BERIKUT ini adalah kaifiyat shalat ringkas yang disarikan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan, khususnya pada bagian bab Salam. Salam adalah akhir shalat.
Para ulama telah ijma’ atas disyariatkannya salam dan sebagai tanda keluarnya seseorang dari shalat. (Syaikh Abdullah al Bassam, Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, 1/486)
Sebagaimana dalam hadis:
مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
Kuncinya shalat adalah bersuci, pengharamnya adalah takbir (takbiratul ihram), dan penghalalnya adalah salam.
(HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dll. Hasan shahih)
Maksud dari “Bersuci adalah Kuncinya shalat” adalah tidaklah sah shalat tanpa bersuci dari hadas kecil dan besar, baik mandi, wudhu, atau tayammum.
Sebagaimana yang biasa dibahas dalam Bab Thaharah dalam kitab-kitab Fiqih.
Imam an Nawawi mengatakan bahwa telah ijma’ haramnya bagi orang yang tidak bersuci, baik dengan air atau debu, melakukan shalat baik shalat wajib dan sunnah. (Ibnu Sayyidinnaas, An Nafhu asy Syadzi Syarh at Tirmidzi, 1/341)
Maksud dari “pengharamnya adalah takbir (takbiratul ihram)” adalah setelah takbiratul ihram maka terlarang semua perkataan dan perbuatan di luar shalat, kecuali ucapan dan perbuatan yang memang ada dasarnya dibolehkan saat shalat.
Maksud dari “penghalalnya adalah salam” adalah setelah ucapan salam maka shalat telah berakhir, dan semua hal yang tadinya terlarang kembali halal. (Syaikh Sa’id Hawwa, Al Asas fis Sunnah wa Fiqhiha, 2/770)
Baca Juga: Rasulullah Melakukan Shalat Sunnah di Atas Kendaraan
Kaifiyat Shalat Ringkas Bab Salam
Syaikh Said Hawwa Rahimahullah menjelaskan bahwa salam pertama adalah wajib (salam kedua adalah sunnah) sebagaimana pendapat Syafi’iyah dan Malikiyah.
Hambaliyah mengatakan kedua-duanya wajib. Hanafiyah juga mengatakan kedua-duanya wajib, tapi jika tanpa salam pun shalat tetap sah namun makruh.
(Al Asas fis Sunnah wa Fiqhiha, 2/770)
Dalil Hanafiyah sahnya shalat tanpa salam adalah ucapan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu berikut:
إذا جلس مقدار التشهد ثم أحدث فقد تمت صلاته
Jika seseorang telah duduk selama untuk membaca tasyahud maka telah sempurna shalatnya. (HR. Al Baihaqi)
Hadis ini dinyatakan tidak sahih oleh Imam Ahmad bin Hambal (Imam al Baihaqi, Ma’rifatus Sunan wal Aatsar, 3/101)
Tapi, Syaikh Said Hawwa mengatakan: “Hadis ini mauquf (ucapan sahabat nabi, yaitu Ali) tapi dihukumi marfu’ (ucapan nabi) dan sanadnya hasan.” (Al Asas fis Sunnah wa Fiqhiha, 2/770)
Ini juga pendapat Ishaq bin Ibrahim, bahwa jika seseorang telah selesai dari tasyahud dan belum salam, maka shalatnya telah sempurna.
Hal itu berdasarkan riwayat Ibnu Mas’ud ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan shalat kepadanya:
“Jika engkau telah selesai dari ini (tasyahud) maka engkau telah menunaikannya.” Tapi, riwayat ini dinilai dhaif oleh Yahya bin Said al Qaththan dan Imam Ahmad bin Hambal. (Lihat Tuhfah al Ahwdzi, 2/371)
Bagi mereka, berakhirnya shalat bisa dengan salam, atau kalam (bicara), atau apa pun yang dapat menafikan shalat, tapi hal ini makruh tahrim, dan jika makruh tahrim maka wajib mengulangi shalatnya.
(Syaikh Abdullah al Bassam, Taudhihul Ahkam, 1/487)
Baca Juga: Menjamak Shalat saat Bepergian
Sementara itu, mayoritas ulama mengatakan salam pertama adalah wajib, salam kedua adalah sunnah. Berdasarkan hadis berikut:
ثم يُصلِّي ركعتينِ وهو جالسٌ ثم يُسلِّمُ تسليمةً واحدةً: السَّلامُ عليكم، يرفَعُ بها صوتَه حتَّى يوقِظَنا
Lalu Beliau shalat dua rakaat dalam keadaan duduk, kemudian salam dengan SEKALI SALAM: “Assalamu ‘alaikum,” dengan meninggikan suara sampai membangunkan kami.
(HR. An Nasa’ i. Imam Ibnul Mulaqin mengatakan: “Shahih sesuai syaratnya Imam Muslim.” Badrul Munir, 4/54)
Dalil lainnya, Imam al Qurthubi mengatakan bahwa hadits- وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ Dan penghalalnya adalah salam, menunjukkan kata AT TASLIM, bermakna sekali salam (taslimah wahidah). (Tafsir Al Qurthubi, 1/262)
Artinya, jika sudah sekali salam pertama, maka sudah selesai shalatnya walau dia tidak salam kedua. Inilah pendapat jumhur sahabat nabi dan tabi’in. (Al Majmu’ Syarh al Muhadzdab, 3/481).[ind]