TAHUKAH kamu kisah Nabi pernah mencela orang yang berlebihan dalam memberikan mahar?
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Seorang lelaki datang menemui Rasulullah. Ia berkata, ‘Aku menikahi seorang wanita Anshar.’
Kemudian Rasulullah bersabda kepadanya, ‘Apakah engkau sudah теlihatnya terlebih dahulu? Perlu diketahui bahwa di mata orang-orang Anshar ada sesuatu.’
Ia menjawab, ‘Aku telah melihatnya.’ Rasul kembali bertanya, ‘Berapa maharnya?’
Ia menjawab, ‘Empat oka.’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Empat oka? Seakan-akan kalian memahat perak dari gunung ini! Kami tidak memiliki harta sebesar itu untukmu, tetapi semoga saja kami bisa mengutusmu dalam suatu misi agar engkau mendapatkan perak sebesar itu’.”
Abu Hurairah melanjutkan, “Akhirnya Rasulullah mengutus satu pasukan ke Bani Abs, dan lelaki itu termasuk di dalamnya.”
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
An-Nawawi berkata, “Sabda Rasulullah yang berbunyi ‘Seakan-akan kalian memahat perak dari gunung ini!” maknanya memecah-mecah dan membelah perak dari tepian gunung. Di sini tersirat hukum bahwa terlalu berlebihan dalam menentukan harga mahar dari pihak suami hukumnya makruh. Beliau mencelanya karena suatu hal yang sebenarnya tak dapat ia tunaikan.”
Nabi Mencela Orang yang Berlebihan dalam Memberikan Mahar Padahal la Tak Mampu
Baca juga: Mahar Para Istri dan Putri Nabi Muhammad
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahulläh berkata, “Makruh bagi seorang lelaki untuk memberi seorang wanita mahar yang dapat merugikan diri sendiri jika ia bayarkan secara tunai, atau ia tak mampu menunaikannya bila mahar itu berupa utang. Apalagi jika ia berutang mahar terlalu besar, lalu berniat untuk tidak membayarnya, hukumnya adalah haram. Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang sombong, yaitu menyebut-nyebut mahar dengan jumlah yang besar karena riya dan sum’ah, padahal mereka tidak bermaksud mengambilnya dari calon suami, dan suami tidak berniat memberikan mahar itu kepada mereka, ini adalah kemungkaran yang buruk, bertentangan dengan sunnah, dan keluar dari jalur syariat.”
Apabila suami berniat menunaikannya padahal ia tidak mampu, berarti ia telah membebani dirinya sendiri.
Dengan demikian, kebaikannya akan berkurang dan ia telah menggadaikan dirinya dengan utang.
Keluarga wanita akan sering menyakitinya karena ketidakmampuannya ini.[Sdz]