BUKAN negeri tanpa ayah bagian ketiga ini merupakan lanjutan dari serial Parenting sebelumnya.
Wahai Ayah, menjadi orang tua itu, yang berat bukan rindu tetapi yang berat adalah tanggung jawabmu sebagai ayah dalam mendidik anak dan mengembalikan mereka ke tempat asalnya yakni surga.
Menjadi ayah itu, yang berat bukanlah mencari nafkah tetapi yang berat adalah menjaga diri dan keluarga dari api neraka.
Maka, wahai Ayah, hadirlah tidak hanya secara fisik, tetapi engkau harus juga hadir secara ruhiyah dan secara psikis di tengah-tengah keluarga.
Wahai Ayah, jangan jadi ayah yang durhaka pada anaknya. Didiklah mereka dengan baik. Beri mereka makan dan pakaian dengan harta halal. Didiklah ibunya agar mampu mendidik anakmu menjadi semakin baik.
Itulah tugas berat seorang ayah sekaligus seorang suami yaitu mendidik istri dan anak-anaknya agar selamat dari api neraka.
Coba kita refleksi barang sejenak. Tanpa kita sadari, kita itu sering kali lebih banyak menyuruh anak atau memerintah anak agar mereka selalu melakukan perbuatan baik. Bahkan kita sering juga menyuruh dengan ancaman pula daripada menjelaskan keutamaan dari sebuah amalan. Jarang sekali kita menjelaskan keutamaan atau amalan sebuah ibadah.
Misalnya pernahkah Ayah menjelaskan pahala apa saja yang akan didapat anak saat anak sholat berjamaah di masjid, mulai dari pahala saat berwudhu di rumah, saat berjalan ke masjid, berdoa masuk masjid, melakukan sholat sunah, berdoa diantara azan dan iqomat, melakukan sholat berjamaah, beristighfar setelah sholat, berdzikir, berdoa, lalu berjalan pulang kembali sampai ke rumah. Pernahkah Ayah menjelaskan semua itu.
Jadi, seringlah menjelaskan keutamaan-keutamaan sebuah ibadah kepada anak. Keutamaan shalat berjamaah, keutamaan mengaji Al Quran, keutamaan sedekah, keutamaan mengikuti pengajian, keutamaan berdzikir, beristighfar, bersholawat kepada Nabi dan banyak keutamaan ibadah lainnya.
Ayah yang baik itu, tidak hanya sekadar menyuruh dan membentak anak saat mereka enggan beribadah, misalnya: “Pergi sholat ke masjid sana, mau kamu masuk neraka!”. Ayah ini menyuruh anaknya untuk melakukan perbuatan baik tetapi dengan cara yang tidak baik, yaitu dengan membentak sekaligus mengancam.
Apa yang terjadi, anak mungkin akan berangkat ke masjid namun ia berangkat bukan karena paham akan perintah Allah untuk sholat, bukan karena paham besarnya pahala yang akan mereka dapatkan saat sholat berjamaah di masjid namun mereka berangkat ke masjid disebabkan karena ketakutannya kepada ayahnya.
Pemahaman anak kenapa mereka harus melakukan ibadah itu sama pentingnya dengan ibadah itu sendiri. Anak dalam menjalankan ibadah itu harus didasarkan pada pemahaman bukan didasarkan pada keterpaksaan dan ketakutan kepada ayahnya.
Ketahuilah, saat engkau malas mendidik anakmu ilmu agama, ingatlah bahwa ilmu agama yang engkau berikan itu akan menjadi investasi untuk akheratmu nanti.
Selain menjaga dan memahamkan anak dalam hal ibadah, Ayah juga harus lebih intens terlibat dalam pengasuhan anak. Luangkanlah waktu untuk mendidik anak dan membersamainya. Luangkanlah waktu untuk menemani mereka dan mengajak mereka berdialog. Luangkan waktumu wahai Ayah untuk bercanda dan tertawa bersama mereka. Jangan berikan waktu sisa untuk anak-anakmu. Penuhilah kebutuhan psikis anak-anakmu dengan membersamainya.
Tidak hanya Bunda, sosok Ayah yang hebat itu harus lebih banyak lagi menempa dirinya dengan berbagai ilmu tentang pengasuhan. Karena engkau wahai Ayah adalah kepala sekolah yang merancang program pengasuhan anak sekaligus memastikan semua program dapat berjalan dengan baik maka engkau harus meningkatkan kapasitasmu dengan menjadi pembelajar sejati.
Baca juga: Bukan Negeri Tanpa Ayah (5)
Bukan Negeri tanpa Ayah (3)
Dalam pengasuhan anak, Ayah harus bermain banyak peran. Kadang Ayah berperan sebagai penghibur yang mampu membuat anak-anak senang, tertawa dan bahagia dengan kelucuan tingkah laku Ayah. Kadang Ayah berperan sebagai seorang motivator yang memotivasi, memberi semangat dan mendorong anaknya untuk tampil lebih berani, percaya diri dan memiliki semangat.
Kadang Ayah bisa menjadi konselor yang begitu empati saat anak sakit, saat anak terjatuh dan luka, saat anak memiliki masalah dengan temannya atau saat anak sedang bersedih. Kadang Ayah bisa menjadi fasilitator yang baik di saat anak-anaknya sedang bertengkar. Kadang juga Ayah bisa menjadi pendidik yang memberikan nasehat berbagai ilmu penting baik yang berhubungan dengan ilmu agama atau ilmu dunia.
Ayah juga harus bisa menjadi pelatih yang memberikan banyak skill kehidupan seperti mengajari memakai sepatu, mengajari bersepeda, mengajari berenang, mengajari melepas busi motor, mengajari memasang lampu dan yang lainnya.
Ayah juga sebagai inspirator yang merangsang anak untuk terus menggali ide-idenya dan mendorong anak untuk lebih kreatif. Kadang Ayah bisa menjadi teman bermainnya, misalnya menggambar bersama, bermain bersama. Jadi Ayah itu multi peran dalam melakukan pengasuhan terhadap anak-anaknya.
Saat akan bertemu dengan anak itu, Ayah hendaknya berpikir bagaimana menyenangkan hati anak. Saat ayah pulang kerja, kemudian disambut oleh anak dengan berbagai pertanyaan, berbagai cerita maka ayah jangan sampai mengatakan “Iya…iya… sebentar ya.. Ayah lagi capek habis pulang kerja”.
Walaupun dalam keadaan lelah, bertahanlah untuk merespon anak dengan baik agar anak tidak kecewa. Senyum dan tertawalah, beri gestur yang menarik, dan ungkapan-ungkapan yang menyenangkan hati anak.
Ayah, walaupun engkau capek pulang kerja tetapi berusahalah untuk tidak pernah mengeluh saat anak-anak meminta waktumu untuk bermain bersama mereka. Saat pulang kerja maka Ayah harus meletakkan dulu masalah pekerjaan dan mulai berpikir bagaimana membahagiakan istri dan anak.
Ingatlah, saat seperti apa anak merasa disayangi yakni saat orang tuanya bermain bersamanya, mendengar ceritanya, bercanda bersama dan berdialog dengan hangat dengannya.
Nah, sekarang bagaimana jika Ayah jarang bertemu dengan anak karena mungkin Ayah bekerja di luar kota. Saat Ayah jarang sekali bertemu dengan anak maka Ayah harus menjaga hubungan dengan Allah sehebat mungkin, kemudian doakan dengan sungguh-sungguh untuk kebaikan anak.
Optimalkan dengan sungguh-sungguh saat berkomunikasi melalui telpon atau chat. Saat berkomunikasi dengarkan cerita-cerita anak, antusiaslah saat anak sedang mendemonstrasikan sesuatu. Lalu tutup dengan nasihat-nasihat yang baik.
Ayah, seringlah memberikan chat nasihat-nasihat yang baik kepada anak. Saat pulang ke rumah, diskusikan dengan istri mengenai perkembangan anak selama Ayah tidak di rumah. Optimalkan peran Ayah saat di rumah bersama anak.
Wahai Ayah, apapun dan bagaimanapun kondisimu, berusahalah hadir dalam keluarga tidak hanya hadir secara fisik tetapi hadir juga dalam ruang spiritual dan psikologisnya.[ind]
Kontributor: Randy Insyaha, Rumah Pintar Aisha