UTANG menjadi pemberat di akhirat. “Gimana? Sudah ..? Dibayar enggak? Apa katanya?” demikian tanya Pak Amir pada anaknya Ihsan (18 tahun) yang disuruh untuk menagih utang pada tetangga mantan Pak RT.
Ihsan menggeleng, “Kayak biasa, alasannya lagi sakit, kata Bu RT ~ bapak jangan diganggu“.
Kalau sudah kayak gitu khan, Ihsan jadi bingung musti ngapain. Mana bu RT judes banget lagi. Seakan Ihsan yang salah dan enggak punya perasaan“.
Dalam benak Amir: “Uangnya masih ada 5 juta lagi yang disimpan di Pak RT, kalau dikembalikan betapa indahnya , uang piutang itu, cukup untuk beli beras dan kebutuhan lain selama dia di-PHK sambil menunggu pekerjaan berikut , atau berdagang saja,“ pikirnya.
“Kalau ada Rp5 juta maka dua juta untuk makan sebulan, satu juta untuk disimpan karena katanya Ali anaknya harus bayar uang perpisahan dan ada jalan-jalan keluar kota dengan teman satu angkatan, sisanya bisa dipergunakan untuk jualan pisang goreng kremes. Nanti kasih sambal sedikit dan gratis es lemon tea. Asal dingin dan kecut kecut, maka akan laris dagangannya. Pikir Pak Amir dengan semangat.
Di tengah keterpurukannya selama masa menganggur karena PHK besar-besaran di pabrik tempatnya bekerja.
“Semoga Pak RT mau bayar utangnya. Janjinya 6 bulan yang lalu sekarang sudah ditunggu hampir 8 bulan. Ahh, masa iya Pak RT enggak punya duit. Anaknya lamaran pekan lalu seserahannya banyak banget. Juga kabarnya beberapa sesepuh di desa di kasih seragaman. Ahh.”
Demikianlah soal utang, banyak orang lalai.
Menjelang meninggal dunia, Umar bin Khattab ra memanggil anaknya Abdullah bin Umar bin Khattab: “Tolong hitung utangku“ ..
Dalam Perang Badar, seorang sahabat (saya lupa namanya ..) turut menjadi pejuang dan bertempur layaknya kesatria dan di Perang Uhud, sebelum pasukan Islam berangkat, ia melihat bahwa dirinya akan gugur dalam pertempuran ini.
Ada perasaan kuat bahwa ia tidak akan kembali ke keluarganya. Sungguh, satu firasat yang sangat menyenangkan.
la memanggil anaknya yang bernama Jabir, dan berpesan, “Ayah sangat yakin akan gugur dalam pertempuran ini. Bahkan, bisa jadi ayah menjadi syahid pertama dalam perang ini. Demi Allah, setelah Rasulullah, orang yang paling ayah sayangi adalah kamu. Ayah punya utang. Karena itu, lunasilah dan perlakukan saudara-saudaramu dengan baik.
Mereka faham agama, para sahabat faham agama.
Faham bahwa dari semua hal ketika menjelang ajal adalah lunasi utang, karena utang menjadi pemberat di akhirat ..
Mengapa kita tidak?
Utang Menjadi Pemberat di Akhirat
baca juga: Cara agar Terbebas dari Utang Riba
Fahamilah agama agar kita mudah di dunia dan akhirat.
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan bahwa utang yang belum dibayar menjadi pemberat dan membuat jiwa kita tidak diterima terlebih dahulu.
Untuk itu, jangan sampai hal ini terjadi. Saat kita masih hidup di dunia, maka segerakanlah kewajiban membayar utang.
By: Mam Fifi (Owner JISc). Jakarta Islamic School. School like home. JIBBS and JIGSc (Boarding school)
”Mendidik dengan cara ibu“.
Jakarta Islamic School;
Cp: Dian
+62 811-1133-447