BUKAN negeri tanpa ayah bagian keempat ini adalah rangkaian tulisan dari Rumah Pintar Aisha. Ayah, keberhasilan orang tua itu adalah saat anak memiliki ketaqwaan, gemar berbuat baik dan memiliki adab.
Sosok ayah yang sukses itu adalah ayah yang mampu menanamkan keimanan yang kuat dalam diri anaknya, ayah yang bisa menjadi teladan yang baik dan ayah yang mampu mendidik anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.
Wahai Ayah, tanamkan keimanan dan ketaqwaan pada anakmu. Jaga, bentengi, bangun perisai yang kokoh dari perbuatan kemusyrikan yang sangat Allah benci.
Didiklah mereka, agar hanya menyembah satu-satunya Tuhan, Allah Yang Maha Esa dan jadikanlah Allah sebagai satu-satunya tempat berserah diri. Anak harus didisiplinkan sejak dini dengan syariat agama, mulai dari sholatnya, puasa dan ibadah-ibadah yang lain termasuk ibadah sunah.
Baca juga: Bukan Negeri tanpa Ayah (3)
Bukan Negeri Tanpa Ayah (4)
Jika, engkau wahai Ayah, begitu getol terus mendorong anakmu untuk berilmu dunia tetapi miskin akan keimanan, ketaqwaan dan ilmu agama maka anak akan semakin tambah jauh dari Allah, meskipun anakmu akan menjadi anak yang pintar, hebat dan sukses tetapi mereka tidak akan pernah mendoakanmu saat dirimu telah sampai di alam kubur.
Saat engkau berada di alam kubur, engkau akan sangat mengharapkan doa-doa anakmu tapi sayang anakmu tidak pernah melakukannya.
Wahai Ayah, ketahuilah, yang dibutuhkan orang tua yang telah meninggal adalah bukan sering-sering ditangisi kepergiannya, bukan sering-sering diziarahi kuburnya, bukan sering-sering disesali kesalahan kita padanya.
Orang tua yang sudah meninggal tidak butuh semua itu bahkan jika kita masih menangis dan meratapinya, mereka akan lebih sengsara di alam kuburnya sebab itu menunjukkan kita tidak ridho, tidak ikhlas, tidak sabar atas ketentuan Allah.
Yang mereka sangat inginkan kepada anaknya adalah anaknya senantiasa mendoakannya agar diampuni dosa-dosanya, beristighfar dengan sungguh-sungguh, mohon ampun terhadap dosa-dosa orang tua disertai dengan tetesan air mata kita agar Allah berkenan meringankan bahkan menghilangkan siksa kuburnya.
Mereka juga menginginkan tambahan pahala yang dikirim dari anaknya sebab mereka sudah tidak mampu lagi mencari pahala.
Saat engkau bersedekah, niatkanlah pahalanya juga untuk kedua orang tua. Niatkan saat engkau membagi ilmu, pahalanya juga diniatkan untuk orang tua. Niatkan saat engkau berkorban di hari idul adha, pahalanya juga diinfaqkan untuk orang tua.
Intinya, kita niatkan saat kita melakukan perbuatan-perbuatan kebaikan lainnya, pahalanya juga untuk orang tua kita. Mereka juga menginginkan agar sisa harta mereka disedekahkan sehingga pahalanya akan mengalir kepadanya.
Sebab saat mereka sudah berada di alam kubur, mereka sudah tidak bisa lagi menambah pahala. Dzikir yang mereka ucapkan sudah tidak menambah amal kebaikannya. Istighfar yang mereka ucapkan sudah tidak berguna lagi. Doa-doa mereka sudah mustahil dikabulkan. Mereka hanya bisa berharap kepada orang-orang yang masih hidup untuk senantiasa mendoakannya. Mereka sangat berharap ada tambahan amal kebaikan yang dilakukan oleh anaknya yaitu dengan bersedekah yang juga diniatkan pahalanya untuk kedua orang tuanya.
Ayah, Bunda, mari kita ingat lagi hadist ini, “Apabila seseorang mati, seluruh amalnya akan terputus kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya” (HR. Muslim).
“Ya Allah, berilah rahmat kepada mereka (kedua orang tua), sebagaimana mereka merawatku ketika kecil.” (QS. Al-Isra: 24).
Di era kebebasan saat ini, kita harus benar-benar menjaga keluarga kita, menjaga anak-anak kita. Jangan sampai orang tua lengah, saat lelah bekerja banting tulang, tetapi pikiran anak kita dirampok oleh orang lain, keyakinan anak kita dirampas oleh paham-paham yang sesat dan menyimpang.
Ingatlah wahai orang tua, kita hidup di zaman yang serba bebas akan berbagai informasi dan paham-paham yang sesat. Jika ayah pulang ke rumah sampai larut malam sempatkan untuk membuka pintu kamar anak, belai wajah dan rambutnya, doakan yang baik-baik dan kecup keningnya.
Anak itu adalah investasi, jika orang tua mendidiknya dengan baik sehingga anak menjadi seorang yang sholeh dan baik maka orang tua akan mendapatkan pahala dari setiap perbuatan amal kebaikan yang anak lakukan.
Sebaliknya, anak juga akan menjadi investasi keburukan jika orang tua salah mendidiknya sehingga setiap perbuatan anak yang nista dan berdosa, maka dosa itu mengalir juga kepada orang tuanya.
Jadi, didiklah anak dengan baik sebab anak adalah investasi yang mahal yang mengalirkan pahala dan aset yang dapat mengantarkan orang tuanya ke surga.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada pemberian Ibu Bapak yang paling berharga kepada anaknya daripada pendidikan akhlak mulia.” (HR. Bukhari)
Sebagai seorang suami sekaligus ayah, engkau mempunyai tanggung jawab untuk berusaha melakukan segala aktivitas yang diridhoi Allah sehingga Allah ridho menempatkan diri dan keluargamu di surga-Nya dan menghindarkan dari neraka-Nya.
Wahai ayah, berhentilah sejenak! Renungkan, saat ini anakmu ingin bermain bersamamu, ingin engkau bercerita dongeng untuknya, ingin engkau mendengar kisahnya, ingin engkau mendengar mereka bernyanyi, jangan lewatkan momentum ini wahai ayah, saat mereka beranjak remaja, mereka akan melupakanmu, mereka akan lebih mementingkan temannya daripada dirimu dan engkaupun melewatkan masa indah bermain dan bercerita dengannya.
Renungkan, percuma engkau kerja siang malam, membanting tulang lalu saat engkau berada di rumah engkau tidak mendapati anakmu berakhlaq dan berkarakter yang baik bahkan sebaliknya.
Banyak anak yang memendam ceritanya, mereka hanya ingin menceritakan kepada ayahnya, tapi sayang ayahnya yang kelelahan bekerja membuat sang ayah tidak peduli dengan cerita anaknya. Padahal mereka telah memendam 6 (enam) jam lamanya hanya menunggu ayahnya pulang untuk mendengarkan ceritanya.
Seorang yang disebut ayah itu saat menghadapi masalah tanpa marah, tanpa mengeluh, dan tetap tersenyum. Banyak ayah melampiaskan tekanan hidup atau tekanan pekerjaan kepada anaknya. Saat anak melakukan kesalahan kecil maka tekanan itu ia tumpahkan kepada anak, cukup satu kata, kasihan.
Ibaratkan anak itu sebuah biji tanaman, ia akan tumbuh perkasa saat berada pada tanah yang subur sebaliknya ia akan kering saat berada pada tanah yang gersang, maka tugasmulah wahai ayah untuk senantiasa memupuk dan mengairi sehingga tanah itu senantiasa subur.
Ingatlah wahai Ayah, pengasuhan yang engkau lakukan itu harus menjadikan anak patuh terhadap perintah Allah bukan patuh karena perintah ayahnya.
Bagi para ayah, perhatikan dua hal ini, jangan tinggalkan anak-anakmu dalam kondisi lemah dan jagalah keluargamu dari api neraka. Jangan tinggalkan anak dalam keadaan lemah, salah satunya adalah di saat usia biologisnya lebih cepat tumbuh daripada usia psikologis, misalnya usia biologisnya 23 tahun tetapi kelakuannya seperti anak usia 11 tahun.[ind]
Kontributor: Randy Insyaha, Rumah Pintar Aisha