DUDUKKAN dia pada porsinya. Di masa dulu, anak saya usia 5-6 tahun yaa seusia TK juga sering sekali mengucapkan atau bahkan menyanyikan lagu-lagu yang sensitif.
Misal tentang kondisi Palestina dinyanyikan lagu itu ketika sedang ngantri di imigrasi Singapore.
Juga menyatakan ketidaksukaan atas sesuatu kepada teman saya yang kalimatnya tidak pantas diucapkan.
Tapi segera kami memberitahu bahwa itu tidak boleh, awalnya dia cemberut tapi lama-lama faham ada hal hal tertentu yang tidak boleh diungkapkan.
Misal: “Tante, suaminya siapa?“. Tante, nanti malam enggak nginap di sini khan?”
Memang nampaknya berani dan kritis tapi anak juga harus diajarkan untuk tidak bicara seenak pikirannya.
Ya, anak harus dikasih tahu, untuk tidak terlalu sok tahu. Apalagi bertanya dan mengungkapkan hal-hal yang sensitif.
Baca juga: Tips Mendoakan Anak Saat Itikaf
Dudukkan Dia pada Porsinya
Saya pikir anak kecil cerdas yang lucu yang lagi viral itu ~ ditarik saja masuk rumah, karena jejak digital akan melekat bila dia sudah remaja, kasihan bila melihat gugatan para netizen yang terkadang menurut saya agak ‘kejam‘.
Di beberapa Taman Kanak kanak hadist mengenai “Laa Taghdob walakal jannah” juga sudah banyak dilarang, karena jadi boomerang buat orangtua yang suka memarahi anak anak.
“Bunda, “Laa Taghdhob walakal jannah“ jangan marah surga untukmu. Padahal anak tersebut mungkin naruh mainan sembarangan, masak bunda enggak boleh marah atau menegur anak karena ada hadist di atas ini.
Bagi orangtua yang open minded dan biasa dengan kritikan maka akan bangga anaknya bisa bicara lantang dan dianggap kritis dan cerdas.
Tapi bagi yang tidak biasa akan merasa anak ini kurang ajar, enggak tahu norma. Sok tahu dan mungkin ada rasa, pingin dipites.
Jadi saran saya, anak kritis kalau mau naik panggung perlu juga di-briefing apa saja topik-topik yang akan diluncurkan untuk tidak berakibat pembulian pada si anak dan mematikan kreativitas berfikir yang sudah sangat bagus.
Yang mungkin sebagai orangtua harus hati-hati juga, karena mungkin di lingkungannya nanti dia akan dimusuhi oleh teman-teman sebayanya yang belum sampai pada titik itu dan dia akan sendirian.
Kalau enggak dijaga akan merasa dirinya lebih pinter dari yang lain.
Karena dia mengerti apa yang diucapkan tapi teman sebayanya tidak faham.
Jadi tidak ada bahasa gaul anak-anak yang akan membuatnya merasa nyaman sebab dia ada dalam level komunikasi yang beberapa tingkat lebih tinggi dari teman sebayanya.
Saya fikir biarlah dia berkembang sesuai dengan kondisi anak-anak di usia seumurnya dan tetap bicara dan berfikir yang sesuai dengan dunia kanak-kanaknya. Karena dia masih kanak-kanak.
Pernah nonton film Matilda? Anak yang sangat kepintaran sehingga dimarahin oleh orangtua dan kepseknya.
Dan notabene, anak yang seperti ini akan kurang punya teman sebaya .. biasanya punya teman yang lebih tua karena apapun yang dikatakannya dinilai aneh dan halu oleh rekan sebaya.
Anak pintar? Kenapa enggak di-supply dengan hal-hal umum yang sesuai dengan umurnya, seperti mengapa ada malam? Mengapa kalau menangis keluar air mata? Mengapa kucing muntah ketika makan tumbuhan? Apakah semut mengeluarkan suara?
Dan hal-hal yang keseharian tapi membuat dia tetap berfikir dengan kejadian yang sesuai dengan usianya. Tidak usah dipaksakan dewasa, toh nanti juga dewasa sendiri.
Kasihan bila anak itu tidak punya teman sebaya. Karena dianggap omongannya aneh dan too high.
Wallahu alam.
Saya juga punya anak yang senangnya main dengan yang jauh lebih tua. Katanya “lebih nyambung“. Alhasil, dia tidak punya teman seumuran. Karena sama-sama merasa enggak nyaman. Yang satu merasa pada enggak nyambung, yang lain merasa anak ini ‘halu’ dan susah dimengerti, terlalu serius.
Semua ada porsinya
Dudukkan dia pada porsinya sesuai dengan usianya. Tidak usah tampil dan terkenal bila akan banyak dihujat orang. Kasihan dia.