YUK, manjakan orangtua di usianya yang lanjut. Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban yang mulia.
Seperti apa pun keadaan orang tua, seorang anak wajib patuh, mengurus, dan melayani kedua orang tuanya.
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa’ : 23-24]
Yuk, Manjakan Orangtua di Usianya yang Lanjut
Meski belum pernah bertemu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kerap memuji seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni.
Umar bin Khaththab begitu penasaran apa gerangan yang membuat Uwais begitu mulia dalam pandangan Rasul.
Lama setelah Rasul meninggal dunia, barulah Umar bisa bertemu dengan Uwais yang sedang berkunjung ke Madinah.
Uwais begitu istimewa karena pemuda ini selalu menggendong ibunya yang lumpuh, ke mana pun sang ibu ingin pergi.
Bahkan, Uwais menahan rasa rindunya yang amat sangat untuk menjumpai Rasul. Tempat tinggalnya di daerah yang jauh sebelah selatan Makah, bukan tempat yang dekat untuk menjumpai Rasul di Madinah.
Kalau ia pergi ke Madinah, itu berarti ia akan meninggalkan ibunya untuk waktu yang lama. Lalu, siapa yang menggantikannya untuk mengurus dan melayani ibunya.
Uwais baru bisa berangkat ke Madinah setelah ibunya meninggal dunia. Dan ketika ia tiba di negeri Rasul itu, kepemimpinan Islam sudah berada dalam kekhalifahan Umar bin Khaththab.
Baca Juga: 12 Cara Berbakti kepada Orang Tua
Berbakti kepada Orang Tua di Saat Usia Lanjut
Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban yang mulia. Seperti apa pun keadaan orang tua, seorang anak wajib patuh, mengurus, dan melayani kedua orang tuanya.
Kalau berbakti kepada orang tua pada saat mereka di usia produktif, itu sudah menjadi kewajaran. Seorang anak akan menilai bakti kepada orang di usia itu dengan “kompensasi” yang bisa ia dapat dari orang tuanya.
Seperti, uang jajan, pembiayaan untuk berbagai keperluan dan lain-lain yang semuanya masih murni dari orang tua.
Namun, ada nilai tersendiri jika berbakti kepada orang tua di saat mereka usia lanjut. Karena pada saat itulah, posisi anak umumnya berada di atas orang tua dalam hal ekonomi, kekuatan fisik, ilmu, bahkan mungkin pengaruh dan jabatan.
Pada posisi inilah, anak akan diuji sejauh mana baktinya kepada orang tua. Apakah sang anak bisa bersabar, atau menjadi abai.
Baca Juga: Dahulukan Mana, Membela Agama Allah atau Berbakti kepada Orang Tua?
Ujian Kesabaran terhadap Orang Tua di Usia Lanjut
Setiap manusia akan Allah kembalikan keadaannya seperti ketika mereka masih anak-anak. Di atas usia 65 tahun, orang tua akan kembali lemah seperti mereka masih anak-anak.
Kelemahan itu bukan hanya pada hal fisik, melainkan juga psikis. Orang tua menjadi manja. Ingin selalu diperhatikan, ingin didengarkan, dan ingin dituruti segala keinginannya.
Dalam keadaan seperti ini, mereka sangat butuh keberadaan anak-anak mereka. Sulit dibayangkan jika pada keadaan itu, justru anak-anak mereka menempatkan orang tua di sebuah tempat yang asing buat mereka, seperti panti jompo. Naudzubillah.
Anak Harus Siap Melayani dan Manjakan Orangtua
Kepatutan seorang anak kepada orang tuanya yang sudah lanjut usia, kadang bergulir tidak semestinya. Dan hal ini kadang luput dari renungan dan kesadaran seorang anak.
Bayangkan, ketika orang tua, terlebih lagi jika mereka tidak lagi berdua; orang tua mampu mengurus dan melayani anak-anaknya yang masih kecil. Berapa pun jumlah anaknya.
Namun perhatikan ketika orang tua yang tinggal sendiri butuh pengurusan dan pelayanan anak-anaknya yang lebih dari tiga orang. Justru kepatutan itu kadang tak lagi tampak.
Di saat anak-anaknya kecil, orang tua mampu melayani dan mengurus mereka dengan baik.
Namun, ketika orang tua yang tinggal sendiri itu butuh pelayanan, anak-anak mereka yang banyak itu tak mampu mengurus dan melayani orang tua mereka yang hanya seorang.
Kita mungkin memang harus banyak belajar dari Uwais Al-Qarni. Tak perlulah menggendong-gendong ayah atau ibu kita di saat tuanya; cukup temani, layani, dan manjakan mereka. Seperti, mereka memanjakan kita beberapa puluh tahun lalu. [mh/ind]