ChanelMuslim.com- Kasih sayang Allah meliputi segala sesuatu. Segala sesuatu di alam raya ini terjadi tidak secara kebetulan. Selalu ada kemudahan di balik kesusahan. Dan selalu ada hikmah di balik bencana.
Wabah corona menenggelamkan dunia kepada satu fokus perhatian: bagaimana bisa terhindar, dan bagaimana bisa selamat. Tak pandang bulu apakah warga dunia itu kaya atau miskin, kuat atau lemah, canggih atau jadul, demokratis atau otoriter, maju atau berkembang, dan besar atau kecil. Semua terseret dalam arus corona.
Semuanya kini berada dalam satu kesadaran: betapa kecilnya manusia. Betapa lemahnya manusia. Dan betapa bodohnya manusia. Karena semua terkungkung dalam kecemasan terhadap makhluk Allah yang teramat kecil: virus corona.
Segala kesombongan yang telah terpublikasi di seantero dunia kini tergerus begitu saja. Larut dan hanyut dalam bayang-bayang ketakutan tentang kematian. Segala hal tentang kesombongan: persenjataan yang canggih, keuangan yang berlebih, teknologi hebat, penguasaan siber, ras yang lebih dari yang lain, dan seterusnya.
Secara lokal, warga dunia kini dipaksa untuk kembali ke keluarga. Sebuah komunitas kecil umat manusia yang begitu mulia. Agung dan luhur. Mungkin, sebagian besar manusia sudah tidak lagi menganggapnya perlu ada.
Silakan Anda tinggal di rumah. Tentu tidak tinggal sendirian. Karena hal itu teramat tidak mungkin. Saat itulah suami ingin bersama isteri, isteri bersama suami, orang tua rindu anak-anak, dan anak-anak yang nyaman bersama orang tua mereka.
Keluarga, kini menjadi benteng yang paling kuat. Paling kokoh. Paling diandalkan umat manusia. Bukan bungker yang anti nuklir. Bukan benteng anti rudal. Tapi, sebuah keluarga yang bisa memberikan kehangatan cinta.
Corona juga memaksa umat manusia untuk belajar bagaimana berperilaku sehat. Bagaimana cara batuk, bersin, menguap, dan selalu dalam keadaan tangan yang tercuci bersih. Sebuah perilaku yang sudah diajarkan Nabi saw. 14 abad lalu.
Corona memaksa umat manusia, siapa pun, untuk mengenakan penutup sebagian wajah yang mereka sebut masker. Sebuah cara menutup wajah yang selama ini mereka jauhi, bahkan musuhi, sebagai sebuah penampilan yang menyeramkan. Seperti itulah ketika Allah swt. memaksa kita untuk mengenal manfaat sebagian cadar yang selama ini telah dikenakan muslimah.
Corona memaksa kita untuk tidak sembarang bersentuhan dengan orang di luar keluarga kita. Sesuatu yang telah diajarkan Islam dengan bingkai akhlak terhadap yang bukan mahram.
Corona telah memaksa semua rezim untuk menutup segala bentuk kerumunan: konser, hiburan, pesta pora, bioskop, dan lainnya.
Corona juga memupus segala hasrat orang-orang kaya untuk menjauhi bangsa dan negaranya untuk hidup mewah di negeri orang. Tak seorang pun, walaupun ia kaya, pejabat, berkuasa; yang tertarik untuk bersantai-santai dan melancong keluar negaranya.
Corona juga mengajarkan kita untuk hidup sederhana. Merelakan segala gairah konsumerisme yang terus menggelora kepada menikmati apa yang ada di rumah kita. Pupus sudah semangat petualangan kuliner, dan kembali menyantap yang sederhana di rumah kita.
Wabah corona kini menyadarkan dunia tentang siapa kita. Menyadarkan sebuah kenyataan bahwa siapa pun kita akan menuju kepada satu halte tujuan: kematian. Lihatlah, kematian ada di depan kita. Sebuah kenyataan yang selama kita lari dari hal itu. Dan sebuah kenyataan yang kian memupus segala kelezatan dunia yang kita banggakan.
Corona kini telah menutup segala akses kehidupan. Menutup perbatasan negara, kota, bahkan pintu rumah kita. Hanya ada satu yang tetap terbuka lebar: pintu taubat untuk kembali kepadaNya. (Mh)