MUTIARA tetap sebagai mutiara meski di dalam lumpur. Nilainya tak pernah berkurang.
Sosok Asiyah bin Muzahim selalu menjadi pembahasan menarik. Bagaimana mungkin muslimah yang dipuji Allah dalam Al-Qur’an bisa bertahan dalam dominasi manusia paling jahat: Fir’aun.
“Ya Rabbi, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga. Selamatkanlah aku dari Fira’un dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.” (QS. At-Tahrim: 11)
Allah memberikan hidayah kepada Asiyah melalui interaksinya dengan Nabi Musa alaihissalam. Asiyahlah yang meminta dan merayu Fir’aun agar mau menjadikan Nabi Musa yang masih bayi sebagai ‘anak angkat’ istana.
“Jangan bunuh dia. Anak ini menyejukkan hatiku dan juga bagimu. Kita jadikan saja anak ini sebagai anak angkat, semoga bermanfaat untuk kita,” ucap Asiyah kepada Fir’aun.
Fir’aun mengatakan, “Anak ini bermanfaat bagimu, bukan aku.”
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sekiranya Fir’aun mengatakan hal yang sama seperti Asiyah, maka Allah akan memberikannya hidayah. Tapi, hal itu (hidayah) Allah haramkan untuknya.”
Karena itu Fir’aun menguji apakah anak ini berbahaya untuknya. Disediakan dua benda kepada Nabi Musa kecil: kurma dan bara api, mana yang akan dimakan.
Ternyata, yang akan dimakan Nabi Musa kecil kurma, tapi digeserkan ke bara api oleh Fir’aun. Nabi Musa kecil pun mengambil bara api dan memakannya. Sejak itulah, Nabi Musa mengalami gangguan pengucapan karena cacat di lidah.
Asiyah mengasuh Nabi Musa di istana tentang semua hal yang melingkupi istana. Maka tumbuhlah Nabi Musa sebagai sosok yang berwibawa, cerdas, dan memahami politik dan militer.
Ketika Allah mengangkat Nabi Musa sebagai Rasul, Asiyah tetap setia. Ia menjadi pengikut dan pelindung Nabi Musa semampu ia bisa.
Rahasia ini bocor ke Fir’aun. Ia meminta pendapat dari punggawanya tentang Asiyah. “Ia orang baik, bahkan sangat baik,” jawab para punggawa Fir’aun.
“Istriku itu menyembah tuhannya Musa, bukan kepadaku!” ungkap Fir’aun.
Mendengar itu, para punggawa pun sepakat agar Asiyah dibunuh. “Kalau begitu, bunuh saja!”
Tapi Fir’aun punya cara lain. Ia masih berharap agar Asiyah mau diajak kembali seperti Asiyah yang dulu.
Caranya, Asiyah tidak langsung dibunuh. Tapi disiksa. Diharapkan dengan siksaan itu, ia mau kembali kepada Fir’aun dan mengingkari Nabi Musa.
Tapi selama Asiyah disiksa, Allah memperlihatkan kepada Asiyah tentang doanya. Yaitu, visual tentang rumah di surga. Melihat itu, ia pun tersenyum bahagia.
Hal inilah yang membuat Fir’aun mengatakan, “Orang ini sudah gila, disiksa malah tertawa!”
Fir’aun memerintahkan kepada punggawanya: jika Asiyah tak juga berubah, bunuh saja.
Cara yang ditawarkan oleh Fir’aun untuk membunuh Asiyah sangat sadis. Yaitu dengan menjatuhkan batu besar ke tubuhnya.
Namun, Allah subhanahu wata’ala mewafatkan Asiyah sebelum kebengisan Fir’aun menimpanya. Ia, Allah matikan sebelum batu besar akhirnya memang dijatuhkan ke tubuhnya.
**
Hidayah itu rahasia Allah. Allah memberikan hidayah kepada istri Fir’aun, tapi tidak memberikan hidayah kepada istri Nabi Nuh dan Nabi Luth.
Tidak ada yang tidak mungkin di sisi Allah subhanahu wata’ala. Jangan pernah beranggapan bahwa seseorang tidak mungkin akan menjadi baik karena keadaannya saat ini.
Tugas kita hanya menyampaikan dan mendoakannya. Allah akan memberikan hidayah kepada siapa yang Ia kehendaki dan mengazab kepada siapa yang Ia kehendaki.
Jika Allah menetapkan seseorang sebagai mutiara, ia akan tetap mutiara meski berkubang dalam lumpur. [Mh]