ChanelMuslim.com- Di sebuah negeri antah berantah terdapat seorang raja yang aneh tapi nyata. Aneh karena di acara apa pun yang berlangsung di negeri bernama Dosisa itu sang raja selalu tampil dan memerkan diri.
Nyata, karena fakta itulah yang selalu ditemui dan disaksikan rakyat di setiap saat dan kesempatan. Tidak heran jika rakyat menggelarinya dengan Raja Mejeng.
Kalau acara kenegaraan yang diselenggarakan istana mungkin wajar dan mungkin harus sang raja hadir. Tapi jika acaranya biasa-biasa saja seperti lomba memasak oleh ibu-ibu prajurit, lomba mewarnai balita anak-anak petugas kebersihan istana, lomba memanjat pohon para tukang kebun, lomba menghias kucing peliharaan warga ; kehadiran raja rasanya tak perlu, bahkan akan terasa aneh.
Tapi, itulah yang terjadi. Di semua acara: besar atau kecil, penting atau sederhana, banyak orang atau sedikit; sang raja selalu hadir. Ia mengumbar senyum ke arah semua yang hadir.
Meski tidak memberikan sambutan, sang raja hadir dengan kostum yang disesuaikan dengan acara. Di saat lomba memasak, sang raja mengenakan celemek. Ia juga mengenakan celana pendek ketika hadir di lomba mewarnai. Hingga, membawa pacul dan mengenakan topi kebun saat ikut hadir di lomba panjat pohon para tukang kebun.
Meski saat itu belum ada teknologi foto dan video, nyaris, siapa pun yang tinggal di negeri itu kenal sekali dengan wajah raja mereka. Yaitu, Raja Mejeng.
Suatu kali, Raja Mejeng sedang mengunjungi lomba hias pasar tradisional. Ia senang sekali ketika para pedagang berebut untuk bersalaman dengannya.
Hingga, ia melewati sebuah lorong pasar bersama dengan pengawalnya. Seorang ibu tampak terdiam di depan lorong ketika sang raja menyapanya.
“Bu, ibu kenal saya kan?” sapa sang raja kepada ibu yang tetap terdiam itu.
“Ibu kenal saya kan?” ucapnya lagi untuk memastikan.
Kemudian ibu itu berujar pelan, “Bapak siapa ya, kok saya nggak kenal!”
Mendengar jawaban itu sang raja panik. Wajahnya merah padam. Rasanya ia ingin menempeleng ibu itu jika tidak berada di tempat keramaian.
“Maaf, paduka,” seorang menteri berbisik menghampiri sang raja. “Ibu ini buta,” ucapnya pelan yang diiringi anggukan sang raja. Raja pun tenang dan tersenyum.
Sejak kejadian itu, raja tidak hanya tampil dengan senyum dan tidak berkata-kata. Melainkan, selalu menambah bobot tampilannya dengan berkata-kata sambil menyebut namanya dengan jelas: “Saya Raja Mejeng! Tolong diingat, ya! Raja Mejeng!”
Kini, tak hanya orang normal yang bisa mengenali Raja Mejeng, orang buta pun bisa langsung kenal.
“Ibu kenal saya?” ucap sang raja untuk mengetes keampuhan strateginya. Ibu buta itu pun tersenyum dan langsung bilang, “Pasti Raja Mejeng, ya kan?”
Di luar dugaan, kerajaan musuh sudah mengepung istana kerajaan Dosisa. Mereka menyusup melalui tenaga kerja asing yang menyamar buruh istana. Instruksi dari kerajaan musuh begitu jelas: bunuh Raja Dosisa tanpa ampun.
Karena kalah jumlah, seisi istana kerajaan Dosisa menyerah. Sejumlah pejabat yang takut dieksekusi atau ditangkap pasukan musuh menyamar. Termasuk Raja Mejeng.
Ada yang pura-pura menjadi koki, tukang kebun, perawat kuda, dan lain-lain. Sementara isteri raja menyamar sebagai pencuci pakaian istana. Dan mereka semuanya selamat, menyelinap dan kabur keluar istana.
Kini giliran Raja Mejeng yang belum dapat ide. Ia dan para pengawalnya sangat bingung. Selama wajah sang raja tidak diubah dalam bentuk sosok yang lain, semua orang pasti akan mengenali.
Akhirnya, ide cemerlang pun didapat. Raja bersama dua pengawalnya berpura-pura sebagai perias kecantikan isteri raja. Dan mereka mengubah wajah seperti perempuan tapi laki, alias bencong.
Ketika ketiganya termasuk Raja Mejeng dihadang sejumlah anggota pasukan musuh, seorang komandan musuh memeriksa. Satu per satu wajah mereka diperiksa dengan ketat. Tapi, polesan bedak dan merahnya pewarna bibir membuat sang komandan terkecoh.
“Siapa di antara kalian sebagai Raja?” bentak sang komandan. “Jawab dengan suara asli kalian, bukan seperti suara wanita,” tambahnya. Pedang terhunus pasukan musuh sudah menempel di leher ketiganya.
“Bukan saya, Tuan. Saya hanya perias,” jawab seorang dari mereka. Orang ini pun diperbolehkan lewat.
“Bukan saya, sumpah, Tuan, saya benar-benar perias,” jawab seorang yang lain. Orang ini pun lagi-lagi diperbolehkan lewat.
Tinggal seorang perias yang belum bersuara. Ia tampak bingung dan salah tingkah. Tangannya terlihat bergetar. Mau diam takut dibentak, mau jawab takut ketahuan.
“Kamu perias isteri raja, kan?” suara keras komandan mengagetkan yang ditanya.
“ Iya, Tuan. Benar sekali, saya perias isteri raja,” ucapnya yang langsung membuat komandan dan seluruh pasukan musuh bertindak cepat.
“Dari suaramu, jelas kamu Raja Dosisa!” ucap sang komandan sambil memerintahkan pasukan untuk membawa sang raja ke tempat eksekusi.
“Saya bukan raja, Tuan. Sumpah, saya bukan raja!” teriak Raja Mejeng meronta-ronta. Semakin keras ia berteriak, kian semua pasukan yakin bahwa orang yang ditangkapnya adalah Raja Mejeng. (mh)