DI antara sejarah Islam dalam perjuangan dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di musim haji adalah Perjanjian Aqabah.
Perjanjian Aqabah Pertama
Di tahun berikutnya, pada bulan Dzul Hijjah tahun kesebelas Kenabian, datanglah 12 orang delegasi dari Yatsrib, diantara mereka lima dari enam orang yang pernah ditemui diajak bicara oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada tahun sebelumnya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun menyelenggarakan pertemuan bersama mereka di satu tempat yang bernama Aqabah.
Di tempat itulah mereka mendeklarasikan keimanannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan menyatakan janji setia (bai’at l) kepadanya dengan tidak mensekutukan Allah Ta’ala dengan sesuatu apapun, tidak melakukan pencurian, tidak melakukan kekejian dan kemunkaran, tidak membunuh anak anak, tidak menentangnya dalam hal kebaikan yang diperintahkan kepada mereka.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Itulah butir butir dalam perjanjian Aqabah yang pertama.
Pada saat keduabelas orang tersebut kembali ke Yatsrib, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyertai Mus’ab bin Umair membersamai mereka, seraya mengajarkan perkara perkara agama dan mengajarkan Al Quran kepada mereka.
Maka melalui dirinya masuk Islamlah sejumlah besar dari kalangan penduduk Yatsrib.
Sejarah Islam: Dakwah Rasulullah di Musim Haji (2)
Perjanjian Aqabah Kedua
Pada bulan Dzul Hijjah di tahun keduabelas kenabian, beberapa dari warga Yatsrib berangkat menunaikan haji, mereka berjumlah 73 laki laki dan dua orang perempuan, tujuan utama mereka disamping menunaikan haji adalah ingin menyatakan kebulatan tekad dan janji setia (bai’at) kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk tetap komitmen terhadap keislaman mereka.
Tepat di malam kesebelas dari bulan Dzul Hijjah tersebut, ketujuh puluh tiga laki laki dan kedua orang perempuan tersebut, berjalan perlahan seraya mengendap ngendap seperti jalannya seekor kucing yang tengah mengincar sesuatu, mereka datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di tempat yang telah ditentukan, yaitu Aqabah.
Dalam pertemuan tersebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didampingi Pamandanya Abbas bin Abdul Mutthallib.
Baca juga: Sejarah Islam: Dakwah Rasulullah di Musim Haji (1)
Pamannnya sengaja ikut serta untuk membantu mengamankan situasi, dan untuk meyakinkan dirinya bahwa hasil kesepakatan dengan ketujuh puluh lima warga Yatsrib tersebut akan baik baik saja dan tidak membahayakan bagi keponakannnya tersebut.
Kehadirannya pada pertemuan tersebut juga untuk mengkonfirmasi, jika warga Yatsrib tidak mampu memberikan suaka politik penuh dan jaminan keselamatan dan perlindungan saat kelak hijrah ke Yatsrib, maka dirinya akan tetap mampu mengoptimalkan perlindungan kepadanya.
Abbas berkata tegas kepada mereka:
“Jika kalian dapat memastikan bahwa Muhammad akan memperoleh jaminan perlindungan keamanan dari gangguan orang orang yang aniaya dan menentangnya, maka aku perkenankan Muhammad hijrah ke negeri kalian. Namun jika kalian tidak mampu memberikan kepastian atau ragu dalam memberikan jaminan keamanan baginya, maka dari sekarang tinggalkanlah Muhammad, dia sudah cukup aman tinggal di negeri nya sendiri (Mekkah), dengan jaminan penuh keamanan dariku.”[Sdz]
Sumber: Serambi Ilmu dan Faidah