Kado Ied Dari Nabi Oleh : Budi Ashari, Lc.
Chanelmuslim.com – Umat Islam merayakan dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha. Berikut ini adalah tulisan Ustadz Budi Ashari, Lc mengenai Idul Adha dan Hari Tasyrik.
Dalam setahun ada 5 hari yang diharamkan puasa; ‘Idul Fitri (1 Syawal), ‘Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan 3 hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah). Pengharaman itu sebagaimana yang disabdakan Nabi dalam dua hadits berikut ini:
Baca Juga: Belajar Berpikir Kontributif dari Nabi Ibrahim
Kado Ied Dari Nabi
Dari Abu Said al Khudry radhiallahu anhu berkata:
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang puasa dua hari; Idul Fitri dan Idul Adha.” (Muttafaq Alaih)
Dari Aisyah dan Ibnu Umar radhiallahu anhuma keduanya berkata:
“Tidak diizinkan pada hari-hari Tasyriq untuk berpuasa kecuali bagi yang tidak mempunyai hadyu.” (HR. Bukhari)
Inilah syariat yang penuh hikmah itu. Jika diharamkan puasa, artinya kita diminta untuk makan dan minum. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah,
“Hari-Hari Tasyriq adalah hari-hari makan, minum dan dzikir.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat Ad Daruquthni dari Abdullah bin Hudzafah As Sahmi ada tambahan dalam riwayat tersebut,
“Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan, minum dan bercampur suami istri.”
Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu sampai harus mengumumkan hal ini di hadapan kumpulan muslimin di Mina, sebagaimana yang riwayat yang dinukil oleh Asy Syaukani dalam Nailul Author,
Dari Ibnu Mas’ud bin al Hakam dari ibunya, bahwasanya saat ia sedang di Mina di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, melihat sekumpulan orang yang berkata dengan suara keras:
Wahai manusia, sesungguhnya ini adalah hari-hari makan, minum, wanita, bercampur suami istri dan dzikir.
Dia (ibunya Ibnu Mas’ud bin Al Hakam) bertanya: Siapa itu?
Para sahabat menjawab: Ali bin Abi Thalib.
Sahabat Nabi mencontohkan bahwa kesenangan itu tak hanya dinikmati sendiri oleh keluarga. Tapi mereka berbagai bahagia itu dengan para tetangganya. Seperti semangat yang dimiliki oleh Abu Burdah di pagi Idul Adha.
Abu Burdah berkata, “Aku tahu hari ini adalah hari makan, minum. Maka aku makan dan memberi makanan untuk keluargaku dan para tetanggaku.” (HR. Bukhari)
Begitulah, dua hari raya dan tiga hari Tasyriq merupakan hari bersenang bagi muslimin, keluarga dan masyarakat mereka. Hari yang diperintahkan langsung oleh Nabi untuk makan, minum, bercampur suami istri dan berdzikir.
Sehingga diperintahkan oleh syariat agar para kepala rumah tangga melapangkan keadaan dengan berbagai hal yang menyenangkan bagi seluruh anggota keluarganya di hari-hari tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari,
“Disyariatkannya melapangkan (kesenangan) untuk keluarga pada hari-hari raya dengan berbagai hal yang membuat kenyamanan jiwa, peristirahatan badan dari beban ibadah….
Dan bahwa menampakkan kebahagiaan di hari-hari raya adalah merupakan syiar agama.”
Roghib Al Ashbahani menegaskan,
“Hari raya digunakan untuk bersenang di sepanjang harinya.” (Lihat Mirqoth al Mafatih, Al Mulla Al Qory)
Dengan demikian, hari raya dan hari-hari Tasyriq adalah merupakan hari istimewa bagi muslimin. Di mana disyariatkan pada 5 hari tersebut untuk bersenangnya keluarga muslim. Kepala rumah tangga diperintahkan untuk menfasilitasi hal tersebut. Tentu, jika ini dilakukan akan menjadi amal shaleh baginya.
Aktivitas kesenangan yang disebutkan Nabi adalah: Makan, Minum, Bercampur suami istri dan Dzikir. Tetapi secara umum seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar, apapun bentuk kesenangan dan kenyamanan adalah merupakan syariat di hari-hari tersebut.
Sepanjang hari-hari tersebut harus menjadi waktu-waktu yang menyenangkan dan membahagiakan. Tak hanya bagi diri dan keluarganya, tetapi hingga tetangga dan para kerabat.
Di sinilah indahnya Islam. Syariat yang tak hanya membebani dengan ibadah yang berat seperti shalat, puasa dan zakat. Tetapi juga memerintahkan untuk bersenang-senang dan bahkan tidak membolehkan untuk melakukan ibadah yang akan mengganggu kesenangan tersebut. Karena memang waktunya bersenang. Walaupun tetap ada perintah untuk berdzikir.
Perintah untuk berdzikir merupakan aktifitas lisan yang tidak mengganggu kesenangan hari-hari itu. Karena seseorang tetap bisa mengucapkan kalimat thayyibah sambil bermain. Dan dzikir tetap diperintahkan agar permainan yang cenderung melalaikan tidak melarutkan kita dalam kelalaian tanpa batas.
Rasulullah meletakkan kata dzikir pada kata yang terakhir dari rangkaian kesenangan. Agar menjadi pelajaran bahwa semua kesenangan itu dilakukan untuk akhirnya bisa menguatkan kembali dzikir dan ibadah selanjutnya. Dan itulah fungsi istirahat dalam kehidupan orang beriman. Berhenti sejenak di taman kenyamanan untuk menghirup semangat agar perjalanan ibadah selanjutnya semakin menggelora.
Ada pelajaran yang sering terlewatkan pada tema ini. Padahal hal ini sangatlah penting bagi keluarga muslim. Yaitu, jika ibadah seperti puasa -dan itu berat terutama bagi anak-anak- adalah merupakan perintah syariat, maka makan-makan, minum-minum dan kesenangan yang lainnya juga merupakan perintah syariat.
Jadi para ayah dan bunda, bawalah kejutan kado berisi sandal atau sepatu baru atau pakaian baru atau hadiah lain untuk sang buah hati. Serahkan, suruh mereka membukanya dan saksikan ekspresi kesenangan di wajah mereka. Kemudian katakan: Nak, ini kado dari Nabi kalian. Karena ayah dan bunda memberikan kado ini atas perintah beliau. Dan setelah ini kita akan jalan-jalan, karena Nabi juga memerintahkan untuk itu. Islam itu indah ya, Nak…
Semoga tertanam dan hadir di hati anak-anak kita kedekatan, kebanggaan dan kenyamanan terhadap agamanya.