ChanelMuslim.com – “Break their bone!” adalah ambisi Israel untuk menghancurkan harga diri dan semangat bangsa Palestina. Berhasilkah?
Yitzak Rabin. Ketika warga Palestina ditanyai tentang Perdana Menteri kelima Israel ini, inilah yang mereka ingat: tangan dan kakinya yang terluka parah bahkan patah oleh pemukulan tentara, seorang teman yang harus meregang nyawa di rumah sakit selama 12 hari setelah dia dipukuli oleh tentara yang menangkapnya.
Bagi warga Palestina, Yitzhak Rabin diingat sebagai orang pertama yang memerintahkan para tentara Israel untuk mematahkan tulang kaki dan tangan warga Palestina, khususnya para pemuda, saat pertama kali pecah gerakan Intifadah pada tahun 1987. “Break their bones!” adalah perintah Rabin yang belum sempat dipertanggungjawabkannya sebelum nyawanya berakhir di tangan Yigal Amir, seorang aktivis sayap kanan yang tidak mendukung kebijakan mengenai Perjanjian Oslo pada tahun 1995. Ironisnya, bahkan pada tahun 1994 Rabin mendapat hadiah Nobel Perdamaian.
Walaupun pemilik titah sudah tewas, perintah ini terus digunakan oleh tentara Israel saat berhadapan dengan warga Gaza , termasuk peserta aksi Pawai Kepulangan Akbar (Great Return March/ مسيرة العودة الكبرى). Walau tujuannya sama, namun metode dan alat yang digunakan berbeda. Saat Intifadah 2 berlangsung, Israel mematahkan tulang para warga Gaza dengan menendang, menginjak dan memukul mereka dengan senapan. Sebagaimana diungkapkan oleh jurnalis al Jazeera Mersiha Gadzo, pada Aksi Kepulangan Akbar tentara Israel ditemukan menggunakan ‘exploding bullet’ (peluru yang meledak jika masuk ke dalam tubuh) atau yang kerap juag disebut ‘peluru kupu-kupu’ (mengembang saat masuk ke tubuh) yang mampu menghancurkan tulang dan organ penting (lihat gambar).
[gambar2]
Warga Gaza yang mengikuti aksi yang berlangsung sejak Maret 2018 ini banyak yang menjadi cacat, terutama di tungkai bawahnya. Para dokter yang menangani para korban aksi damai ini menyatakan bahwa “jelas sekali, jika kita menemukan hampir 90 persen orang cedera di tungkai bawah, itu berarti ada kebijakan untuk menargetkan tungkai bawah”. Di antara mereka bahkan ada lebih dari 6.000 pemuda Palestina yang telah menjadi korban dari intruksi Rabin ini merupakan para pemain bola yang harus menamatkan kariernya akibat musibah ini.
Pada tabel di bawah ini tampak jelas bahwa 82% korban Pawai Kepulangan Akbar yang dimulai sejak 30 Maret 2018 telah menjadi ajang ambisi Israel untuk mewujudkan sebuah bangsa dengan generasi cacat, sebagaimana yang disampaikan Muhammad al Akhras seorang pemuda korban luka tembak kepada Middle East Eye yang mewawancarainya.
Bukan hanya para lelaki dewasa, para perempuan dan anak-anak pun menjadi korban penembakan snipper Israel dari jarak 150 m.
Dari data yang diperoleh dari laporan resmi Pusat Biro Statistik Palestina 3 Desember 2019, sebanyak 13.540 orang (93,6%) korban penembakan adalah laki-laki, dan 74,4 % di antaranya masih dalam usia produktif. Jumlah pemuda Palestina yang cacat pun kian lama kian banyak, bahkan usia 15-29 tahun mencapai angka 3, 1 % dari total penduduk. Dari prosentase ini di Gaza jumlahnya mencapai 22.242 orang dan di Tepi Barat mencapai 18.300 orang, bahkan 20 % di antaranya merupakan anak-anak berusia di bawah 18 tahun.
[gambar1]
Sumber data grafis: https://www.middleeasteye.net/news/shoot-maim-how-israel-created-generation-crutches-gaza
“Setengah dari lebih dari 500 pasien yang dirawat di klinik kami mengalami cedera di mana peluru benar-benar menghancurkan jaringan setelah melumat tulang”, demikian kesaksian ketua tim dokter MSF yang merawat para korban luka tembak, Marie-Elisabeth Ingres.
Peluru ini jugalah yang menewaskan perawat muda, Razzan Najjar pada tanggal 1 Juni 2018 saat ia bertugas menjadi tim medis pada Aksi Kepulangan Akbar, tidak jauh dari rumahnya.
Ibrahim Muhammad Mursi (14 tahun) adalah anak yang juga menjadi korban peluru ini di tempurung kepalanya. Ditemui Adara di salah satu rumah sakit di Istanbul pada tanggal 20 Agustus 2018, pemuda ini menunjukkan hasil rontgen kepalanya, yang menunjukkan lobang besar akibat peluru kupu-kupu ini. Peluru Israel tak pandang bulu. Anak-anak di usia sekolah yang membutuhkan masa depan cerah pun tak ayal menjadi sasarannya. Hal yang sama di alami oleh Ahmad Abu Amrah (29), Muhammad al Herbawi (20), Khalil al Faqih (20), para pemuda tangguh yang tak kehilangan harapan, namun bertekad untuk kembali lagi ke medan aksi untuk meneruskan perjuangan mereka menuntut Hak Kembali (Right of Return) yang telah dijamin oleh hukum internasional melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Jenewa. Resolusi PBB 194 menegaskan bahwa Palestina memiliki hak untuk kembali ke rumah mereka.
[gambar3]
Foto: Ibrahim Muhammad Mursi (Dokumentasi Adara)
Setiap pekan, hampir sepanjang tahun 2018, 2019 hingga 2020 ini, rakyat Palestina yang umumnya para pemuda bangkit melakukan aksi pawai kepulangan akbar. Kini sudah lebih dari 205 orang Palestina telah tewas dan lebih dari 22.000 orang cedera oleh tembakan pasukan Israel. Tapi langkah kaum muda Palestina tak surut ke belakang.
[gambar4]
Foto: http://arabictelegraph.net
Dunia menyaksikan, bahkan dalam kondisi cacat, para pemuda Palestina tetap kembali lagi ke titik di mana mereka tertembak. “Break Their Bone”, titah kejam itu boleh saja jadi ambisi Zionis Israel untuk membungkam gerak pemuda Palestina merebut tanah airnya. Tapi tampaknya gelombang semangat bangsa Palestina memang takkan terbendung.[ind]
Disusun oleh Sri Vira Chandra (Ketua Adara Relief International)
Referensi:
Kesaksian Ibrahim Muhammad Mursi, pemuda 14 tahun, korban tembak pada Aksi Kepulangan Akbar
https://holylandjustice.org/2018/05/08/israel-reportedly-testing-new-weapons-in-gaza-exploding-
http://www.pcbs.gov.ps/portals/_pcbs/PressRelease/Press_En_3-12-2019-dis-en.pdf
https://www.middleeasteye.net/news/shoot-maim-how-israel-created-generation-crutches-gaza
https://www.msf.org/palestine-msf-teams-gaza-observe-unusually-severe-and-devastating-gunshot-injuries