ISLAM itu rahmat untuk umat manusia, bahkan untuk seluruh alam. Islam membangun, bukan merusak. Islam menyatukan, bukan memecah.
Islam menyebar begitu pesat di seantero dunia. Seiring pesatnya teknologi komunikasi, Islam menjadi agama yang paling dicari.
Sekiranya KTP di Eropa dan Amerika mencantumkan agama, boleh jadi, Islam yang paling banyak tertera di sana.
Dari sudut pandang apa pun, Islam tak ditemukan cacatnya. Semakin orang mengkaji Islam, semakin banyak khazanah yang bisa diungkap.
Jadi, jangan pernah mengecilkan Islam hanya untuk kalangan bangsa tertentu. Apalagi hanya untuk generasi sahabat radhiyallahu ‘anhum saja. Islam didesain untuk umat manusia, hingga akhir zaman.
Begitu pun dengan paradigma kita tentang Islam. Tidak semua yang tidak dilakukan Nabi dan sahabat menjadi terlarang. Selama tidak keluar dari dasar syariat Islam, dakwah Islam bisa mengikuti kearifan lokal.
Para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in juga memahami bid’ah tidak sekaku yang dibayangkan. Seperti itulah yang mereka pahami dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengadakan shalat tarawih berjamaah. Padahal hal ini tidak ada di masa Nabi. Hal ini karena ada maslahat besar, yaitu persatuan umat yang kian mendunia.
Begitu pun yang dilakukan Khalifah Usman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Beliau mencetak mushaf Al-Qur’an yang juga tidak dilakukan di masa Nabi. Dan beliau juga memberlakukan azan dua kali menjelang shalat Jumat yang juga tidak ada di masa Nabi.
Memanggil umat dengan dua kali azan pada shalat Jumat karena tuntutan keadaan. Jumlah umat Islam saat itu kian besar, dan memanggil mereka juga perlu dua kali.
Imam Syafi’i rahimahullah berpendapat bahwa bid’ah itu ada dua. Ada bid’ah yang hasanah atau baik. Dan, ada yang sayyiah atau buruk. Di mana garis batasnya: yaitu selama ada dalil sunnah yang mendasarinya.
Imam Nawawi rahimahullah menukil hadis shahih tentang hal tersebut. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang membuat sunnah hasanah dalam Islam maka dia akan memperoleh pahala dari pahala orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun…” (HR. Muslim)
Islam tidak dirancang untuk zaman di masa Nabi saja. Melainkan untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman.
Islam dirancang untuk menjawab seluruh tantangan zaman. Bukan justru kikuk dengan tradisi dan budaya zaman yang terus berkembang.
Begitu pun dengan kita. Berbaik sangkalah dengan segala improvisasi dan kreasi umat sesuai zamannya, selama tidak bertentangan dengan nilai syariat Islam. [Mh]