oleh: Ustazah Rochma Yulika
ChanelMuslim.com – Kebahagiaan yang ingin diraih oleh pasangan tentu akan diperjuangkan. Lelah hati juga fisik tak terelak dirasakan. Pertengkaran sangat mungkin terjadi pada mereka karena manusia tak selalu sama. Salah persesi atau tak selaras berkomunikasi menjadi penghambat kebahagiaan yang ingin diciptakan.
Banyak pasangan yang menyerah kalah pada keadaan yang dirasa sulit. Bahkan tak sedikit di antara pasangan ada yang kandas dalam mengarungi bahtera. Dan bahagia tak bisa diraih sehingga memilih berpisah dan tak ingin merenda cinta bersama seperti kala awal dipertemukan.
Perjalanan hidup seperti halnya kita berjalan menuju suatu tempat. Awal kita melintas bisa jadi jalanan itu indah dan mulus sehingga kala berkendara pun akan lancar. Di tengah perjalanan muncul perbincangan antara keduanya kala harus memilih jalan menuju tempat yang dituju. Kemudian melajulah kendaraan itu.
Dari pilihan jalan yang ada, bisa saja ditemui jalan yang tak nyaman. Kadang sangat curam dan berkelok yang membuat suasana tak nyaman. Atau bertemu jalan yang terjal penuh bebatuan. Dalam keadaan ini, sikap bijak harus ada, juga tenang serta sabar ketika melewatinya.
Tapi ada keadaan hati yang sebaliknya yakni saling menyalahkan mengapa memilih arah tersebut. Hingga pada akhirnya pertengkaran tak bisa dilerai dan memilih jalan sendiri-sendiri serta mengabaikan tujuan awalnya.
Kondisi demikian sebagai ilustrasi dalam kehidupan berumah tangga. Tak mudah memang. Namun apa pun yang terjadi bukan dihindari tapi dihadapi. Sudah menjadi sunatullah dalam hidup bahwa setiap manusia akan ditemukan dengan ujian sesuai takarannya. Dan dengan ujian itulah Allah mengukur seberapa kadar iman seorang hamba.
Seperti dalam firman Allah: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (Al Ankabut: 2)
Firman Allah: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Albaqarah: 214).
Maka kita harus bersiap dan mau belajar ketika harus berjumpa ujian. Jangan sekadar menyerah dengan keadaan. Apalagi nafsu dan godaan hati akan dunia semakin menarik dirinya untuk terjerumus. Sedari awal, kita harus menyadari bahwa ujian inilah yang menjadi takaran kualitas hidup kita. Bisa dengan harta kita diuji, atau godaan lawan jenis juga jabatan atau apa saja. Maka menyelesaikan masalah dengan kepala dingin menjadi keharusan. Bila tak sanggup sendiri kita punya teman yang saling membantu jikalau tidak tentu yang utama kita punya Allah.
Suatu hari seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau saw menjawab: “Para Nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian yang sesudah mereka secara berurutan berdasarkan tingkat kesalehannya. Seseorang akan diberikan ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya. Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikit pun.” (HR Bukhari).
Dalam membangun keluarga hingga menemukan kebahagiaan butuh dipersiapkan. Bila masih sendiri, sudah saatnya memulai belajar memersiapkan dengan baik-baik bagaimana hidup berkeluarga. Banyak ilmu yang harus kita gali sehingga bekal cukup untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Bila sudah telanjur menikah, sesegera mungkin membuka diri untuk mau belajar.
Ada beberapa faktor penghambat dalam hidup berkeluarga.
1. Komunikasi yang terkendala akan membuat hal yang sederhana jadi rumit bahkan yang mudah jadi sulit. Hambatan komunikasi bermula dari keterbukaan dalam mengungkapkan sesuatu. Bila tidak dimulai dari awal hambatan itu akan semakin menguat sementara masalah yang dihadapi lebih berat. Maka mengurai dari yang sederhana hingga akhirnya mampu menyelesaikan hal yang rumit.
2. Ego yang tinggi. Hal ini akan menjadikan seseorang mengukur dari “aku” bukan “kita”. Jika sudah demikian, maka perselisihan akan semakin meruncing. Setiap kita punya latar belakang yang menyebabkan terbentuknya karakter. Tetapi karakter ini bisa berubah seiring pemahaman dalam beragama. Kita tentu sudah belajar tentang toleransi dan saling menghargai maka Alquran yang berisi firman Allah seoptimal mungkin harus kita jalankan.
3. Masalah ekonomi kadang menjadi kendala. Tak bisa dipungkiri bahwa hal ini bisa menjadi penopang hidup bersama. Tetapi hal ini bisa dibicarakan dan mencari solusi bersama. Asal yakin bahwa Allah tak akan membiarkan hamba-Nya selama mau berusaha. Bukan hanya punya pekerjaan yang tetap dalam menjalani hidup berkeluarga yang utama adalah tetap bekerja karena dengan bekerja penuh semangat ada penghasilan yang didapat.
4. Rasa bosan terhadap pasangan. Pernikahan itu ibadah paling lama. Puluhan tahun sekiranya usia kita panjang. Tiap hari ketemu orang yang sama dengan gaya yang sama pula. Maka harus ada variasi dalam sikap dan haya bicara bahkan butuh romantisme ketika sedang berdua dengan pasangan.
5. Berbeda kepentingan. Ada beberapa target atau cita-cita dalam membangun sukses bersama. Tentu tak sama. Ada masalah pekerjaan, langkah meraih sukses, bahkan pendapatan yang dimiliki untuk apa harus dibicarakan secara detil dengan pasangan sehingga setiap kepentingan saling mem-back up bahkan membantu solusi untuk meraih yang terbaik.
Tak mudah menjalani kehidupan keluarga setelah kita benar-benar mengalami sebagai subyek dari keluarga itu sendiri. Ada saja hal yang kadang menjadi sandungan dalam hidup dan ternyata kita pun butuh keterampilan dalam menyelesaikan setiap episode yang terlewati.
Ada beberapa persiapan ketika kita berkeluarga.
1. Menjadikan Allah sebagai sandaran atas segala urusan. Menjalani kehidupan rumah tangga tak selalu berjumpa dengan keindahan. Adakalanya bertemu dengan peristiwa di luar dugaan. Seperti rasa kecewa terhadap pasangan atau perselisihan kala masalah datang tak kunjung terselesaikan. Ketika kita menyadari hal itu bagian dari takdir maka sebagai orang beriman segera menyandarkan segala urusan pada Allah. Lantaran Allah tidak pernah menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia. Dalam keadaan itulah manusia yang memiliki ketangguhan akan menjadikan setiap aral jadi sarana menempa diri untuk menjadi lebih baik dan berkeyakinan hal tersebut akan semakin meningkatkan derajat taqwa.
2. Memiliki visi keakhiratan. Bahwa dalam keluarga yang dibangun ada target jangka panjang yakni bersama hingga surga. Tak mudah menjaga keluarga dari banyak godaan yang seolah akan menyeret mereka menuju neraka. Maka bersama-sama harus saling mengingatkan tentang keshalihan. Bila suaminya ada kecenderungan berlaku tak baik, segera istrinya mengingatkannya, begitu sebaliknya. Dengan menikah, ibadah dan amaliyah mereka semakin berkualitas. Begitulah bila keberkahan sebuah pernikahan didapatkan.
3. Menjaga intensitas komunikasi dengan pasangan dan keluarga besar. Menikah tidak hanya menyatukan dua insan tapi dua keluarga besar bahkan menyatukan budaya dan latar belakang keluarga masing-masing. Terkadang kita lupa akan hal itu sehingga jika timbul permasalahan dan menyampaikan kepada keluarga dengan harapan mencerahkan tapi berbalik jadi mengeruhkan. Perpisahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan salah satu pemicunya justru dari keluarga besar. Maka memulai dari komunikasi yang baik dan menjalin silaturrahim menjadi keniscayaan sehingga keharmonisan pun tercipta.
4. Memiliki sikap sabar dan syukur lantaran itulah sejatinya iman. Rumah tangga itu selayaknya jalanan yang terkadang ramai oleh pengendara sehingga kita pun harus mengontrol haluan agar tak terjadi kecelakaan yang fatal namun adakalanya sepi sehingga perjalanan nyaman adanya. Menyikapi setiap keadaan yang tak selalu sama harus dengan sabar dan syukur. Bila berjumpa kebahagiaan, kita seharusnya lebih banyak bersyukur dan bila ada ujian atau beratnya kehidupan, butuh banyak menyediakan kesabaran dalam menjalaninya hingga menemukan hikmah setelahnya.
5. Pemenuhan atas hak dan kewajiban antarpasangan. Menjalani kehidupan keluarga bukan bagaimana sekadar terpenuhi hak tetapi juga melakukan kewajiban dengan sebaiknya. Mungkin akan kita dapati pasangan pernikahan yang akan mengeluhkan sikap pasangan yang tak bisa membahagiakan dirinya tetapi bagaimana berusaha lebih dahulu untuk memberikan kebahagiaan tersebut kepada pasangan. Bila semua berjalan dengan semestinya maka keutuhan keluarga akan terwujud hingga pada akhirnya dan akan berkumpul di surga.
Doa agar pasangan terjaga hingga Surga. Nabi saw mengajarkan…
اللَّهُمَّ أَلَّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلامِ ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا ، وَمَا بَطَنَ
“Ya Allah, satukan hati kami, perbaiki hubungan kami, tunjukkan kami jalan keselamatan, selamatkan kami dari kegelapan kepada cahaya, jauhkan kami dari perbuatan keji, yang tampak maupun tersembunyi…” (HR. Hakim dan Thabrani)
Menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu diperjuangkan karena godaan zaman semakin berat.[ind]