ChanelMuslim.com – Umat muslim yang tinggal di Pulau Pramuka, salah satu pulau di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu antusias menyambut gerhana matahari. Meski kontak awal gerhana baru terjadi pada sekitar pukul 06.20, mereka sudah mulai bersiap berkumpul di Masjid Al-Makmuriyah sejak pagi untuk melakukan observasi dan Salat Sunnah Kusuf berjamaah.
Bupati Kepulauan Seribu Budi Utomo, Kepala Kanwil Kemenag DKI Jakarta Abdurrahman, dan sejumlah tokoh agama berbaur dengan masyarakat untuk melihat terjadinya gerhana matahari total.
Moment ini sangat langka karena rentang siklusnya mencapai lebih 30 an tahun. Hal itu juga yang mendorong Muslim Pramuka untuk bersama-sama melihat fenomena alam penanda kebesaran Sang Rahman.
Tepat pukul 06.00 WIB, masyarakat yang berkumpul di Masjid Al Makmuriyah bergerak bersama bersama menuju lokasi pemantauan Gerhana Matahari, yaitu di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jarak lokasi pemantauan dari Masjid sekitar 500 m. Masyarakat berjalan menyusuri jalan kecil kampung nelayan.
Tempat observasi gerhana ini berada pada sisi paling timur Pulau Pramuka yang juga menjadi lokasi penangkaran Penyu dan kawasan pelestarian mangroove.
Sekitar pukul 06.10, mentari yang awalnya tertutup, nampak muncul dari balik awan, menampakkan sinar terangnya yang masih berwarna kemerahan. Dipimpin ketua tim observasi, Fajar Fathurrahman, kacamata gerhana mulai dibagikan.
“Diperkirakan matahari akan tertutup awan lagi pada awal proses gerhana. Matahari kemungkinan baru terlihat dalam ketinggian 10 derajat,” terang Fajar.
Menurut Fajar, kontak awal gerhana terjadi sekitar pukul 06.21. Hanya posisinya masih tertutup awan. Matahari kembali muncul di atas awan pada sekitar pukul 06.28.
Saat itu, kontak gerhana mulai tampak. Perlahan sinar mentari tertutup rembulan menyisakan sisi gelap dalam bulat terang mentari di bagian atasnya. Perlahan, sisi gelap itu membesar. Jamaah yang hadir mulai melangitkan takbir dan tasbih, mengagungkan dan mansucikan Sang Rahman.
“Diperkirakan matahari akan tertutup sebanyak 90 persen pada pukul 7.21 dan itu merupakan puncak gerhana,” terang Fajar.
Tepat pukul pukul 07.21, gerhana memasuki masa puncak, mentari tertutup sekira 90%. Suasana mendadak redup seperti jam lima sore. Namun, selang dua menit, suasana perlahan kembali terang.
Marhadi (40), warga asli pulau Pramuka ini mengaku bahagia berkesempatan menyaksikan fenomena gerhana. “Ini sebagai tanda kekuasaan Allah. Kita semakin percaya bahwa Allah Maha Besar,” katanya.
Disinggung soal mitos seputar gerhana, Marhadi mengaku menyikapinya biasa saja. Marhadi hanya mengenag peristiwa gerhana tahun 1983. Saat itu, dia yang masih kecil memilih berada di dalam rumah.
“Kalau sekarang tidak,” jawabnya senang.
Hal sama disampaikan Khudriyah (50), guru MI 17 Kepulauan Seribu.
“Subhanalllah. Dulu pernah terjadi tapi tidak bisa lihat seperti ini,” tuturnya mengekspresikan kegembiraannya.
Khudriyah mengaku masih ingat suasana gerhana pada tahun 1983. Saat itu, dia hanya tahu dari informasi yang disampaikan sesama warga pulau. Maklum, saat itu belum banyak orang yang mempunyai televisi.
“Dulu saya di dalam rumah aja, sekolah diliburkan. Sekarang sudah canggih dan informasi sudah sangat banyak,” katanya.
Salat Gerhana
Selepas puncak gerhana, masyarakat meningkalkan arena pemantauan untuk kembali berkumpul di Masjid Al-Makmuriyah. Sebagai imam salat gerhana, M. Faishol Hasan, mahasiwas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta. Dia membaca Surat At-Takwir pada rakaat pertama dan Al-A’la pada rakaat kedus.
Sementara sebagai Khatib, KH. Khudrin Hasbullah. Dalam khutbanya, Kyai Khudrin mengajak umat Islam untuk merenungi fenomena gerhana dengan kejernihan hati dan fikir agar menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Menyitir hadits Rasulullah, Khatib menjelaskan bahwa adanya gerhana matahari dan bulan bukan karena kematian seseorang, juga bukan karena kelahiran atau kehidupannya. Keduanya merupakan bukti kekuasaan Allah. Jika kalian melihat kejadian gerhana, maka shalatlah.
Ditemui usai Shalat Gerhana, Bupati Kepulauan Seribu Budi Utomo mengatakan bahwa peristiwa gerhana ini harus dimaknai sebagai peringatan bahwa banyak hal yang harus diintrospeksi. Semua apa yang ada di alam semesta ada yang mengatur dan menjadi kewajiban manusia untuk menjaganya.
“Saya sering mengajak masyarakat agar menjaga lingkungan, karang jangan dirusak, dan lainnya karena kalau dirusak dan terjadi bencana juga kita yang akan menerima,” terangnya.
Terkait program pelestarian lingkungan di Kepulauan Seribu, Budi Utomo mengatakan bahwa bersama komunitas melakukan bersih laut, pelestarian terumbu karang, mangroove, larangan buang sampah. “Intinya, bagaimana alam di Kepulauan Seribu bisa lebih baik,” tuturnya. Selain itu, Kepulauan Seribu juga akan menggalakan wisata rohani dan edukasi.
Sementara Kepala Kanwil Kemenag DKI Jakarta Abdurrahman mengapresiasi antusiasme masyarakat dalam menyambut gerhana matahari di Pulau Pramuka. Menurutnya, seiring kemajuan teknologi, fenomena gerhana matahari menjadi sesuatu yang indah dan bisa dinikmati oleh masyarakat. “Dari situ kita bisa mengambil iktibar bahwa Allah mengatur segalanya, dan sebagai refleksi rasa syukur kita melaksanakan Salat Kusuf bersama masyarakat,” ujarnya.
Antusiasme, lanjut Abdurrahman, menunjukan rasionalitas masyarakat semakin baik. Semuanya bisa menikmati fenomena alam yang menandai Kemahakuasaan Allah. “Apapun bisa terjadi karena Allah Maha Menghendaki,” pesan Abdurrahman.
Abdurrahman berharap, ke depan kemampuan pencernaan masyarakat, khususnya di Kepulauan Seribu terhadap gejala alam semakin baik sehingga fenomena bisa dinikmati dan dipelajari. Kanwil DKI Jakarta dan Jakarta Islamic Center (JIC) terus melakukan proses edukasi. “Ke depan, saya berharap, Kepulauan Seribu akan menjadi salah satu destinasi wisata religi yang ada di DKI Jakarta,” ujarnya.
(jwt/KemenagRI)