ChanelMuslim.com- Ahad sore kemarin (13/9) menjadi pengalaman tidak nyaman yang dialami Syekh Ali Saleh Muhammad Ali Jaber. Saat berada di hadapan para wisudawan tahfizh Quran, ulama 44 tahun ini dianiaya orang misterius. Lengan kanan Syekh luka dengan 10 jahitan.
Acara wisuda para penghafal Quran cilik di halaman Masjid Falahudin, Tanjung Karang, Lampung ini sontak ricuh. Pasalnya, tamu kehormatan mereka, Syekh Ali Jaber, tiba-tiba dianiaya dengan pisau oleh orang misterius saat berada di panggung acara. Lengan kanan syekh terluka dan mendapat 10 jahitan.
Awalnya acara itu begitu mengharukan. Setelah menunaikan shalat Ashar, acara yang menghadirkan para penghafal Quran cilik ini dimulai dengan berbagai seremonial. Ratusan jamaah yang merupakan keluarga dari wisudawan dan jamaah masjid Falahudin ini pun memenuhi ruang acara.
Posisi tempat duduk tersusun rapi. Di panggung kehormatan, duduk beberapa tokoh yang merupakan guru dan ulama setempat. Selain para tokoh dan guru ini, di panggung ini pula disediakan bangku khusus untuk penceramah utama yang tidak lain adalah Syekh Ali Jaber.
Kurang lebih jam 17 lewat 10 menit, Ali Jaber memulai acara. Ulama kelahiran Madinah 3 Februari 1976 ini tidak langsung memulai dengan ceramah. Ia ingin seorang wisudawan dan orang tuanya dihadirkan di panggung bersamanya.
Di momen itu, Syekh berencana akan menguji secara langsung penghafal Quran cilik. Didampingi ibunya, muslimah cilik ini berdiri di samping kiri Syekh. Ia berdiri tak jauh dengan ibunya. Ali Jaber pun menanyakan kepada hafizh cilik itu mau diberikan hadiah apa. Suasana saat itu pun tampak cair dan penuh dengan suasana haru.
Syekh Ali Jaber kemudian meminta panitia untuk mengambil foto di momen itu. “Siapa yang kameranya bisa memfoto kami sebagai kenang-kenangan untuk anak kita dan keluarganya,” begitu kira-kira yang diucapkan suami Umi Nadia ini.
Namun, baru 10 menit keharuan itu berlangsung, sesosok pria berlari dari arah belakang kursi jamaah menuju panggung. Ia melesat cepat dan tiba-tiba sudah persis berada di depan Ali Jaber. Dai yang mengenakan gamis warna hitam ini pun refleks menghindar ke kiri ketika sosok itu menyerangnya dengan sebilah pisau.
Senjata itu pun menancap di lengan kanan Syekh dan mengalami patah. Sontak Ali Jaber kemudian berdiri dan mencabut sendiri pisau itu dari lengannya. Bersamaan dengan itu, para jamaah yang tak jauh dari posisi Syekh langsung mengamankan pelaku yang ternyata seorang pemuda usia 24 tahun.
Sebagian panitia dan jamaah membawa Syekh Jaber ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan. Sementara, pelaku diamankan pihak kepolisian.
Sebelumnya, meski dalam keadaan terluka, Syekh Jaber sempat berteriak kepada jamaah agar tidak melakukan hakim sendiri. “Jangan dianiaya, amankan saja. Biarkan itu menjadi tugas polisi,” teriaknya kepada jamaah yang mengepung pelaku.
Beredar di media sosial, setelah kurang lebih 30 menit dilakukan pemeriksaan, polisi melaporkan bahwa pelaku itu berinisial AA, usia 24 tahun. AA ternyata tinggal tak jauh dari lokasi acara. Laporan juga menyebutkan bahwa pelaku diakui ayahnya sudah mengalami gangguan jiwa sejak 4 tahun lalu.
Sementara itu, meski masih dalam perawatan petugas medis, ayah satu anak ini mengajak umat untuk tetap menjaga persatuan dan perdamaian. “Selama 15 tahun saya tinggal di Indonesia, semuanya aman dan damai. Mari tetap jaga perdamaian,” seperti itu kira-kira yang diungkapkan Syekh yang telah menjadi warga Indonesia sejak 15 tahun lalu.
Peristiwa yang menimpa Syekh Ali Jaber ini mengingatkan publik dengan yang pernah terjadi di Januari 2018 lalu. Saat itu, KH Umar Basri dianiaya seseorang saat berada dalam masjid usai pelaksanaan shalat berjamaah. Pimpinan pondok pesantren Al-Hidayah Bandung ini diserang dengan senjata tajam oleh seseorang. Belakangan dilaporkan bahwa pelaku mengalami gangguan kejiwaan.
Setelah 7 bulan kasus berlalu, Kiyai usia 60 tahun ini pun dikabarkan sakit. Setelah tiga hari dirawat, Umar Basri dikabarkan meninggal dunia.
Beberapa kasus serupa pun terjadi berselang pekan dan bulan. Semua kasus memiliki kemiripan. Korbannya adalah ulama atau tokoh agama setempat. Pelakunya mengalami gangguan kejiwaan. Penyerangan dilakukan dengan senjata tajam atau tumpul. Dan pelaku melakukan aksinya secara sendirian.
Namun, dari sekian kasus yang memiliki kemiripan itu nyaris tak mampu mengungkap apa dan kenapa penganiayaan itu terjadi. Boleh jadi, hal yang sama akan terjadi di kasus Syekh Ali Jaber ini.
Bayangkan jika korban merupakan pejabat tinggi atau tokoh non muslim. Mungkin kasusnya akan menjadi lain. Media mainstrem akan memberitakannya berulang-ulang. Pelakunya disebut sebagai teroris. Semua yang memiliki kedekatan dengan pelaku akan diusut dan ditangkap. Dan biasanya, akan dicap sebagai jaringan ini dan itu.
Setelah itu, stigma-stigma negatif yang diarahkan ke umat Islam pun kembali digaungkan. Hati-hati dengan Islam radikal. Awasi pengajian. Awasi masjid dan kegiatan anak-anak muda muslim. Dan seterusnya, dan seterusnya. “Gorengan” ini bisa terus menyala berbulan-bulan.
Dalam kasus penganiayaan misterius terhadap ulama ini, boleh jadi, umat sudah berada pada titik keputusasaan. Karena ujung gelapnya biasanya selalu berulang. (Mh)