar dalam pengasuhan anak padahal sangat diperhatikan dalam agama Islam adalah perihal membangun branding pasangan di hadapan anak ini.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
… ۗ وَ لَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۗ …
“…Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu…” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 237)
MasyaAllah. Semoga bisa memberikan hikmah dalam memperbaiki diri. Wallahu a’lam.[ind]
Sumber: Grup Princess