ChanelMuslim.com – Politik Bani Umayyah mengalami eskalasi setelah kehadiran Hajjaj bin Yusuf. Ia menjadi corak kebijakan dalam negeri Bani Umayyah. Kebijakan-kebijakan Hajjaj yang tegas dan kejam menjadi prestasi bagi Bani Umayyah, terutama setelah berhasil menjatuhkan Abdulullah bin Zubair di Mekkah. Di samping itu, hal ini menujukkan bahwa tidak semua sejarah khalifah Islam bisa menjadi pedoman bagi sistem kekuasaan Islam.
Dalam webinar bedah buku “Hajjaj bin Yusuf: Algojo Bani Umayyah” pustaka Al-Kuatsar mengundang seorang pakar sejarah lulusan Universitas Islam Madinah, Asep Sobari. Ia juga merupakan Founder Sirah Community Indonesia.
“Apa pentingnya sosok Hajjaj bin Yusuf untuk kita gali?” ucap Asep diawal pemaparannya. Ia kemudian melanjutkan, “Pertama, tentunya, nama ini terlalu terkenal, bisa dikatakan nama ini ‘bertanggung jawab’ terhadap gejolak persoalan umat selama kurang lebih seperempat abad di abad pertama.”
Baca Juga: Masa Kepemimpinan Khalifah Harun Ar Rasyid
Tidak Semua Sejarah Khalifah Islam Bisa Menjadi Pedoman
Hajjaj terlibat dalam perpolitikan pada masa transisi antara sahabat dan tabi’in. Artinya saat itu ia berada di masa generasi keteladanan, dimana para sahabat dan tabi’in masih hidup. Sedangkan di sisi lain Hajjaj adalah orang yang bertanggung jawab atas kematian ratusan ribu orang.
Yang ke dua, menurut Asep, dalam memahami tabiat kekuasaan yang berjalan di tengah elit, kita buat perbandingan antara elit kekuasaan Islam yang benar-benar mendapat legitimasi syar’i dari Rasulullah Saw dengan yang tidak.
Rasulullah sendiri telah memberikan batasan tentang masa kepemimpinan Islam yang Ideal. Adanya pergeseran corak kekuasaan setelah periode khulafaurrasyidin sesungguhnya menjadi rambu-rambu bagi umat Islam.
Di tengah kesuksesan Bani Umayyah, terutama setelah berhasil menundukkan Iraq dengan kebijakan-kebijakan kejam Hajjaj, ada ketidakpuasan dari penguasa dengan politik Hijaz, terutama Madinah.
Madinah dianggap tantangan legitimasi bagi Bani Umayyah. Bermula dari pengangkatan Yazid bin Muawiyyah yang menimbulkan respon keras penolakan masyarakat Madinah. Apalagi yang bersuara saat itu empat orang tokoh iconic yaitu Abdurahman bin Abu Bakar, Abdullah bin Umar, Husain bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Zubair. Seluruhnya adalah kerabat dekat khulafaurrasyidin.
Melihat tabiat masyarakat Madinah, yang dalam hal ini merupakan oposisi Bani Umayyah, Walid bin Abdul Malik sebagai khalifah Bani Umayyah saat itu mengangkat Umar bin Abdul Aziz sebagai gubernur di Madinah.
Umar bin Abdul Aziz merupakan keturunan Bani Umayyah, namun ia tumbuh dan berkembang di Madinah. Ia mendapatkan pendidikan langsung dari para sahabat dan tabi’in.
Pengangkatannya berhasil membuat masyarakat Madinah tunduk dalam kekuasaan Bani Umayyah, walaupun sesungguhnya diangkatnya Umar bin Abdul Aziz sebagai gubernur tidak lepas dari kepentingan pengusa Bani Umayyah itu sendiri.
Umar bin Abdul Aziz menyadari dirinya sebagai sosok ulama, ia mensyaratkan dalam pengangkatannya untuk memilih sendiri corak kepemimpinannya. Yang itu artinya, corak kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz sangat bertentangan dengan corak yang dibawa oleh Hajjaj bin Yusuf.
Dengan ini, Bani Umayyah sebenarnya memiliki dua opsi corak kepemimpinan. Namun, kesalahan terbesar Bani Umayyah adalah memecat Umar bin Abdul Aziz atas provokasi yang dilontarkan oleh Hajjaj bin Yusuf. [Ln]