Program beasiswa Supersemar menjadi salah satu fasilitas penunjang pembiayaan di perguruan tinggi. Dalam perjalanan panjangnya, beasiswa yang diinisiasi oleh Presiden kedua RI (alm) H.M. Soeharto ini telah banyak melahirkan berbagai tokoh hingga petinggi negara.
Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA PBS) Dr. H.M. Syahrial Yusuf, S.E., M.M., saat menjadi pembicara dalam Diskusi Nasional “Implikasi Supersemar bagi Peradaban Indonesia” memperingati 50 Tahun Supersemar di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Senin (11/04).
Diskusi Nasional ini menghadirkan pembicara lainnya yaitu Yudi Latief (cendekiawan) dan Dr. Dudy Heryadi (Dosen FISIP Unpad) dengan moderator Erwin Kustiman (Redaktur Pelaksana HU Pikiran Rakyat). Turut hadir Direktur Kemahasiswaan dan Alumni Unpad Dr. Ir. Heryawan Kemal Mustafa, M.Sc., dan mantan Menteri Perindustrian RI 2005-2009 Fahmi Idris, SE., MH.
Syahrial mengatakan, sebagai salah satu alumni penerima beasiswa Supersemar, ia mengakui manfaat beasiswa ini terhadap kualitas pendidikan mahasiswa. Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad ini merupakan penerima beasiswa Supersemar pada tahun 1985 hingga 1986.
“Beasiswa Supersemar ini telah melahirkan banyak orang besar. Seandainya mereka pada waktu itu tidak mendapat beasiswa, saya yakin belum tentu mereka bisa lulus dan menjadi besar,” kata Syahrial.
Program beasiswa yang telah bergulir sejak 1974 ini dikelola oleh Yayasan Supersemar. Sang inisiator yayasan, Presiden Soeharto, memiliki tekad baik untuk memfasilitasi generasi muda untuk bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi.
Sampai saat ini, tercatat beasiswa Supersemar telah melahirkan berbagai tokoh negara, diantaranya: mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., mantan Menteri Pendidikan Nasional 2009-2014 Prof. Dr. Muhammad Nuh, Menteri Keuangan RI 2014-2109 Bambang Brodjonegoro, hingga Sekretaris Kabinet RI saat ini Pramono Anung. Kiprah alumni lain diantaranya berprofesi sebagai Guru Besar, direktur perusahaan, akademisi, hingga pengusaha.
Dalam kurun 1974 hingga saat ini, dana yang telah disalurkan Yayasan Supersemar mencapai lebih dari Rp. 700 miliar dengan jumlah penerima mencapai lebih dari 2 juta orang. Syahrial pun yakin program beasiswa ini harus tetap dilanjutkan, meski saat ini kondisi yayasan tengah dirundung kasus.
Nama Supersemar
Penamaan beasiswa Supersemar oleh Presiden Soeharto diambil dari akronim Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1966. Surat ini merupakan surat perintah instruksi kepada Soeharto yang saat itu menjabat Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno guna mengatasi buruknya situasi keamanan pasca pemberontakan G 30 S PKI.
Fahmi Idris dalam kesempatan menyampaikan keynote speech mengatakan, Supersemar merupakan bukti peralihan kekusaan yang berlandaskan tertib secara konstitusi dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto.
“Peralihan kekuasaan pedomannya nilai-nilai dasar konstitusi. Itulah nilai-nilai peradaban yang maju dari suatu bangsa,” kata Fahmi.
Alumni Magister Hukum Bisnis Unpad ini mengatakan, melalui Supersemar ini, penanganan masalah keamanan dinilai baik dan terhindar dan berbagai konflik lainnya. Peristiwa ini diharapkan menjadi refleksi bagi pemerintah sekarang untuk kembali berpedoman pada dasar konstitusi Indonesia.
Cendekiawan Yudi Latief menilai ada ketidakadilan terhadap eksekusi kasus Yayasan Supersemar oleh pemerintah. Ia membandingkan, banyak pelaku pengemplang pajak yang bebas berkeliaran yang notabene tidak memiliki implikasi terhadap pencerdasan bangsa.
“Boleh saja Yayasan Supersemar ini ada masalah. Tetapi di atas prosedur hukum itu harus ada aspek rasa keadilan. Jika para pengemplang pajak diberikan tax amnesty, maka suatu yayasan yang jelas-jelas mendedikasikan diri untuk pendidikan tidak diberi ruang untuk hidup,” papar Yudi.
Dalam kesempatan tersebut dilakukan penandatanganan Sampul Peringatan 50 Tahun Supersemar oleh Dr. Heryawan dengan Ketua KMA PBS Jawa Barat, Cecep Darmawan. (mr/unpad.ac.id)