SEORANG bocah kota mengisi liburan di desa neneknya. Lokasinya di tepian pantai. Anak-anak di sana biasa memancing di sekitar pantai berkarang.
“Aku boleh ikutan mancing, teman?” ucap sang bocah saat teman kampungnya berangkat mancing ikan. Sang teman kampungnya menganggukkan kepala. Keduanya pun berangkat bersama.
Setibanya di tepian karang, dua bocah berteman itu duduk santai di tepian karang. Gemuruh ombak mendominasi suasana di pantai. Cipratan air ombak yang ‘menampar’ karang kadang memercik wajah keduanya.
“Apa di tempat ini ada ikannya?” ucap bocah kota agak terheran. Sang bocah kampung lagi-lagi hanya mengangguk.
Setelah kail disangkutkan umpan, mereka pun mulai menikmati sensasi memancing di tepian karang. Tapi batin sang bocah kota masih diselimuti seribu tanda tanya: apa iya ada ikan di tempat bergolak ini?
Hanya beberapa saat mereka menunggu, pelampung yang dikaitkan dengan kail pun bergerak-gerak, pertanda umpan sudah ditelan ikan.
Dengan begitu cekatan, sang bocah kampung menghentak gagang pancingan. Dan benar saja, seekor ikan sebesar kepalan tangan mereka dapatkan.
“Wow, ternyata di tempat begini juga banyak ikan!” ujar sang bocah kota terheran. Ia begitu antusias melihat teman kampungnya melepas ikan dari kail dan memasukkannya ke wadah plastik.
Tapi, rasa penasarannya tak lagi bisa terbendung. Sang bocah kota berujar lagi, “Kok bisa ada ikan di tempat yang airnya tidak tenang ini ya?”
Akhirnya, sang bocah kampung menjelaskan, “Yang tidak tenang itu hanya permukaannya saja. Di dalamnya tenang. Justru ikan bisa berkembang biak di tempat ini.”
Kali ini, sang bocah kota yang mengangguk-angguk. Ia masih sulit membayangkan seperti apa tenangnya di sisi dalam sana.
**
Dunia luar dan dunia dalam merupakan dua sisi yang selalu hinggap dalam diri kita. Dunia luar adalah suasana lingkungan yang dialami, dan dunia dalam adalah keadaan hati kita.
Karena itu, belajarlah seperti ikan-ikan yang nyaman tinggal di tepian pantai berkarang. Meski dunia luarnya penuh gejolak, tapi dunia dalamnya tetap ada kenyamanan dan ketenangan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar dengan keburukan mereka, lebih baik dari mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar dengan keburukan mereka.” (HR. Abu Daud) [Mh]