IChanelMuslim.com- Hidup di masa pandemi seperti mengharuskan semua kita untuk lebih kuat. Kuat fisik dan tentu saja ruhani. Sayangnya, tidak semua masyarakat menyadari itu.
Kampanye hidup di masa pandemi sering disuarakan di hampir semua kesempatan. Antara lain tetap selalu menjadi tiga M atau menerapkan protokol kesehatan.
Suara baru yang kini juga digaungkan di seantero negeri adalah vaksin. Seolah dua hal itu saja, prokes dan vaksin, yang bisa menjadi andalan bisa hidup sehat di masa pandemi.
Padahal, ada satu hal yang justru lebih menentukan dari dua pendekatan fisik tadi. Yaitu, pendekatan ruhani. Apalagi kalau bukan meningkatkan keimanan kita kepada Allah subhanahu wata’ala.
Imun boleh saja diandalkan dari asupan makanan, istirahat yang cukup, olah raga teratur, vaksin, dan selalu menerapkan prokes.
Namun, tubuh manusia tidak hanya terdiri dari fisik saja. Ada sisi lain yang justru bisa lebih menentukan dari sekadar fisik. Yaitu, ruhani. Dan asupan yang sehat dan bergizi dari ruhani adalah iman.
Betapa banyak penduduk dunia yang mengalami dampak fatal dari pandemi justru dalam ketersediaan sarana kesehatan dan asupan gizi yang memadai. Yang membuat dampak fatal itu justru dari dalam diri mereka sendiri, seperti rasa takut dan frustasi.
Seolah-olah, yang menjadi sebab terjadinya lonjakan kematian di beberapa negara seperti Itali, Amerika, dan lainnya saat di awal pandemi lalu, bukan dari sarana fisik. Melainkan karena miskinnya aset jiwa mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jauh-jauh hari telah menjelaskan itu. Sesungguhnya di dalam diri seseorang ada segumpal darah. Bila ia baik, baiklah seluruh diri orang itu. Dan bila ia buruk, buruk pula seluruh diri orang itu. Ketauhilah, bahwa itu adalah hati.
Indonesia adalah negeri mayoritas muslim. Sayangnya, sentuhan terhadap pertahanan ruhani ini sangat minim terdengar, bahkan nyaris tidak sama sekali.
Jarang dilakukan zikir dan doa nasional. Kalau pun ada, tidak segencar dan sebombastis kampanye tentang tiga M dan penerapan prokes.
Dan yang lebih memprihatinkan, seolah ada stigma negatif terhadap hadirnya umat dalam masjid dan rumah ibadah mereka. Seolah, hal itu hanya menambah terjadinya penularan baru.
Padahal di saat yang bersamaan, masyarakat begitu mudah berinteraksi di pasar-pasar, tempat-tempat hiburan dan wisata. Kalau mau jujur, masjid adalah tempat yang paling bersih, fisik dan ruhani, dari semua tempat yang ada di bumi ini.
Setidaknya, masjid bisa tetap terbuka untuk sarana mencharge power iman umat. Walaupun tidak diperkenankan adanya kerumunan besar.
Secara terapi individual, kampanye tentang iman pun kurang terdengar. Padahal, Allah subhanahu wata’ala menyebut Al-Qur’an sebagai syifa atau obat.
Ruhani yang sehat insya Allah akan menjaga fisik tetap sehat. Perbanyak asupan iman agar imun bisa jauh lebih kuat. [Mh]