ChanelMuslim.com – Bermazhab bagi orang awam, apakah wajib? Apakah kita harus bermazhab? Dan apakah jika kita sudah menggunakan satu mazhab tidak boleh pakai mazhab yang lainya? Bagaimana jika tidak bermazhab?
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan bahwa di antara manusia ada yang disebut orang awam (Al ‘Amiy) yaitu orang yang tidak ada kemampuan untuk berijtihad sendiri, karena tidak memiliki seperangkat ilmu tentang bagaimana berijtihad.
Para ulama menegaskan bahwa orang awam tidaklah memiliki mazhab (al’ Amiy laa madzhaba lahu). Seseorang dikatakan bermazhab “Fulani” jika dia paham bagaimana sejarah mazhab Imam Fulan tersebut,
perkembangannya, penyebarannya, tokoh-tokohnya, konsep fiqihnya, metode ijtihadnya, dan kitab-kitabnya yang standar.
Tentu ini berat bagi orang awam. Maka, perkataan sebagian orang awam: “Saya ini bermazhab Fulani” hanyalah klaim dan boleh diabaikan.
Namun demikian, mereka tetap mesti memilih atau mengikuti salah satu mazhab dengan bimbingan ulama yang dia tanyakan.
Sehingga mazhabnya orang awam adalah jawaban ulama semasanya yang mengarahkan mereka, atau ulama yang menjadi tempat mereka bertanya.
Baca Juga: Mengenal Perkembangan Mazhab Imam Syafi’i (1)
Ini Penjelasan tentang Mazhab bagi Orang Awam yang Perlu Sahabat Muslim Ketahui
Dalam Tuhfatul Muhtaj, Imam Ibnu Hajar Al Haitami Rahimahullah mengatakan:
مَعْنَاهُ مَا عَبَّرَ بِهِ الْمَحَلِّيُّ فِي شَرْحِ جَمْعِ الْجَوَامِعِ بِقَوْلِهِ وَقِيلَ لَا يَلْزَمُهُ الْتِزَامُ مَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ فَلَهُ أَنْ يَأْخُذَ فِيمَا يَقَعُ لَهُ بِهَذَا الْمَذْهَبِ تَارَةً وَبِغَيْرِهِ أُخْرَى
Artinya, seperti yang dijelaskan oleh Al dalam Jam’ul Jawami’, dikatakan bahwa tidaklah wajib bagi orang awam mengikuti satu madzhab secara khusus, tapi hendaknya dia mengambil satu pendapat mazhab dalam satu waktu, dan mengambil mazhab lain di waktu lainnya.
Syaikh Walid bin Rasyid As Su’aidan mengutip dari Imam ‘Izzuddin bin Abdissalam Rahimahullah, pemuka mazhab Syafi’i yang dijuluki Sulthanul ‘Ulama di masanya:
يجوز تقليد كل واحدٍ من الأئمة الأربعة رضي الله عنهم ، ويجوز لكل واحدٍ أن يقلد واحداً منهم في مسألة ويقلد إماماً آخر منهم في مسألة أخرى ، ولا يجوز تتبع الرخص
Diperbolehkan taklid terhadap salah satu imam mazhab yang empat, dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari pendapat mereka dalam satu masalah dan mengikuti pendapat imam lainnya dalam masalah yang lain, namun tidak diperkenankan mencari-cari rukhshah (yang gampang-gampang).
Syaikh Abdul Fattah Rawwah Al Makki menjelaskan:
(انه) يجوز تقليد كل واحد من الآئمة الآربعة رضي الله عنهم ويجوز لكل واحد آن يقلد واحدا منهم فى مسالة ويقلد اماما آخر في مسالة آخرى ولا يتعين تقليد واحد بعينه في كل المسائل
Bahwa sesungguhnya diperbolehkan taklid terhadap salah satu imam mazhab yang empat, dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari mereka dalam satu masalah dan mengikuti imam lainnya dalam masalah yang lain.
Tidak ada ketentuan yang mengharuskan mengikuti satu mazhab dalam semua masalah.
Imam Ibnul Qayyim Al Hambali Rahimahullah menjelaskan:
بَلْ لَا يَصِحُّ لِلْعَامِّيِّ مَذْهَبٌ وَلَوْ تَمَذْهَبَ بِهِ؛ فَالْعَامِّيُّ لَا مَذْهَبَ لَهُ؛ لِأَنَّ الْمَذْهَبَ إنَّمَا يَكُونُ لِمَنْ لَهُ نَوْعُ نَظَرٍ وَاسْتِدْلَالٍ، وَيَكُونُ بَصِيرًا بِالْمَذَاهِبِ عَلَى حَسْبِهِ، أَوْ لِمَنْ قَرَأَ كِتَابًا فِي فُرُوعِ ذَلِكَ الْمَذْهَبِ وَعَرَفَ فَتَاوَى إمَامِهِ وَأَقْوَالَهُ، وَأَمَّا مَنْ لَمْ يَتَأَهَّلْ لِذَلِكَ أَلْبَتَّةَ
بَلْ قَالَ: أَنَا شَافِعِيٌّ، أَوْ حَنْبَلِيٌّ، أَوْ غَيْرُ ذَلِكَ؛ لَمْ يَصِرْ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ الْقَوْلِ، كَمَا لَوْ قَالَ: أَنَا فَقِيهٌ، أَوْ نَحْوِيٌّ، أَوْ كَاتِبٌ، لَمْ يَصِرْ كَذَلِكَ بِمُجَرَّدِ قَوْلِهِ.
“Bahkan tidak sah bagi orang awam untuk bermazhab karena orang awam itu tidak punya mazhab karena orang yang disebut bermazhab mesti memahami bagaimana menganalisa dan berdalil, dia mengetahui berbagai mazhab, atau bagi yang membaca persoalan cabang di sebuah mazhab, mengetahui fatwa imamnya dan berbagai pendapatnya.
Sedangkan orang yang tidak ada keahlian tentang ini sama sekali, lalu dia berkata: saya ini Syafi’i, saya ini Hambali, atau lainnya, maka tidaklah terwujud hanya dengan semata-mata ucapan. Sama seperti orang yang berkata: saya ahli fiqih, saya ahli nahwu, maka tidak cukup sekadar perkataan.”
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]
Notes:
[1] Imam Ibnu Hajar Al Haitami, Tuhfatul Muhtaj (Kairo: Dar al Hadits, 2016), jilid. 3, hlm. 237
[2] Syaikh Walid bin Rasyid As Su’aidan, Ta’rif ath Thulab bi Ushul al Fiqh fi Su’al wa Jawab, hlm. 102
[3] Syaikh Abdul Fattah Rawwah Al Makki, Al Ifshah ‘ala Masailil Idhah ‘alal Madzahib al Arba’ah, hlm. 219
[4] Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, jilid. 4, hlm. 202